Chapter 3

295 17 4
                                    

Jangan lupa vote yaa 🌻🌻😍
.
.
.
.
.









"Ya Allah, saat aku kehilangan harapan dan rencana, tolong ingatkan aku bahwa cinta-Mu jauh lebih besar dari pada kekecewaanku. Dan rencana yang Engkau siapkan untuk hidupku, jauh lebih baik dari pada impianku." - Ali bin Abi Thalib


"Silahkan," pinta Gus Ryan setelah ia membuka pintu mobil berwarna hitam yang membuat Vania semakin terkagum-kagum padanya. Pertama kali dalam hidup Vania merasa diratukan. Wanita mana yang tidak menginginkan perhatian lebih dan wanita mana yang tidak kagum pada lelaki baik budi pekerti serta kaya ilmu agama?

"Ya Allah, jika dia memang sosok lelaki yang membawaku menuju keridhoan-Mu, lelaki soleh dengan segala perilaku baiknya terhadap seorang wanita, maka ikatlah kami, Ya Allah. Sungguh hatiku terasa sangat damai ketika berada di dekatnya," batin vania dengan diselimuti kesedihan dan kebahagiaan yang berkecamuk menjadi satu.

"Ryan, lo mau bawa gue kemana?" tanyanya. Karena sungguh sejak tadi mobil yang mereka kendarai hanya berjalan tak tentu arah.

Gus Ryan hanya terdiam, tak memberi respon sama sekali. Beberapa menit kemudian, keduanya sampai di sebuah butik muslimah yang terkenal dengan abaya mewah. Kening Vania berkerut bingung, untuk apa Gus Ryan membawanya ke sini?

"Ryan, kita mau ngapain kesini? Lo mau beli baju buat siapa?" tanyanya.
Gus Ryan hanya diam, tak menjawab satu pun pertanyaan dari Vania. Vania mendengus kesal, dirinya sangat tidak suka dibuat penasaran seperti ini. Ditambah banyak pasang mata yang menatapnya heran bahkan sekaligus menyinyirinya secara terang-terangan karena pakaian yang ia kenakan cukup terbuka.

"Mbak, minta tolong berikan saya abaya lengkap dengan hijabnya. Lalu bawa wanita ini ke ruang ganti, minta tolong juga kenakan dia jilbabnya dengan baik," pesan Gus Ryan pada pelayan.

"Baik Mas, itu saja?" tanya pelayan tersebut.

Gus Ryan mengangguk pelan, "Ayo, kamu ikuti Mbak-nya dan ganti pakaian kamu," ujarnya sambil menatap Vania yang masih dengan wajah kesalnya.

Vania hanya menurut, mengikuti kemana dirinya akan dibawa oleh wanita dengan busana gamis dan cadar yang terpasang rapih menutupi sebagian wajahnya.

"Monggo Mbak, diganti dulu bajunya. Setelah itu saya akan bantu Mbak-nya buat pakai hijab," kata pelayan tersebut.

Vania kembali menurut. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya baginya mengenakan baju besar, atau lebih tepatnya abaya. Selama ini, dirinya hanya menggunakan tank top dan celana pendek atau jika ada pekerjaan mungkin hanya sekedar memakai pakaian dalam.

Tangannya sedikit ia kibaskan ketika abaya hitam itu terpasang apik di tubuhnya. Lalu ia melangkah keluar menghampiri pelayan yang bersamanya tadi. Pelayan itu lalu menghampiri Vania dengan senyum manisnya, meskipun tidak terlihat karena tertutup cadar.

"Masya Allah, gelis pisan, Mbak. Apalagi sekarang kalo disandingkan dengan hijab," pujinya. Lalu tangannya segera bergerak lincah memasangkan hijab segi empat yang menutupi kepala Vania hingga menjuntai ke bawah sebatas pinggang.

"Nah, sudah. Waduh, ini teh suaminya bakal suka banget sama Mbak-nya," kata pelayan tersebut.

"Suami?" Vania sedikit mencerna perkataan si pelayan. Ah, atau jangan-jangan pelayan ini mengira bahwa Gus Ryan adalah suaminya.

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now