Bab 5: Takdir Katanya

30 5 0
                                    

Dari tetangga siapa tau jadi partner rumah tangga.
-Princess Introvert

Jangan lupa vote dan komen 💛

🌵📗🌵📗

Dari yang awalnya bersiul dan berdendang sebelum berangkat sekolah, Awi berubah sinis ketika membuka pagar karena dia melihat pemandangan yang tidak ia inginkan ada di depannya. Tanpa menyembunyikan kekesalannya. Dia segera menodongkan pertanyaan kepada seseorang yang kini ada di depan rumahnya.

"Ngapain lo di sini?"

Tanpa menjawab, Dazey yang berdiri dengan tangan di saku celana menunjuk arah belakang Awi dengan dagunya. Di sana mama Awi berdiri dengan senyuman seolah mengawasi. "Mama yang minta Dazey buat ajak kamu berangkat ke sekolah bareng-bareng," ungkapnya.

Awi beralih ke Dazey. "Terus lo mau gitu?" Tanyanya kesal.

"Kenapa nggak?"

"Kenapa nggak lo bilang? Enteng banget lo ngomong gitu. Gue mah nggak mau, ya." Gadis itu mengangkat bahunya ogah, kemudian berjalan ke arah motornya sebelum akhirnya dihentikan oleh sang mama.

"Awi, kamu gak bisa pakai motor itu, mama mau pergi."

"Kan ada motor lain." Awi menunjuk deretan dua motor lainnya.

"Semua bannya kempes."

"Hah?" Gadis itu segera mengecek ban dari dua motor itu dan benar saja, bannya kempes, ada pula yang bocor dan perlu ditambal. Awi menyipitkan mata dan merasa aneh karena kemarin rasanya dua motor ini masih baik-baik saja.

"Udah, kamu berangkat sama Dazey aja. Keburu telat kalo nunggu bannya dipompa."

Awi memberi tatapan curiga pada mamanya. "Kenapa mama gak kasih tau sebelumnya? Kan aku bisa antisipasi minta temenku buat jemput."

Mazaya mengangkat bahu seolah tak peduli. "Mama juga baru liat pas mau keluar."

Daripada menghabiskan waktu yang berharga untuk mencari jawaban atas kecurigaannya terhadap semua ban motornya yang kempes dan bocor tiba-tiba. Awi mengalah. Dia mengambil helm dengan kasar dan pamit kepada mamanya. Melihat waktu yang juga tampak mepet dan tidak memungkinkan untuk menunggu temannya menjemput, Awi berjalan ke arah Dazey.

Meski tanpa bicara, tapi raut wajah Awi sudah memperlihatkan bagaimana ia sangat kesal pagi ini dengan bibir manyun dan alis menekuk. Bahkan ia pun kesal karena kaitan helmnya sulit terpasang hingga akhirnya Dazey membantunya dengan sangat cepat.

"Makanya jangan cepet emosi," ujarnya kemudian dengan suara dingin.

Bukannya Dazey mau sok keren dan romantis, tapi dia tidak mau membuang waktu lebih lama lagi. Menunggu Awi keluar saja sudah lama apalagi sekarang harus menunggu redanya emosi gadis itu.

"Lo pikir gue bakal mleyot gitu dipasangin helm?" Sewot Awi.

Alis Dazey menekuk dan membuatnya memukul kaca helm Awi hingga tertutup meski pelan. "Yang berharap lo mleyot sama gue siapa?"

Semakin lah memuncak emosi Awi, tapi dia berusaha menahannya meski tangannya sudah mencak-mencak di udara seolah ingin memukul laki-laki di depannya ini.

Demi menjaga jarak, Awi duduk tegak dan berpegangan pada besi motor di belakang dan berusaha tidak kontak fisik dengan punggung Dazey walau punggung itu sudah dibatasi tas tapi hasilnya tubuhnya terjungkal kebelakang jika ia tidak segera meraih tas Dazey.

Awi seketika memukul pundak laki-laki itu. "Lo bisa bawa motor gak sih? Kalo gue jatuh ke belakang gimana?" Tanyanya emosi.

"Salah siapa gak pegangan?"

Let's End It To The ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang