Chapter 20

168 9 6
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.









Vania mendengus kesal karena dirinya yang sudah jengah belajar hadist. Ia melihat ke arah dinding. Masih tersisa tinggal lima belas menit lagi ia akan keluar main. Vania melipat kedua tangannya di atas tumpukan buku tebal yang ia pelajari selama tiga jam lamanya.

“Wihh sejak kapan ini make gelang?. Gelang couple ya?” tanya Mila yang melihat gelang hitam di tangan Vania.

“Iya gelang couple.”

“Ciee siapa nih?.”

“Udah sana ah, gue mau tidur.” Mila menatap jengkel ke arah Vania. Apa susahnya tinggal memberitahu dirinya?.

Kring kring

“Baik kita cukupkan kelas hadist hari ini dan jangan lupa untuk menghafalkan tugas kalian. Minggu depan saya akan tagih, assalamu’alaikum.” Ustadzah Laila selaku guru hadist pun keluar meninggalkan kelas.

“Mil kantin yuk. Gue pengen makan bakmie nya Mbok Sarah. Asli itu enak banget” ujar Vania dengan tatapan binarnya.

“Ayo.”

“Za, lo mau ikut nggak?” tanya Vania kepada Zahra yang sedang membereskan bukunya.

“Udah yuk, ngapain ngajakin orang yang munafik kaya dia.”

“Mil, apa-apaan dah.”

“Ya emang bener dia munafik. Yuk ah kita ke kantin.” Mila pun menarik lengan Vania dan membawa perempuan itu menuju kantin.

Zahra yang sejak tadi bungkam pun mengepalkan jemarinya. “Awas saja kalian berdua.” Ujarnya seraya pandangannya yang menatap nyalang ke arah Mila.

Sesampainya di kantin, Mila dan Vania langsung memesan bakmie kegemaran Vania. Mereka mengambil tempat duduk di tempat seperti biasa, yaitu barisan paling depan pojok kanan berdekatan dengan meja kasir. Tujuannya agar mereka mudah untuk membayar. Oh ya, soal uang jajan Vania belakangan ini perempuan itu tidak pernah menerima kembali uang dari Gus Ryan. Biasanya laki-laki itu akan menitipkan minimal tiga ratus ribu rupiah perminggunya. Mungkin Umma Halimah sudah melarang Gus Ryan juga untuk memberikan Vania uang saku.

Untungnya Vania masih memiliki sisa uang yang ia simpan selama beberapa bulan, itu lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya selama di pesantren. Lagipun makan sudah ditanggung, jadi Vania akan menggunakan uangnya sesuai kebutuhan saja.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam, AAA..” Mila segera membungkam mulutnya karena suara teriakannya membuat seisi kantin menatap aneh ke arahnya.

Lagian bagaimana tidak, dihadapannya terdapat Gus Ryan, Ustadz Agam dan Ustadz Mirza disana. Ketiganya tumbenan sekali menuju ke kantin, tapi mungkin untuk Ustadz Agam Mila tidak terlalu kaget karena memang laki-laki itu sering ke sana untuk membeli makanan.

Vania memukul lengan Mila. “Bikin malu aja lo.”

Gus Ryan terkekeh pelan, ia lalu mengambil tempat duduk di depan Vania. Laki-laki itu menatap sedikit ke arah Vania lalu melemparkan senyuman manisnya. Ia juga melihat gelang yang sama yang dikenakan Vania terpasang apik di lengannya.

"Udah dong senyum-senyum nya. Pesenin gih makanan, sudah lapar kami berdua ini” ujar Ustadz Agam.

“Pesan sendiri.”

“Wuu tau gitu teh nggak saya mau tadi nemenin sampeyan ke sini. Katanya tadi mau di traktir.” protes Ustadz Agam.

"Saya bercanda. Mbok Sarah, bakso nya tiga sama teh manis nya juga ya."

Mencintai Dalam Bayangan حيث تعيش القصص. اكتشف الآن