#32 nightmare (Dey)

7 3 16
                                    

Gue terbangun tengah malam. Gue mendapati diri gue yang tidur di samping kak Tian hanya dengan memakai pakaian dalam dan sebuah selimut yang menutupi tubuh kami. Gue terbangun karena mimpi buruk.

Gue duduk di kasur dengan kepala menyender ke tembok. Gue mengamati wajah kak Tian yang tengah tertidur pulas di samping gue. Gue menutupi tubuh gue dengan selimut. Kemudian gue memeluk lutut. Gak tau kenapa gue tiba-tiba jadi parno sendiri. Mata gue menelusuri seluruh area kamar yang gelap. Gue menatap ke jendela yang memperlihatkan pintu kamar gue. Bayangan sosok makhluk halus di mimpi menghantui khayalan gue.

Gue bener bener gak bisa tidur lagi. Bukan gak bisa sih, tapi gak berani buat tidur lagi. Gue takut memimpikan hal yang sama. Gue melihat ke sekeliling kamar yang berantakan abis kayak kapal pecah. Pakaian kami tergeletak sembarangan di lantai.

"Kenapa bangun?" Ucap kak Tian dengan suara parau. Kepalanya mendongak, dan menyipitkan matanya. Kayaknya kak Tian ini tipe orang yang sensitif pas lagi tidur. Ada suara atau ada yang gerak dikit dia bisa kebangun. Entahlah, mungkin karena dia memang terbiasa bangun malam karena harus memeriksa latihan soal muridnya dan melakukan pekerjaan lainnya sebagai guru les.

"Kak, aku takut". Ucap gue. Kemudian kak Tian menarik gue biar tidur lagi. Kemudian kak Tian menarik gue ke pelukannya.

"Kak, aku gak bisa tidur lagi". Ucap gue.

"Aku tidurin". Ucap kak Tian. Agak ambigu sih. Tapi maksud tidurin disini tuh bukan praktikum biologi tapi lebih ke kelonin gitu. Paham gak sih?

Kak Tian memeluk gue dengan erat. Karena kami sama sama hanya memakai pakaian dalam dan selimut sebagai penutup tubuh, gue bisa merasakan hangat tubuh kak Tian lewat sentuhan kulit secara langsung. Tangannya mengelus-elus kepala gue dengan lembut.

"Kak". Panggil gue.

"Hm". Jawab kak Tian dengan suara parau.

"Kakak sayang aku kan?" Tanya gue.

"Ada apa?" Tanya kak Tian.

"Gapapa". Jawab gue.

"Cuman nanya aja". Lanjut gue.

"Jangan bilang gapapa, coba cerita! Ada apa?" Tanya kak Tian sekali lagi.

"Takut". Ucap gue.

"Takut kenapa?" Tanya kak Tian.

"Nightmare". Jawab gue singkat. Gue membenamkan wajah di dada nya kak Tian. Tangan gue melingkar di pinggangnya dan menyentuh punggungnya. Tangannya masih setia mengelus-elus kepala gue.

Nyaman banget.

Perlahan gue mulai terlelap di dalam pelukannya.

***

Lima hari setelah itu, kita memutuskan untuk tidur satu kamar di kamarnya kak Tian. Kamar gue yang tadinya gue pake buat tidur sekarang di alih fungsi jadi ruang kerja sekaligus ruang makeup gue. Gue sama kak Tian sempat beli beberapa perabotan buat disimpan disitu tapi masih diletakkan seadanya, belum benar-benar rapih sesuai keinginan gue. Lemari tanam yang ada di kamar gue, gue jadiin tempat khusus buat simpan orderan yang lagi menunggu di pick up sama kurir.

"Baju kamu banyak juga. Apa kita pake dua lemari, ya? Satu lagi kita pake lemari excel yang kecil itu". Gue mengamati lemari tanam di kamar kak Tian yang udah lumayan penuh sama baju-baju kita.

"Iya, buat pakaian dalam sama baju-baju sehari-hari pake lemari excel yang ada di kamar kamu aja". Ucap kak Tian.

Kak Tian udah bersimbah keringat, sampai nembus ke kaos oblong abu-abu polos yang dia kenakan. Tadi dia bantu gue rapihin barang di kamar.

"Terus, itu buku-buku gimana? Satu lemari buku doang gak bakal cukup, soalnya kan buku-buku kita sama-sama banyak". Tanya kak Tian.

Gue menghela nafas, menatap lemari bukunya kak Tian.

"Apa kita bikin rak buku aja di ruang tamu? Kita bikin atau beli rak warna hitam polos gitu terus kita simpan di dekat sofa.

"Boleh tuh, jadi yang ini kasih orang aja". Gue memperhatikan lemari buku kak Tian yang ada di samping meja belajarnya.

"Terus kasur yang di kamar depan apa aku kasih orang aja ya? Soalnya itu kan mau aku pake buat kumpulin orderan yang belum di pickup sama kurir". Ucap gue.

"Iya, kasur sama lemari buku ini kasih ke rumah sebelah aja". Ucap kak Tian.

Gue inget banget dulu pas masih jadi pengantin baru gue sama kak Tian pergi ke rumah tetangga yang perabotannya cuman ada perabotan dapur sama kasur. Benar-benar polos gak banyak perabotan.

"Atau nanti kita beli rumah aja, gak usah yang mahal-mahal, beli yang 2m aja". Celetuk kak Tian.

"Ih, dikira beli rumah kek beli permen apa". Ucap gue sembari memukul pelan dada kak Tian.

"Siapa tau kan kita punya anak cewek, kan gak mungkin dia tidur satu kamar sama kita sampe dia gede". Ucap kak Tian.

"Anak pertama cowok, kak". Ucap gue.

Perdebatan jenis kelamin anak pun dimulai. Kak Tian cuman ketawa aja ngeliatin gue. Gak tau deh efek praktikum biologi semalam apa salah makan tadi pagi.

"Mau cowok ataupun cewek, selagi itu lahir dari rahim kamu aku gak masalah". Ucap kak Tian. Kak Tian mendekati gue perlahan. Gue mundur sampe mentok ke tembok. Laki-laki itu menyimpan tangan kanannya ke tembok.

"Mau lagi gak?" Tanya kak Tian.

"Mau apa?" Tanya gue.

"Itu, yang semalam". Ucap kak Tian.

"Masih pagi, kak". Ucap gue.

"Emang siapa yang bilang sekarang? Maksud aku kan nanti malam" Ucap kak Tian. Bibirnya tersenyum lebar. Matanya menelusuri seluruh area wajah gue.

"Sialan emang. Nanti siang mau temenin aku belanja ke supermarket?" Tanya gue.

"Ya harus dong, sayang, masa istri mau belanja suaminya gak ikut. Bisa bisa saldo di ATM aku habis kalau aku gak perhatiin belanjanya". Ucap kak Tian. Kak Tian nyengir.

"Sialan emang ni cowok satu ya! Gue kira mau romantis Lo". Gue melempar baju kotor yang semalam belum sempat gue taro di mesin cuci ke muka nya.

"Ampun Baginda ratu".


we got married Where stories live. Discover now