Chapter 6

205 18 4
                                    

Enjoy Reading.
Don't forget to follow us in instagram @coretan_kila
.
.
.
.
.
.
.
.
.







Vania berjalan sambil menendang bebatuan yang ada di tanah. Hari kedua di pesantren sama sekali tidak merubah apapun dalam dirinya. Kebiasaan bangun terlambat, bahkan tadi saja hampir dirinya disiram air oleh petugas jaga. Bukan hal mudah bagi Vania merubah kebiasaan buruknya, terlepas dari kehidupan sebelumnya yang sangat suram.

Saat ini, Vania digabungkan dengan kelas tingkat dua untuk menyetor hafalan. Ingat kemarin Ustadzah Fatma memintanya ke aula untuk menyetor hafalan dari juz terakhir. Namun si perempuan nakal ini memilih tidak hadir dan malah tidur di kamarnya. Sekarang berakhir dengan dirinya digabung dengan kelas Zahra yang notabenya sudah tingkat atas darinya.

Namun lagi-lagi perempuan itu membuat ulah dengan tertidur di kelas, padahal dihadapannya ada Gus Ryan yang sedang menyimak beberapa santri. Gus Ryan tahu kali ini ada Vania di kelas mengajarnya, namun dia memilih abai karena mengingat peraturan yang ditetapkan Vania.

Terdengar bisik-bisik yang samar-samar, Gus Ryan mendengar tentang Vania. Namun saat ini dia memilih abai, memilih fokus untuk menyimak santri dihadapannya. Tapi semakin dibiarkan, santri di kelasnya semakin berisik. Hal itu membuat Gus Ryan sangat terganggu dan tidak suka.

"Ada apa ini? Kenapa semuanya ribut? Tidakkah kalian merasa bersalah mengganggu teman-teman kalian yang sedang konsentrasi menghafal?!" suara tegas Gus Ryan membuat semuanya terdiam tidak berkutik.

"Gus, Vania yang membuat teman-teman saya ricuh karena tertidur di kelas. Biasanya tidak ada seorangpun yang berani ribut di kelas Gus Ryan," ujar Zahra.

Gus Ryan mengalihkan pandangannya melihat ke arah perempuan yang sedang tertidur pulas di atas tumpukan buku. Terlihat tenang sekali, bahkan sampai terdengar dengkuran halus keluar dari mulut perempuan itu.

Gus Ryan menghela nafas dalam, "Bangunkan Vania, Zahra."

"Vania, bangun," Zahra menggoyangkan tubuh Vania agar gadis itu terbangun. Namun itu sama sekali tidak memiliki dampak. Hal itu membuat Zahra panas dingin karena tak sengaja melihat mimik wajah Gus Ryan yang terbilang sedikit menyeramkan.

"Vania, bangun. Ada Gus-" Zahra terpotong.

"Apaan sih Za, biarin gue tidur," lagi-lagi Vania tidak memilih untuk bangun dan malah memperbaiki tidurnya.

"Air," tegas Gus Ryan. Ingat, perintah Gus Ryan harus dituruti dan tidak boleh dibantah.

Lantas, seorang santriwati mengambil segelas air dari keran yang disediakan di depan kelas mereka. Lalu, air itu ia serahkan kepada Gus Ryan. Gus Ryan menerima air tersebut lalu memercikkan air tepat ke depan wajah Vania. Awalnya, Vania hanya sedikit mengernyitkan wajahnya karena merasa terganggu, namun untuk kedua kalinya Vania benar-benar terbangun karena merasa sangat terganggu.

"Ishh Zahra, apaan sih lo? Gue mau ti-" ucapan Vania terpotong saat melihat Gus Ryan berdiri dengan tegas, pandangannya ke arah lain, dan para santriwati yang menatap ke arahnya.

Vania mencari penjelasan dari Zahra, namun Zahra malah mengedikkan bahu acuh seolah tidak mau tahu. Sementara Gus Ryan memijat pangkal hidungnya, terlampau lelah menghadapi Vania yang selalu saja membuat ulah.

"Kamu bisa tidak jangan tidur terus?" Gus Ryan memijat pelipisnya, terlampau pusing dengan tingkah perempuan dihadapannya ini. "Vania, kamu sedang di pesantren. Kamu kesini untuk menuntut ilmu, bukan malah tidur terus. Kalau begini terus, mau jadi apa kamu nanti?!"

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now