Bab 25: Ada Yang Baper?

29 2 0
                                    

(Lagu di mulmed juga bagian dari nostalgiaku sama HUT sekolah dan crush hehe...)

Jangan lupa vote dan komen 💛 Terima kasih sudah mampir, ya, teman-teman pembaca.

🌵📗🌵📗

Dazey kira dia mungkin bisa jatuh suka atau terpesona dengan lawan jenis yang memiliki kepribadian atau karakter yang mirip dengannya. Si ambis yang pendiam, pintar, lebih senang berkutat dengan buku ketimbang bergabung untuk bergosip ria. Namun sepertinya ia harus mempertimbangkan lagi untuk suka dengan tipe lawan jenis seperti itu karena dia justru merasa nyaman dengan keberadaan Awi yang super banyak omong. Awi yang tak segan berkomentar ketika ada yang tidak ia sukai. Awi yang bisa tiba-tiba nyeletuk ketika melihat sesuatu janggal di jalan contohnya ketika pasangan kekasih yang bertengkar di jalan atau seekor kucing yang membawa anak di mulutnya.

Mungkin ini yang namanya terbiasa. Awal-awal memang terasa sangat sulit, sama seperti dirinya dulu yang sulit untuk mulai terbiasa belajar rutin. Sulit menerima keberadaan Awi yang membuat dunia tenangnya menjadi lebih berisik. Dazey mengira manusia berisik seperti Awi akan sangat menyusahkan hidupnya. Tapi Awi berbeda.

Berpacaran dengan Awi pun Dazey kira akan merepotkan, tapi nyatanya juga tidak. Tidak, Dazey tidak bilang dia menyukai Awi, dia hanya merasa nyaman. Teman? Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan Awi di hidupnya. Teman yang berisik.

"Nih!" Awi keluar dari minimarket dan menyerahkan kantong kresek kepada Dazey.

"Apa ini?"

"Es krim, kan gue udah bilang gue traktir biar lo gak marah-marah lagi gara-gara ikut lomba yel-yel."

Dazey mendengus sambil menerima kantong kresek berisi es krim itu. "Gue gak marah-marah," sahutnya, ketus.

"Ya kalo gak marah, jangan judes gitu dong, ganteng," goda Awi.

"Awi!" peringat Dazey tajam.

Awi ternyata kebal. Dia tak gentar dengan suara Dazey yang rendah dan tajam. "Apa? Harusnya lo senang gue panggil ganteng. Masa mau gue panggil jelek? Ntar marah lagi."

"Bisa biasa aja, gak?"

Gadis itu tertawa kecil sambil menggeleng. "Nggak, soalnya seru liat muka lo merah gara-gara digodain."

Sial sekali! Kalau saja wajah Dazey tidak putih pucat, semburat kemerahan itu pasti tidak akan terlihat jelas. Bisa kah Dazey menarik kata-katanya bahwa ia nyaman dengan Awi? Sekarang Awi menyebalkan.

"Udah, udah, gue minta maaf. Jangan sampe lo benci gue gara-gara digodain gitu."

"Gue gak pernah benci sama lo. Gak ngerti kenapa bisa ada orang yang benci ke gue." Dazey sengaja menyindir Awi dengan kalimat keduanya.

"Okay, silahkan sindir gue kalo itu bikin lo gak marah lagi," respon Awi santai. Entah lah, Awi tidak lagi merasa kesal jika Dazey menyindirnya karena hitung-hitung ia juga merasa sedikit berdosa karena membenci Dazey tanpa alasan yang jelas.

Awi tiba-tiba mundur selangkah dari Dazey ketika ingat sesuatu. Dia memincingkan matanya menatap Dazey dan membuat laki-laki itu terheran. "Lo kenapa?" tanyanya.

"Kelas kita sama-sama masuk 6 besar, harusnya kita musuhan sekarang."

Jawaban konyol itu hampir membuat Dazey terbahak. Dia sontak mendorong kening Awi pelan. "Kalo gitu sekarang lo pulang sendiri aja." Respon itu mendapat tatapan tak terima dari Awi.

"Enak aja! Lo mau telantarin gue lagi? Dasar pacar gak bertanggung jawab," desis Awi meski terdengar serius tapi sebenarnya dia hanya bercanda dan Dazey sepertinya bisa menangkap itu. Buktinya laki-laki itu kini tersenyum. Senyum yang sangat-sangat jarang dilihat oleh siapapun, bahkan teman-teman satu gengnya sekalipun. Awi berani bertaruh, Nara pasti tidak pernah melihat Dazey tersenyum seperti sekarang.

Let's End It To The ZWhere stories live. Discover now