Bab 6: Ide Gila

33 5 0
                                    

Ternyata gak semua ide bagus itu normal, ada juga yang bikin mual.
—Introvert yang masih cari calon pacar

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

"Tinggal berapa hari lagi deadline lo nunjukin pacar lo ke tante Mazaya?" Tanya Tiyu dari bangku belakang.

"Masih lama. Sekarang baru hari Rabu." Awi menjawab sambil terus menyelesaikan catatannya.

"Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, dan lo berharap ada seseorang yang mau pdkt sama lo dalam waktu empat hari?"

Awi berdecak dan menggeliatkan tubuhnya ketika Tiyu terus mencolek. "Emang kenapa sih? Repot amat urusan gue."

"Loh? Sebagai temen, ya kita cuma peduli. Kita mau bantu juga, siapa tau kita ketemu calon yang cocok." Tiyu berdiri dan memasukkan buku-buku serta alat tulisnya.

Semula Awi menghela napas seraya menutup buku catatan dan pulpen. "Cuma pacar, njir, bukan calon suami."

"Ya iya, pacar, kalo calon suami mah Tante Mazaya yang nyiapin kalo lo gak nunjukin pacar, bener apa nggak?"

Teman-temannya mengangguk setuju dan membuat Awi yang tengah membereskan buku-bukunya semakin tertekan. Bisa tidak teman-temannya ini tidak mengusiknya pasal deadline itu sehari saja?

"Kalo lo gak mau juga kita gak masalah, berarti artinya lo siap dijodohin kalo misalnya lo gak ketemu cowok yang mau jadi pacar lo dalam empat hari." Aretta masih belum lelah.

Awi memutar bola matanya. "Segitu pedulinya kalian ke gue, emang udah nemu siapa cowok yang cocok?"

Mereka menggeleng sambil tersenyum. "Tapi kalo lo setuju, ya kita bakal ikut usaha nyari juga."

"Terserah kalian deh. Mau ketemu ya syukur, nggak ketemu ya udah berarti gue dijodohin aja."

"Mau dijodohin?" Tanya Aimy.

"Sebenarnya nggak, tapi mau gimana lagi?"

Sefa mencubit pipi Awi. "Ya udah optimis dong, pasti ketemu kok."

Awi berdecak dan mendesah. "Ketemu atau nggak, itu keputusan Tuhan. Manusia cuma bisa berusaha."

Sefa, Aretta, dan Tiyu saling menatap dengan raut wajah tak meyakinkan. Berteman sejak kelas sepuluh, mereka tidak pernah menyangka Awi akan mengeluarkan kalimat seperti itu. Awi biasanya selalu manut pada isi pikirannya sendiri. Apapun yang menurutnya tak masuk akal, akan langsung ia lawan.

"Sejak kapan lo jadi melankolis gini?" Tanya Aretta heran.

"Bukan melankolis, tapi keputus asaan, paham?" Bantah Awi sebal.

Ya sudah lah, berdebat dengan Awi tidak akan ada habisnya bagi mereka karena Awi selalu menemukan celah agar ia terbebas. Sebagai yang paling rasional di antara para perasa, Awi tidak pernah kesulitan melawan pendapat.

Irisa baru saja kembali dari ruang guru setelah menyerahkan jurnal dan absensi kelas. Dengan wajah sumringah, ia menghampiri Awi seolah memiliki informasi menarik untuk dibagi.

"Awi, gue punya ide buat lo," bisiknya.

Awi menjauhkan tubuhnya seraya mengernyit. "Ide apa?"

"Pacaran sama Dazey."

"What?! Lo gila? Gak waras lo?" Awi masih sadar untuk tidka berteriak meski matanya sudah melotot seakan siap melahap siapapun.

"Ck, dengerin dulu, njir! Gue punya beberapa alasan kenapa ide ini bagus." Irisa menggandeng tangan Awi.

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now