- 15

673 137 36
                                    

Ini perang. Kaizo dikabarkan meluncurkan salah satu ketapel pelontarnya dan berusaha menjebol benteng Pulau Rintis.

Mau tidak mau, suka tidak suka, aku yang masih ingin bermalas-malasan di ranjang sambil memikirkan ramalan itu wajib ikut serta menyuarakan semangat moril pada para resimen. Aku berkuda selama setengah hari ditemani Yaya—dia memaksa ikut, dan aku setuju, karena rasanya, keamanan terbaik baginya ialah duduk manis di sampingku—dan sampai ketika langit sudah gelap.

Aku kecapekkan. Tulang pinggangku sakit-sakit karena aku selalu bergerak terlalu banyak. Aku merindukan aktivitas santaiku di Grand Palace; menjaga pemakaman, menaburkan bunga Squill Siberia saat musim semi ke tanah kuburannya, duduk-duduk di posko pada pemakaman sambil bersenandung sekalian mengawasi apakah ada maling yang berniat membongkar kuburan untuk praktik nekromasi ilegal.

Aku turun dari pelana dan mengelus tulang rahang kudaku. Kuda ini baru. Katanya Gopal membelinya dari acara judi balap kuda. Lagi.

"Oh. Anu. Permisi, Ratu." Di tengah kesibukkanku, Marques yang sudah bersumpah akan melimpahkan kesetiannya pada Royal Family itu, Glacier, mengajakku bicara. Sekilas, aku memerhatikan Yaya. Anak itu berada tidak jauh dari sini. Perlu diketahui, besok Yaya ulang tahun. Aku menolak lupa karena tanggal lahirnya sama dengan milikku—hanya saja, aku lahir lebih cepat dua jam.

"Menganai Qually. Dia tidak ada dimana-mana." Glacier melaporkan.

Aku menggeleng-geleng, "Gesit. Seperti tupai. Andai aku tahu dia akan begini. Adalagi, Marques?"

Glacier mengedarkan pandang pada sekeliling. Ini area perkemahan front depan di benteng terluar Pulau Rintis. Tatapan Glacier berhenti pada Adudu yang tengah membakar jerami di tong berbahan seng dan duduk di dekat situ supaya memperoleh kehangatan. Tidak lama kemudian, Borara dan Vargoba ikut serta duduk dan mulai berceloteh mengenai Kirana—menghujatnya.

"Ayuyu memilih ... Adudu." Kata Glacier.

Aku terkesiap. "Duh, aduh. Ayuyu frontal sekali ya."

Aku tertawa dan melanjutkan, "kapan katanya si Adudu sanggup untuk meminang Ayuyu? Apa Adudu tidak banyak protes? Barangkali dia mencacimaki aku di belakang karena paksaan ini?"

Glacier menghembuskan napas berat, "dia malah senang."

Aku membisu sejenak.

"Oh,"

Aku mengeratkan jubah. Hari ini salju turun lagi. Sebagian rombongan kereta kuda yang mengangkut karavan akan sampai pada keesokan harinya karena gerombolan itu bergerak lebih lambat dari kavaleri.

"Kapan tepatnya Anda akan pulang ke Grand Palace? Besok ... ulang tahun ... Putri Yaya ... dan ... Anda, bukan?" Tanya Glacier, ragu-ragu.

"Memangnya ada yang merayakan ulang tahun saat kerajaannya tengah berperang sengit dengan tetangganya?" Aku mencibir. "Tapi aku berencana memilihkan Yaya perhiasan. Catat, Glacier, tidak ada selebrasi. Ini hanya di antara aku dan Yaya. Tiada orang lain."

"A-aku mengerti. Aku hanya ..." Glacier memasukkan tangannya ke sekat jas yang melapisi kemeja satinnya. Ia mengeluarkan wadah porselen sebesar telapak tanganku. Ia menerokanya. Di dalam sana, ada berbagai macam biji-bijian. Seperti gabah, beras merah, biji labu—aku tahu itu jelas biji labu, karena aromanya khas, dan aku punya pengalaman buruk dengan biji butternut sewaktu aku dimasaki cocolan roti oleh Yaya musim panas tahun lalu—dan sejumlah komoditi dalam pembuatan minuman vegetarian; barley, pepitas, dan biji rami.

Biji-bijian itu memiliki kontur seperti muesli. Mereka ditempel di permukaan porselen dengan lem, tersusun memenuhi permukaannya, dan membentuk motif bunga Squill Siberia. Bunga itu cukup ikonik di tanah kami. Bahkan seorang pedagang dari serikat pelayar di pelabuhan menjual Squill Siberia yang berserakan di Pulau Rintis menjadi pengharum kamar pot.

Boboiboy x Reader | The Untold Tale of SnowhiteOnde histórias criam vida. Descubra agora