#13 kain putih (Dey)

8 3 2
                                    

Hari itu gue merasa dunia gue hancur. Kakek yang gue kenal selama ini selalu sehat dan ceria di depan banyak orang ternyata menyimpan rasa sakit yang kita semua gak ada yang tau. Gue takut terjadi sesuatu sama kakek. Gue takut kakek nyusul almarhum papah. Satu-satunya laki-laki yang mencintai gue dengan tulus setelah almarhum papah hanya kakek.

"Kak". Ucap gue yang baru aja sadar ada kak Tian di sebelah gue.

"Mamah kemana?" Tanya gue.

"Ada tuh, lagi makan". Jawab kak Tian.

"Lo udah makan?" Tanya kak tian. Gue menggelengkan kepala pelan. Gue belum sempet makan apapun semenjak liat kakek masuk ruang UGD. Gak peduli perut gue sakit lah harus minum obat lah gue sama sekali gak kepikiran buat makan.

"Ini, makan dulu!" Ucap kak tian sambil kasih keresek hitam yang isinya ketoprak.

Gue makan ketoprak itu pelan-pelan. Kak Tian gak cuman beliin gue ketoprak tapi beliin gue air mineral juga.

"Khawatir juga butuh tenaga". Ucap kak Tian.

Gue menatap mata binar kak Tian.

"Kak".

"Aku mau peluk boleh?" Tanya gue. Kak Tian mengangguk pelan. Setelah mendapat persetujuan gue jatuh di dekapan kak Tian sambil nangis sejadi-jadinya. Gue peluk dia erat. Gue gak peduli dengan sifatnya yang cuek tapi sekarang gue bener bener lagi butuh pelukan seseorang. Kak Tian mengusap-usap kepala gue dengan halus. Seolah-olah laki-laki itu paham kalau yang gue butuhkan saat ini adalah seseorang yang memeluk gue.

"Kak".

"Iya?"

"Kakek bakal baik baik aja kan?" Tanya gue

"Iya Dey". Jawab kak tian.

"Kali ini aja gue izinin Lo buat peluk gue". Ucap kak Tian. Gue gak peduli mau Lo izinin hanya sekali ini atau engga yang penting sekarang gue butuh Lo ada disini nemenin gue.

Udah hampir setengah jam kak Tian gak ngelepasin gue. Gue juga udah capek buat nangis. Sekarang yang gue lakuin adalah gak lepas dari dekapannya sambil berdoa semoga gak terjadi sesuatu yang lebih parah sama kakek.

Gak lama kemudian pintu ruang unit gawat darurat itu pun terbuka lebar. Beberapa orang tenaga medis keluar sembari membawa ranjang yang berisikan pasien yang sudah ditutupi oleh kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya. Gue yang panik pun ngelepasin pelukan itu dan ngecek siapa orang dibalik kain putih itu?

"Tunggu! Saya mau lihat!" Ucap gue. Para tenaga medis yang membawa ranjang itu pun mempersilahkan. Gue membuka kain putih yang menutupi wajah itu pun dengan perlahan. Menampilkan sosok remaja perempuan berbadan gemuk dengan rambut kriting yang meninggal dalam keadaan tersenyum. Pasti perempuan ini adalah orang baik semasa hidupnya.

Gue baru bisa bernafas lega saat mengetahui kalau itu bukan kakek. Gak lama pintu ruang gawat darurat itu pun kembali terbuka lebar dan menampilkan sosok kakek yang dikelilingi oleh para tenaga medis yang membantunya serta beberapa peralatan medis yang melekat di tubuhnya.

Gue sama kak Tian mengikuti kemana mereka bawa kakek pergi. Sampai kami tiba di suatu ruangan dengan nuansa perpaduan warna coklat muda dan broken white. Sampai di ruangan itu kakek masih belum sadarkan diri. Gue duduk di kursi sebelah kakek lalu mengambil tangan keriput kakek dan menciumnya.

Gak lama kemudian mamah udah datang di ruangan kakek.

"Gimana kondisi kakek?" Tanya mamah.

"Belum ada perkembangan mah". Jawab gue.

"Dey, ini udah malam, kamu sama Tian pulang aja, gih! Biar kakek mamah aja yang jaga". Ucap mamah.

"Aku gak mau pulang, mah, aku mau disini aja sama kakek". Ucap gue.

