Chapter 14

165 8 2
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.









Kumandang adzan maghrib sudah mulai terdengar saling bersahutan dengan masjid lain, segerombolan santri terlihat berjalan menuju rumah Allah dengan menggunakan sarung dan mukena masing-masing.

Setelah mengambil wudhu, Vania mengambil shaf paling depan diikuti oleh Mila. Belakangan ini dia selalu ditemani Mila, sementara Zahra, gadis itu seakan menjaga jarak dengannya.

Setelah muadzin menyeru iqamah tanda waktu sholat telah siap didirikan, Vania dan para santri yang lain mulai berdiri dan bersiap-siap menghadap Allah. Setelah selesai sholat dan zikir, dilanjutkan dengan setoran hafalan. Vania yang khusuk menghafalkan surah ketiga dari al-Quran, yakni surah Ali Imran. Beberapa ayat telah ia resapi dengan sempurna dan lebih abdolnya ia menghafalkan setiap ayat beserta artinya.

Seekor hewan membuat kefokusannya buyar seketika, kupu-kupu dengan warna yang amat cantik hinggap di mukena Vania.

"Masya Allah, indah sekali."

Ketika akan mencoba mengambil kupu-kupu itu, terbang menjauh dari Vania. Vania menaruh Al-Qur'an yang ia bawa di atas sajalah. Kakinya melangkah mengejar kupu-kupu yang menarik perhatiannya.

Vania tidak tahu kemana ia berjalan, seakan kehilangan kesadarannya kala itu, targetnya hanya satu: mendapatkan kupu-kupu cantik. Sampai dimana kupu-kupu itu berhenti dan hinggap di bunga yang tertanam disana. Vania mengambil kupu-kupu itu dan berbicara seolah kupu-kupu itu dapat mengerti apa yang ia ucapkan.

"Lo cantik banget. Kenapa harus keluyuran malam-malam gini?"

Vania menatap sekitar, tidak menyangka ternyata dia sampai di sebuah taman kecil yang terletak tak jauh dari masjid. Matanya melihat ke sebuah ruangan yang di dalamnya menyala lampu yang terang benderang. Tanpa rasa takut, Vania mendekat. Disana tertulis LAB SENI DAN DRAMA.

Ruangan itu jarang dipakai, hanya dipergunakan jika pesantren mengadakan acara besar atau mengikuti sebuah lomba. Vania masuk kedalam, sedikit bergidik ngeri karena ruangan itu sunyi sekali. Sedikit kagum karena ruangan itu nampak estetik dengan berbagai macam lukisan dan beberapa peralatan musik.

Brak

Vania kaget, buru-buru ia melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu. Meskipun Vania dikatakan tanpa kenal takut dan malu, tapi perempuan itu sebenarnya mempunyai kelemahan yaitu takut kegelapan.

“Woy! Siapapun lo, bukain pintunya!.” Vania dengan sekuat tenaga mendobrak pintu ruang laboratorium.

Cklek

Seketika ruangan itu gelap, tidak ada celah sedikitpun cahaya masuk ke dalam. Karena ruangan itu sengaja dibuatkan tanpa ventilasi. Tangan Vania bergetar hebat, dirinya tidak akan bisa bertahan jika dalam kegelapan.

“Bukain gue hiks…Bunda.. Vania hiks takut gelap.” Vania runtuh, dia mendekap lututnya dan duduk di dekat pintu. Tangisnya semakin menjadi kala mendengar suara adzan isya berkumandang.

Sementara di masjid, Mila kepalang bingung mencari Vania yang sejak beberapa menit yang lalu tidak terlihat batang hidungnya. Terakhir Mila lihat Vania keluar dari masjid, dia kira perempuan itu pergi ke toilet, namun ternyata sudah lebih dari 30 menit Vania tidak kembali. Kemana perginya Vania, yang jelas Mila sangat khawatir dengan temannya itu.

Setelah melaksanakan ibadah sholat isya berjamaah, seluruh santri kembali ke asrama mereka. Begitupula dengan Gus Ryan yang berjalan sendiri di tengah koridor. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Dan ajaibnya, tumben sekali dirinya ingin pergi ke arah timur dimana disana penghubung ruang laboratorium kesenian dan jalan menuju kebun belakang.

Mencintai Dalam Bayangan Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum