Bab 2: Siapa, tuh? Tetangga Baru?

41 7 0
                                    

Siapapun pasti gak akan siap ketemu orang yang dikenal dalam keadaan gak berbentuk alias jelek.
—Introvert yang ketemu musuhnya.

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

Baru saja ia menginjakkan kaki di dalam rumah, hidung tajamnya langsung digoda oleh wangi yang enak. Awi masuk dan buru-buru mencari sumber wangi tersebut dan ternyata berasal dari dapur. Tanpa pikir panjang dia mencomot satu buah donat yang sudah bertoping coklat, tapi sebelum meluncur ke mulut, tangannya dipukul.

"Kebiasaan! Cuci tangan dulu," titah sang mama.

Awi berdumel tapi tetap berjalan ke arah tempat cuci piring dan membasuh tangannya.

"Eh jangan ambil yang itu!" Mama Awi melarang gadis itu mengambil donat yang sudah diisi toping. Dia memberikan donat lain yang jauh lebih kecil dan belum isi toping. "Itu buat tetangga. Ini buat di rumah. Isi toping sendiri."

"Lah kok yang dikasih tetangga gede banget? Yang ini..." Dia mengangkat satu donat yang lebih kecil, "Udah kecil, jelek lagi bentuknya," ejeknya.

Sang mama seketika melayangkan jitakan ke dahi gadis itu. "Berapa kali mama bilang jangan ngejek makanan? Masih mending mama buatin. Kalo gak mau ya jangan dimakan," omelnya. Kini tahu kan sifat tempramen Awi berasal dari mana?

"Yee gitu aja marah. Gimana biar gak cepet keriput?" Gumam Awi tapi masih bisa didengar sang mama. Sontak saja wanita itu kini melotot.

"Masuk kamar!"

Awi melenggang begitu saja menuju kamarnya, namun belum sampai di depan, dia berhenti karena teringat sesuatu. "Ma, emangnya sejak kapan kita punya tetangga?"

"Kemarin malam."

"Rumah kosong yang di depan?"

"Iya."

"Ihhh padahal itu rumah angker." Awi meringis.

Sang mama menoleh cepat ke arah Awi. "Heh! Jangan ngomong sembarangan."

Awi bersikeras. "Aku gak ngomong sembarangan. Emang bener kok. Soalnya seminggu lalu, temenku yang indigo lihat cewek dress putih panjang, rambut panjang kemerahan diem aja lihat rumah itu dari halaman pas sore menjelang malam gitu," oceh gadis berambut hitam itu.

"Gak usah ngada-ngada. Jam segitu emang biasa ada yang nongol, tapi bukan berarti rumah itu langsung angker. Kamu kira rumah ini gak pernah didatangin makhluk kaya gitu?"

"Emang pernah?"

"Ya pasti lah. Namanya aja hidup berdampingan."

"Berarti setengah dari kata-kata ku tadi bener dong."

Sang mama hanya bisa menggeleng lemah seraya menghela napas. Sulit berdebat dengan anak gadisnya yang frontal ini. Ketika Awi sudah masuk ke kamar, dia mendengar mamanya berteriak, "Nanti bantu mama bawa donatnya ke tetangga."

"Gak mau! Angker!"

"ZAYAWI!"

~~~

Di sinilah dia sekarang. Gadis berbaju oversize dan celana basket SMP dengan rambut dicepol yang kini berdiri di belakang mamanya dengan wajah malas sekaligus takut. Dia terus memerhatikan lingkungan sekitar rumah ini ketika mamanya mengetuk pintu. Sejauh matanya memperhatikan, halaman rumah ini memang sudah jauh lebih rapi dari terakhir kali ia lihat. Tanaman-tanaman bertambah, rumput-rumput liar sudah hilang, petrichor dan aroma daun-daunan yang basah setelah disiram. Kalau boleh diakui, Awi memang tidak begitu merasakan hal angker lagi sekarang.

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now