Bab 1: Awali Hari Dengan Emosi

67 7 0
                                    

Kesukaan orang kan beda-beda, dari yang bertaraf normal sampai aneh. Respect, guys.
—Introvert melengking

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

"Peringkat pertama olimpiade sains nasional bidang fisika diraih oleh siswa atas nama Zayye Denishnandra."

Laki-laki berseragam putih-putih dengan dasi dan topi abu khas SMA berjalan tegap dengan mata yang dibalut kacamata menatap lurus dan tajam tepat ke depan tiang bendera disertai tepukan tangan dari para siswa lain, terutama dari deretan kelas sepuluh. Raut wajahnya nampak datar seolah dia sudah biasa mendapat penghargaan ini.

Di barisan siswa kelas dua belas, semuanya tampak biasa saja dan tepuk tangan ringan namun seorang gadis yang duduk di barisan kelas bahasa paling belakang bertepuk tangan dengan malas didukung pula ekspresinya yang tampak muak.

Awi menepuk bahu Aretta yang duduk di depannya. "Ta, ta...," panggilnya.

"Apa?"

"Lama-lama prestasi yang diraih sama Dazey kerasa biasa aja, njir. Gak ada istimewa-istimewanya sama sekali," ungkapnya mulai berjulid dengan ekspresi sebal.

"Lo doang kali yang ngerasa gitu. Liat tuh..." Aretta menunjuk beberapa adik kelas yang menatap Dazey di depan dengan tatapan kagum dan mendamba. "Fansnya dia banyak dan mereka selalu kagum sama apapun yang diraih Dazey."

"Lagian apa sih yang diliat? Mereka belum tau aja sifat aslinya kaya gimana," cibir Awi.

"Emang lo tau sifat asli idol lo kalo di belakang kamera kaya apa?"

"Ya iya lah! Idol gue mah jauh lebih baik di banding si songong itu." Suara Awi hampir saja terdengar oleh siswa di kelas lain saking kerasnya.

"Ck!" Aretta menoyor pipi Awi yang lumayan tembem itu. "Sok tau itu namanya. Selagi lo belum liat secara langsung sifat aslinya, berarti lo belum tau. Kabar-kabar yang cuma segelintir itu belum cukup membuktikan sifat asli idol lo," ceramah Aretta bak ibu-ibu.

"Kenapa lo jadi menghakimi gue gini, Ta? Tadi kan kita ngomongin si Dazong."

Aretta menghela napas pelan. Kebiasaan, Awi selalu punya argumen untuk mengelak. "Bukan menghakimi, tapi sebagai perumpamaan. Lo aja liat idol lo kaya gitu, nah fans Dazey pasti liat Dazey kaya gitu juga. Meskipun lo koar-koar bilang sifat aslinya Dazey jelek lah, ini lah, itu lah, tetep aja, orang bakal selalu percaya apa yang mereka ingin percayai."

"Dih bijak!" Awi malah bertepuk tangan dan tercengir setelah mendengar Aretta menasehati panjang lebar dan membuat Aretta memutar bola matanya.

"Kebiasaan!" Aretta memukul tangan Awi yang mengacungkan jempol padanya.

Awi terkekeh melihat ekspresi merengut Aretta. Dia memang suka menggoda teman-temannya hingga kesal. Bukan hanya Aretta, kadang juga Aimy, Tiyu, Sefa dan Irisa juga.

"Udah ada berapa drama penolakan si Dazey dari kelas sepuluh?" tanya Awi lagi maish belum selesai.

"Nggak tau." Aimy menjawab asal dengan tangan di atas dahi karena panas matahari hampir menyinari tempat di mana mereka duduk.

"Exactly! Banyak! Infinity! Tak terhingga! Tak terhitung!"

"Aduh alay!" Sembur Sefa tiba-tiba seraya memukul lengan Awi dari belakang.

"Apa sih, Sef? Nyambung aja."

"Heh, gue dari tadi nguping apa yang kalian omongin." Sefa melipat tangannya dan menatap Awi lekat kemudian menyipit. "Lo kenapa sih suka banget ngejulidin Dazey? Suka?"

Let's End It To The ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang