Bab 4: Masa Krisis Kehidupan

27 8 0
                                    

Bukannya bangga anaknya berprestasi malah sibuk nyariin jodoh.
—Introvert yang terancam nikah muda.

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

"Hah? Dijodohin?"

"Paduan suara lo semua?" Sarkas Awi ketika kelima temannya terkejut secara bersamaan. Beruntung mereka ada di tempat yang tak banyak dilalui murid.

"Wi, jangan sampe nasib lo kaya gue deh," tukas Irisa tiba-tiba, teringat kondisinya kini yang memang berawal dari perjodohan dengan Nara.

"Amit-amit, ogah! Emak gue emang alay, kebanyakan nonton sinetron," gumam Awi kesal.

"Emangnya apa alasan mama lo pengen jodohin lo?" Tanya Tiyu.

Awi menghela napasnya kencang. "Harta karun gue ketahuan dia gara-gara gue lupa kunci pintu kamar."

Semua temannya seolah sudah mengetahui kalau maksud dari harta karun yang dibicarakan Awi adalah poster-poster dan hobinya tentang BL atau Boys Love atau umumnya orang menyebut hal itu dengan kisah cinta antar cowok-cowok homo.

"Yah... Say good bye aja deh, Wi," ungkap Aretta seraya tertawa kecil seolah mengejek temannya itu.

Awi tentu saja mencibir. "Gue lagi stress malah diketawain, sinting ih lo pada!"

"Lagian gue udah sering bilang kurang-kurangin, lo juga gak tau kan kapan akhirnya rahasia lo kebongkar."

"Tapi mama gue ngasih syarat lagi kalo gue gak mau dijodohin."

"Apaan tuh?" Tanya Sefa.

"Dalam satu Minggu gue harus bawa pacar gue ketemu dia."

"Hah? Pacar?"

"Satu Minggu lo bilang?"

"Awi... Kurang mampus apa lagi cobaan lo kali ini?"

"Tiga tahun di SMA aja gak pernah dapet pacar, ini seminggu pula deadline-nya? Makin gila nih ibu-ibu satu. Dia kira anaknya se-most wanted itu apa?" Awi masih belum capek menyerocos.

"Seorang Awi punya pacar adalah hal terakhir yang gue pikirin seandainya dunia kiamat," gumam Tiyu.

"Dih? Se-gak laku itu kah gue di mata kalian?" Berang Awi ketika Aimy, Tiyu, Irisa, Sefa, dan Aretta bergantian mengungkapkan rasa terkejut mereka yang menurutnya menjengkelkan.

"Nggak gitu, Wi. Kan lo sendiri yang bilang ogah nyari cowok. Dengan congkaknya lo selalu berorasi kalo nyari cowok adalah hal terakhir yang ada di daftar keinginan dalam hidup lo," balas Tiyu memeragakan bagaimana Awi terakhir kali bicara dengan bangga.

"Tapi sekarang gue lagi dalam masa krisis."

Aretta duduk bersandar kemudian melipat tangannya di depan dada. "Ya udah sih, lo kan punya banyak temen cowok, minta tolong aja biar mereka jadi pacar pura-pura atau apa gitu buat bantu sandiwara," sarannya.

Awi menunjuk Aretta dengan antusias namun tersirat rasa kesal. "NAH INI! Ini nih! Ini dia masalahnya! Mama gue gak mau pacar pura-pura atau sewaan. Insting mama gue terlalu tajam."

"Kalo gitu good luck aja deh. Gue hanya bisa berdoa buat lo," ungkap Sefa seraya menepuk pundak Awi iba.

Belum sempat Awi membalas lagi, bel masuk sudah keburu berbunyi dan mereka semua beranjak, menyisakan Awi yang masih gundah gulana dalam pikirannya. Dia benar-benar tidak mau dijodohkan, itu kuno sekali. Apa sih yang dipikirkan mamanya itu? Padahal jelas-jelas Awi masih sekolah. Apalagi jika ia tidak kenal dengan yang dijodohkan. Dia berani sumpah kalau dirinya masih seratus persen normal dan menyukai laki-laki. Kenapa hobi dan penampilan bisa dijadikan patokan orientasi seksualnya? Aneh.

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now