Chapter 30 - END

180 11 4
                                    

Happy Reading ❤
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.











Sudah satu jam setelah acara akad diberlangsungkan. Tamu undangan pun satu persatu maju bersalaman sekaligus berpamitan kepada pasangan Gus Ryan dan ah Ning Vania. Keduanya nampak tersenyum hangat ketika para tamu memberikan ucapan selamat. Tak jarang Vania mengeluh dalam hatinya karena kakinya yang terasa amat pegal ditambah dirinya yang diserang rasa kantuk berkepanjangan.

Bagaimana tidak, pukul tiga dini hari Vania sudah dibangunkan untuk bersiap-siap. Tipikal Vania yang mageran dan ngantukan trntunya sangat tidak cocok apabila perempuan itu bangun pagi-pagi hanya untuk make up.

"VANIAA...!!!"

Vania memejamkan matanya erat menahan malu karena Mila yang meneriaki namanya dari ujung panggung. Berlari kecil menghampirinya melewati barisan tamu yang sedang mengantri di belakang. Ia juga terkikik mendengar teguran dari tamu undangan untuk Mila. Setibanya di hadapan Vania, Mila lantas memeluk perempuan yang selama ini menghiasi harinya di pesantren. Mulai malam ini, mereka akan berpisah. Tidak akan ada lagi yang namanya bermain, kecuali Vania yang datang sendiri untuk menginap di asrama.


"Selamat ya, Ning Vania." Ujar Mila tersenyum. Ia menguraikan pelukannya, menatap sang sahabat dengan berbinar.

"Jadi istri yang baik buat Gus Ryan. Awas aja kalo Gus Ryan sakit hati karena kamu, aku ambil Gus nya terus tak nikahin." Ancamnya main-main.

Vania memutar bola matanya jengah. "Kayak suami gue mau aja sama lo," hardiknya

.
"Ya mau lah. Iya kan, Gus?." Mila menatap Gus Ryan untuk mendapatkan jawaban. Lelaki itu hanya menggeleng kepala dengan kekehannya.

"Tuh kan apa gue bilang." Vania tertawa melihat wajah kesal dari Mila. "Udah sana, liat tuh orang-orang pada nunggu mau salaman."

Mila berdecak pelan. "Iya-iya, jangan lupa buka kado dari aku hihi." Bisiknya pada Vania sebelum meninggalkan panggung.

Sepeninggalan Mila, Gus Ryan memandang sang istri yang nampak mengantuk. Terlihat dari gestur tubuh perempuan itu yang sesekali menguap atau mengedipkan matanya untuk menghilangkan kantuk. Maka, saat tamu undangan sudah terbilang sepi ia lantas membawa sang istri untuk duduk.

"Mengantuk, cantik?." Tanyanya dengan lembut. Vania yang mendengar panggilan manis itu pun mencubit lengan Gus Ryan.

"Apaan sih." Vania mengalihkan pandangannya tak mau menatap Gus Ryan. Bisa saja laki-laki itu akan mengejeknya karena melihat rona merah yang menyeruak di kedua pipinya. Gus Ryan terkekeh gemas melihat istrinya yang salah tingkah.

"Ryan, Vania kalian balik saja duluan ke ndalem. Biar tamunya saya dan Ustadzah Laila saja yang urus." Ujar Ustadz Mirza yang berdiri tak jauh dari mereka.

Gus Ryan mengalihkan pandangaan ke arah Vania. Vania yang seolah mengerti mengangguk. Lagipula ia merasakan tubuhnya sudah sangat lelah karena melakukan banyak sekali aktivitas pagi ini. Sebelum pergi, Gus Ryan dan Vania menyempatkan diri untuk salim kepada Umma Halimah dan Kyai Salim. Setelahnya Gus Ryan membantu Vania berjalan karena perempuan itu terlihat kesusahan dengan gaunnya.

Setibanya mereka di Ndalem, keduanya dikejutkan dengan Zahra yang sudah diikat tangan dan kakinya dengan posisi duduk di kursi kayu. Dihadapannya terdapat Ustadz Agam dan Bi Tyas. Lantas Gus Ryan bergegas menghampiri keduanya meninggalkan Vania yang masih diam memandang kearah Zahra.

"Astagfirullah, ada apa ini?." Gus Ryan bertanya kepada dua sahabatnya yang tertunduk dihadapannya. Ustadz Agam lantas bangkit, terdengar helaan nafas berat darinya.

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now