"Dhea Angelia Nabilah, pulang!" Ucap mamah. Kalau mamah udah manggil gue dengan nama lengkap itu tandanya gue gak bisa bantah. Gue harus nurut apa kata mamah. Gue bangkit dan melepaskan genggaman tangan kakek.

"Kita pulang dulu, ya, mah". Ucap kak Tian.

"Kakek, besok Dey kesini lagi, ya. Kakek cepet sehat". Ucap gue.

Kemudian gue sama kak Tian keluar dari ruangan itu. Dan pergi menuju tempat parkir motor Tian. Kak Tian memasangkan helm ke kepala gue. Setelah itu motor ninja itu melaju kencang meninggalkan rumah sakit.

Keheningan melanda kita berdua. Sepanjang jalan gak ada obrolan sama sekali. Kak Tian yang sedang fokus dengan jalanan dan gue yang sibuk dengan pikiran gue sendiri. Kak Tian membelokkan motornya ke arah yang bukan tujuan kita. Gue yang sadar akan hal itu pun menepuk pundak kak Tian pelan.

"Kak, kita mau kemana?" Tanya gue.

"Udah ikut aja". Jawab kak Tian. Gue gak tanya apa-apa lagi. Gue ngikut aja kemana kak Tian mau bawa gue. Lima belas menit kemudian kita sampai di sebuah taman yang sudah sepi karena sekarang sudah jam sepuluh malam.

Di taman itu terdapat sebuah danau yang mengalir serta sebuah jembatan kayu yang berdiri di atasnya. Lampu-lampu hias yang menerangi seluruh taman. Dan beberapa perahu bebek yang bersandar di pinggir danau. Dan ada sebuah patung air mancur yang berbentuk kuda.

"Kita ngapain disini kak?" Tanya gue. Gak ada jawaban dari kak Tian. Laki-laki itu berjalan mendekati jembatan kayu dan matanya menatap ke arah danau. Angin kencang memainkan rambut laki-laki itu. Kemudian laki-laki itu memejamkan matanya. Wajahnya terlihat lebih ganteng kalau dari belakang.

"Kita sebenarnya mau ngapain sih kak?" Tanya gue.

"Kita disini aja dulu, sebelum pulang kita menikmati pemandangan dulu". Jawab kak Tian.

Gue berdiri di sampingnya. Menatap wajah kak Tian yang terlihat ganteng dari samping. Sadar sedang ditatap, kini laki-laki itu menoleh. Gue mengalihkan pandangan ke arah danau.

"Dulu, kalau gue lagi sedih gue selalu pergi kesini". Ucap kak Tian dengan nada lirih. Kalimat itu bikin gue bertanya-tanya. Sekarang kak Tian bawa gue ke tempat ini. Apa kak Tian lagi sedih ya?

"Kakak lagi sedih ya?" Tanya gue. Kak Tian menggelengkan kepalanya.

"Terus?" Tanya gue.

"Gue cuman mau kenalin tempat ini sama Lo". Jawab gue.

Mata gue terpaku sama perahu bebek yang bersandar di pinggir danau. Gue udah lama banget gak naik perahu bebek. Terakhir gue naik perahu bebek tuh sama almarhum papah waktu kecil.

"Kak, aku pengen naik itu". Ucap gue sambil menunjuk ke arah perahu bebek yang bersandar di pinggir danau.

"Perahu bebek?" Tanya kak Tian. Gue mengangguk pelan.

"Ya udah ayo". Ucap kak Tian.

Kak Tian membawa gue ke perahu bebek yang tengah bersandar gak jauh dari tempat kami berdiri. Kak Tian memegang tangan gue biar gue bisa naik dengan aman. Kemudian kami mengayuh pedal perahu bebek itu mengelilingi danau.

Meskipun gelap dan hawa dingin yang menusuk tubuh itu gak bikin semangat gue buat naik perahu bebek patah. Justru ini yang membuat gue lupa buat sedih. Kak Tian melepaskan jaketnya dan kasih jaket itu ke gue.

"Gue gerah, Lo aja yang pake". Ucap kak Tian sembari menyodorkan jaket denim yang dia pake dari tadi. Padahal disini dingin banget tapi bisa-bisa nya kak Tian bilang gerah.

Kita disini gak begitu lama. Cuman tiga puluh menit setelah itu kembali pulang ke rumah.

"Kak". Panggil gue.

"Hm?"

"Terima kasih untuk hari ini".

we got married Where stories live. Discover now