Chapter 18

167 6 6
                                    

Happy Reading 🌻
Jangan lupa di vote yaa yeorobun
.
.
.
.
..







"Saat cacian dan hinaan membuatku rapuh, maka rapuh itulah yang mendekatkanku pada Rabbku. Kadang aku harus bersyukur dalam keadaanku saat ini, ragaku jatuh ke jurang kesedihan yang amat dalam, tapi hati dan keimananku menjulang tinggi menyapa Rabbku, karena dengannya hati menjadi damai.

“Ujian bagaikan surat cinta Allah untuk menyampaikan kerinduannya terhadap hambanya, karena dengan cara itulah Allah memanggil seorang hamba untuk senantiasa mengingat-Nya. Jangan terlalu membenci suatu masalah. La tahzan, innallah Ma’ana.

Selepas dari rumah Bi Tyas, Gus Ryan langsung menuju kamarnya. Bahkan laki-laki itu melewatkan makan malam. Ia membuka pecinya, sedikit menyisir rambutnya ke belakang. Kakinya melangkah menuju jendela yang langsung memperlihatkan pemandangan kota Bandung.

Ia kembali teringat dengan wajah sedih Vania ketika semua rahasia yang ia tutupi rapat terbongkar di hadapan semua santri dan di depan Umma dan Abi-nya sendiri. Gus Ryan merasakan hatinya yang begitu sakit ketika Vania mengira bahwa itu semua adalah ulahnya. Gus Ryan menatap langit yang nampak cerah dihiasi bintang malam, menghela nafas kasar karena rencana untuk meminang Vania gagal.

“Apakah ini ujian yang Engkau berikan kepada hamba untuk menjemput jodoh hamba, ya Allah?” Gus Ryan bergumam demikian.

Cklek

“Assalamu’alaikum Mas..”

Aisyah yang datang sambil membawa napan berisikan sepiring nasi goreng lengkap dengan minumannya dengan perlahan masuk ke dalam kamar sang Kakak. Dirinya dapat melihat Gus Ryan yang diam termenung sambil melihat kosong ke arah langit. Aisyah tahu bahwa Kakak laki-lakinya itu sedang patah hati.

“Mas, makan dulu toh. Umma tadi buatkan Mas Ryan nasi goreng,” bujuk Aisyah.

Namun Gus Ryan tidak menggubris sedikitpun. Dengan helaan nafas panjang, Aisyah melangkah mendekati Gus Ryan. Dilihatnya dari samping bahwa sang Kakak terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat.

“Aisyah sudah dengar cerita bahwa Umma nggak jadi ngasih restu ke Mas Ryan buat nikahi Vania. Aisyah akan tetap dukung kalian, terlepas dari bagaimana latar belakang kehidupan Mbak Vania ya, Ndak papa. Namanya masa lalu toh. Aisyah juga sudah coba ngomong sama Umma.” Vania sedikit menunduk dan menarik nafas dalam.

“Tapi Umma kekuh ndak mau ngasih restu.” Vania beralih menatap Gus Ryan, “Aisyah yakin yang ngebocorin tentang Mbak Vania pasti salah satu santri di pesantren ini. Aisyah dan Abi akan bantu Mas untuk meyakinkan Umma.”

Gus Ryan tersenyum melihat sang adik, “Makasih. Tapi bagaimana caranya Mas untuk meyakinkan bahwa yang membocorkan semua itu bukan Mas sendiri. Vania curiga pada Mas, Dek.”

“Mbak Vania curiga karena disana ada Mas pas waktu kejadian. Ditambah yang tahu tentang kebenaran dia ya cuma Mas. Kalau Mbak Vania menjauhi Mas sekarang, Ndak papa, biarkan dia sendiri dulu. Mas hanya perlu mencari cara untuk menuntaskan masalah ini, oke?” Aisyah menampilkan senyum manisnya.

Gus Ryan tersenyum mengangguk. Inilah yang sangat ia sukai dari adik kecilnya ini, selalu berpikir dewasa meskipun umurnya tak beda jauh dengan Vania. Hanya beda empat tahun lebih muda.

****

Pagi hari yang cerah, Vania terbangun dari tidur panjangnya. Sedikit merenggangkan tubuhnya karena terasa pegal akibat tidur terlalu lama. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, itu artinya dia tertidur hampir 15 jam lamanya. Tak sengaja netraya menangkap sebuah surat yang diletakkan di samping napan berisikan sarapan. Itu pasti dari Bi Tyas.

Mencintai Dalam Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang