Bab 7: Kencan Berkedok

22 5 0
                                    

Kalo gak dikasih tau ngapain ditanya? Manusia itu harus tau batasan.
—Introvert penyuka flora, specifically kaktus

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

Sepanjang perjalanan, tak sepatah kata pun keluar dari mulut keduanya untuk sekadar mengobrol. Awi dan Dazey asik dengan dirinya sendiri tapi menjelang sampai di tempat tujuan Awi baru menyadari, apakah Dazey tahu tempat biasanya membeli tanaman? Laki-laki itu tak bertanya sama sekali padanya.

Motor laki-laki itu kemudian berhenti di depan sebuah ruang terbuka yang di dalamnya berisi banyak tumbuh-tumbuhan. Baiklah, jadi sebenarnya laki-laki ini tahu harus pergi kemana untuk membeli tanamannya.

"Lo bisa pergi sendiri, kenapa harus ngajak gue?" Tanyanya.

"Yang bilang gak bisa siapa?"

Mulai, Dazey mulai membuatnya jengkel lagi. Gadis itu memberi tatapan menghakimi pada Dazey.

"Gue bilang gak ngerti caranya belanja, bukan gak tau tempatnya." Dazey mengoreksi kata-katanya kemudian.

Awi berdecih malas. Apapun alasannya, semua akan terdengar menyebalkan bagi Awi.

Keduanya sama-sama berdiam diri di luar dan saling menatap. Awi menatap Dazey bingung, sementara Dazey menatap Awi seolah menunggu.

"Ngapain liat-liatan?" Tanya Awi heran.

"Duluan."

"Loh yang mau belanja kan lo!"

Dazey tiba-tiba menyurengkan alisnya. Dia sebenarnya tak tahan untuk tidak menoyor kepala gadis banyak omong di depannya ini. "Kan udah dibilang gue gak ngerti. Dodol!"

"Belanja tanaman doang?"

"Ya kalo bisa ngapain gue ngajak lo?"

"Astaga..."

"Jangan banyak omong." Dazey menarik bahu Awi dan membuat gadis itu berjalan di depannya dengan mendorongnya. Kalau terus berdebat, seharian tidak akan cukup. Memuakkan, kenapa dia harus bertemu makhluk berisik bernama Awi ini?

Awi tak habis pikir dengan kelakuan Dazey. Di sekolah laki-laki ini berlagak seolah manusia paling cerdas yang kata-katanya tak bisa dilawan akan selalu benar, seolah dia mengetahui cara kerja segala hal seisi dunia, tapi di sini dia bahkan tak bisa caranya belanja hal sesederhana tanaman padahal sudah diberi petunjuk oleh mamanya sendiri.

"Tanaman apa tadi kata Tante Fany?"

"Anggrek dan bibit bunga matahari."

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Dazey memperhatikan cara Awi bicara pada penjual tanaman. Dia mengikuti kemana arah si penjual berjalan untuk menunjukkan tanaman yang dimaksud. Ia menemukan anggrek berjejeran yang berbagai jenis.

Si penjual mempersilahkan Awi dan Dazey untuk melihat-lihat sebelum memutuskan sementara ia akan masuk untuk mengambil bibit bunga matahari.

"Mau anggrek apa?"

"Nggak tau."

"Loh kok nggak tau?" Awi mendelik. "Tanya dong."

"Semua yang terpajang di sini udah ada di rumah, kecuali itu," Balas Dazey sambil menunjuk anggrek berwarna putih dengan dagunya.

"Yakin?"

Laki-laki itu mengangguk.

"Gak mau tanya dulu?"

Dazey menggeleng. "Yang itu aja," jawabnya cepat.

Sulit memang bicara baik-baik dengan manusia jelmaan batu seperti laki-laki di depannya ini. Awi menghela napasnya mencoba sabar. Jika hari-hari dia bertemu Dazey dan selalu emosi, bukan tak mungkin dia akan menua lebih cepat. Sudah lah, ikuti saja. Salah atau benar, itu urusannya dengan mamanya, Awi tak mau ikut campur karena dia sudah bertanya lebih dari sekali untuk memastikannya tapi Dazey tetap keras kepala.

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now