Bab 21: Spill Tipis-tipis

22 3 0
                                    

Sekarang tau kan rasanya jadi bahan gibahan?
—introvert yang gak suka gak suka thriller

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

"Udah dengar belum?"

Biasanya yang mengatakan itu adalah Awi sebagai pembawa informan pertama ketika memulai sesi diskusi alias bergosip di antara 6 temannya. Kali ini yang mengatakannya adalah Tiyu. Aneh sekali, Tiyu jauh lebih introvert dari Awi, jadi bagaimana ia bisa mendapatkan informasi yang bisa dijadikan gosip? Apapun itu, Awi sedang tidak bergairah untuk bergosip di hari Senin ini.

"Apa? Ada topik apa lagi kali ini?" Tanya Sefa antusias. Ini lagi satu! Yang sampulnya tampak seperti wanita anggun, lemah lembut, kini bersemangat mendengar gosip dengan mata besarnya.

"Waktu hari Sabtu..." Awi yang tengah mendaratkan kepalanya di atas meja mendadak tegang. Rasa-rasanya, tak lama lagi ada bulir keringat muncul di keningnya, tanda bukan gosip yang baik. "Ryan sama gengnya liat Dazey lagi pacaran," tambah Tiyu sambil berbisik.

Tidak perlu berbisik juga lama-lama berita itu akan kesebar. Ryan dan gengnya kan sudah seperti pesan broadcast yang bisa tersiar kemana-mana dalam sekejap.

"Lo tau dari mana?" Tanya Irisa penasaran.

"Dari teman gue di kelas IPS lah. Gosip apapun yang muncul pertama di kelas itu, udah pasti akurat."

"Tapi mereka tau gak siapa pacarnya?" Tanya Aimy.

Tidak tahukan cewek-cewek ini kalau Awi bahkan menahan perutnya yang seketika mules karena deg-degan takut penyamarannya terbongkar?

"Nggak. Pacarnya pake masker. Awalnya mereka juga ragu kalo yang mereka lihat itu Dazey soalnya pake masker dan ... mikir aja, masa sih Dazey main ke tempat gituan? Biasanya juga dia paling malas ke tempat ramai yang gak ada faedahnya buat dia."

"Nah terus kenapa mereka menyimpulkan kalo itu Dazey?"

Tiyu berbinar ketika Aretta bertanya itu. "Kalian semua pasti tau kan jaket yang selalu dipake Dazey selain jaket almamater? Jaket yang dia pake dari kelas sepuluh!"

"Jaket parasut yang ... warna biru tua butek itu?" Tebak Irisa. Bukannya gimana, Dazey jarang memakai jaket itu ke sekolah, kecuali saat hari libur dan dia harus ke sekolah, juga ketika Dazey harus pergi ke rumah teman. Kenapa Irisa bisa tahu? Sebagai tunangan Nara, gadis ini memiliki peluang lebih banyak bertemu Dazey, jadi sedikit banyak tahu kebiasaannya.

"Ya iyaa itu! Gak ada jaket kaya gitu, yang sebutek dan selusuh itu, kecuali punya Dazey, jadi fix itu Dazey!"

"Apa sih! Dikira cuma Dazey doang yang punya jaket begitu?" Awi tak tahan dan ikut berkomentar.

"Ya ... Coba cari aja, Wi, ada nggak jaket yang kaya gitu? Gue yakin itu jaket lama yang kayanya sekarang udah langka."

"Mendadak pakar fashion nih?" Cibir Awi, menyebalkan.

"Jaket semacam Dazey itu sih mungkin masih ada, tapi yang modelnya udah hampir mendekati jaket ojek online senior ya kayanya cuma Dazey yang punya. Siapa juga cowok muda yang mau pake jaket begitu?" Sefa mendukung pendapat Tiyu mengenai jaket lusuh Dazey.

"Ck, lagian kalian tumben banget se-repot itu ngomongin Dazey? Emang kalo dia pacaran kenapa?" Gerutu Awi kesal.

Aretta terkekeh hambar. "Justru kita gak sih yang harusnya heran? Tumben banget lo belain dia? Biasanya kalo ngomongin Dazey, lo maju paling depan buat mengemukakan kejelekan dia, sekarang lo kenapa?"

Awi berdecak. Harusnya tadi dia diam saja pura-pura tidur dan tak ikut membicarakan Dazey yang tampaknya dipandang berbeda oleh teman-temannya-Awi membela Dazey. Kalau begini, Awi pasti makin terpojok. Lagi pula, kenapa juga dia harus memperdulikan Dazey sampai harus membelanya? Awi melakukannya tanpa sadar. Sebagai manusia, dia tidak suka mendengar manusia merendahkan manusia lainnya. Itu perbuatan baik, kan? Iya, dia hanya berbuat baik pada Dazey.

"Males. Lagian gue kan ngomongin dia karena rumor dia yang gay itu. Sekarang dia udah ketahuan punya pacar, artinya rumor itu gak benar dan gak ada alasan lagi buat gue ngomongin dia." Bagus, Awi berhasil mengeluarkan alasan yang fantastis. Ini harusnya bisa membuat teman-temannya percaya.

"Yakin? Nggak karena lo patah hati kan?" Goda Tiyu.

"Sekali lagi ngomong, gue sentil bibir lo!"

"Oh! Atau jangan-jangan pacarnya itu lo, ya!" Aimy menambahkan. Anak ini, sekalinya bicara, sangat berbahaya. Memang bagusnya Aimy diam dengan anggun saja bak putri keraton seperti yang tiap hari dia lakukan.

"Aimy, gak ada kah alasan yang lebih masuk akal lagi? Setelah sekian gunjingan gue buat Dazey, kenapa lo bisa mikir pacarnya Dazey itu gue?" Awi akan memojokkan putri keraton satu ini.

"Karena biasanya orang keliatannya benci itu, sebenarnya dia perhatian. Lo dulu gak pernah kehabisan bahan kalo ngomongin Dazey, artinya lo merhatiin dia banget, kan? Iya, gak, My?" Irisa mengangkat dagunya menatap Awi kemudian Aimy dan Aimy mengangguk dengan semangat.

"Ya udah terserah kalian deh! Gue gak ikut-ikutan! Gue ngomong salah, diem salah, nyanyi aja lah gue!" Awi yang frustrasi kemudian mengeluarkan ponsel dan headset-nya. Mencoba keluar dari topik pembicaraan teman-temannya agar hubungannya dengan Dazey gak terbongkar semakin jauh.

Tidak akan bagus hasilnya jika Awi terus terlibat obrolan tak berfaedah itu.

~~~

Hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu siswa-siswi SMA Bharata tiap tahunnya selain hari libur semester, rangkaian hari ulang tahun sekolah itu dimulai pada hari ini. Harusnya Awi senang, kan? Akhirnya dia bisa lepas dari bayang-bayang pelajaran untuk seminggu ke depan, tapi nyatanya motor miliknya tak mendukung kebahagiaan itu. Semua ban motor itu bocor! Entah apa yang Tuhan ujikan padanya hari ini. Kenapa harus hari ini?

Gadis itu melirik jam di ponselnya dan mendengus kesal. Jika meminta temannya menjemput, tak akan sempat dan hanya akan membuat mereka tetap terlambat. Gadis itu menatap lurus rumah di depannya dan menghela napas. "Have a good day, Zayawi yang manis," gumamnya ironis.

Betapa terkejutnya Dazey ketika mendapati Awi tersenyum lebar di balik pagarnya. Macam orang gila saja. "Ngapain lo di sana?" Tanyanya setengah kesal.

"Nebeng, ya!" Pinta Awi mencoba sok manis walaupun dia sendiri mual.

"Motor lo ke mana?" Dazey berjalan ke arah motornya.

"Bannya bocor, semua. Sial banget gue hari ini." Bibir Awi manyun-manyun.

"Kenapa gak sama temen?" Laki-laki itu bergerak membuka pagar dan membuat Awi minggir dari sana.

"Gak keburu. Takut telat. Kan ada presensi."

Dazey tak bersuara tapi dia melirik Awi penuh waspada. "Gak takut ketahuan?"

"Oh! Hehe! Untuk itu lah, gue pake ini!" Dia menunjuk jaket almamater yang ia pakai.

Dazey berdecak dan melangkah mendekati gadis itu hingga Awi beringsut. "Mau ngapain lo?"

Belum menjawab. Dazey malah menarik jaket Awi dan memasangkan resletingnya hingga mendekati leher. "Lo pikir gak bakal ketahuan kalo gak diresleting? Liat baju makanya," ketusnya.

Ah! Awi lupa! Hari ini dresscode mereka bukan seragam sekolah, tapi baju kaos kelas masing-masing—yang jelas warnanya berbeda-beda—dan bawahan rok abu-abu. Dazey benar, jika tidak diresleting, hubungannya dengan Dazey pasti 100 persen bisa segera terbongkar. Mudah saja. Tinggal mencari siapa di antara 25 anak kelas bahasa yang menjadi pacar Dazey.

"Thanks, pacar!" Dengan tidak tahu malunya Awi menyembur dan memasang maskernya. Itu harus. Wajahnya yang manis harus terlindung jika tak ingin terpapar komentar nyirnyir.

Dazey heran, kenapa Awi suka sekali memanggilnya seperti itu? Pacar? Memang orang-orang pacaran panggilannya seperti itu juga? Rasanya tidak nyaman tapi entah kenapa Dazey seakan terbiasa.

~~~

TBC.
Yang udah vote+komen, terima kasih banyak 💛. Buat yang belum, minta tolong, yaa 💛

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now