Chapter 16

140 6 1
                                    

Happy reading 🌹
.
.
.
.

.
.







“Bagaimana persiapan terkait acara besok, Agam?.”

“Alhamdulillah, sudah 90 persen sudah siap, Kyai. Perlengkapan terkait panggung, sound, dan yang lainnya sudah saya optimalkan. Tinggal menunggu konfirmasi terkait banyak konsumsi yang diperlukan,” ujar Agam yang ditugaskan sebagai koordinator acara.

Kyai Salim mengangguk, “Ryan sudah memberikan dananya?.”

“Sudah, Kyai.”

“Pastikan tamu tidak kekurangan konsumsi. Dan di mana Ryan?” tanya Kyai Salim, karena sejak tadi laki-laki itu tidak terlihat batang hidungnya.

“Assalamu’alaikum.”

Dari arah pintu terlihat sosok laki-laki datang dengan mengenakan jas formal. Suara pantofelnya mendominasi terdengar nyaring. Senyumnya merekah kala memasuki rumah, tak lupa jidat paripurnanya terpampang jelas membuat ketampanannya bertambah dua kali lipat.

“Wa’alaikumsalam. Sudah kemana toh, le?.” Tanya Kyai Salim.

Gus Ryan terlebih dahulu menyalami sang Abi. “Tadi ada rapat pertemuan dengan kolega dari Prancis. Mereka mau ajak kerjasama terkait suatu proyek. Yo, Ryan terima saja, untungnya juga lumayan,” jelasnya lalu duduk di sebelah Kyai Salim.

“Pantes sampeyan make jas, wong habis dapat uang,” celetuk Agam.

“Alhamdulillah. Lumayan, ki, lima ratus juta untungnya.”

“Ini, Umma, Ryan dapat proyek dari Prancis.”

“Opo, ki, Nak, lima ratus juta?.” Umma Halimah bertanya seraya membawa teh yang ia buat tadi.

“Walahh, kamu terima, Nak?.”

Gus Ryan mengangguk. Memang banyak kolega dari negara luar yang ingin bekerjasama dengan perusahaannya. Dilihat dari setiap kolega yang bekerja sama dengan perusahaan milik Gus Ryan selalu berhasil dan mendapatkan keuntungan banyak. Itulah yang sampai menyebabkan Gus Ryan dijuluki sebagai Gus tajir kaya raya.

“Agam, bagaimana persiapan acara besok?.”

“Alhamdulillah, sudah mantap. Tinggal menunggu konsumsi.”

Gus Ryan mengangguk. Ah, dia jadi teringat terkait hal yang sangat perlu ia bicarakan dengan keluarganya. Gus Ryan sudah tidak bisa menunda lebih lama lagi. Gus Ryan takut jika sampai haknya diambil oleh orang lain. Jadi alangkah baiknya ia bicarakan sekarang, mumpung keluarganya sedang berkumpul.

“Abi, Umma, ada yang ingin tak sampaikan.”

“Ada apa, Nak?.”

Ustadz Agam seolah mengerti situasi pun bangkit, “Kalau begitu, saya pamit, Umma, Kyai. Ry--.”

“Diem saja disini. Kamu juga gapapa tau soal ini,” ucap Gus Ryan membuat Ustadz Agam duduk kembali.

Kyai Salim kembali menatap Gus Ryan, “Ingin bicara apa?.”

Gus Ryan menarik nafas dalam. “Ryan akan meminang salah satu santri di sini. Kalian pasti sudah tidak asing dengan dia. Ryan sudah tidak bisa menunda lagi, Ryan ingin bersamanya, Abi, Umma. Jadi Ryan meminta restu kalian untuk mengizinkan meminang perempuan pilihan Ryan.” Dalam satu tarikan nafas, Gus Ryan berhasil mengeluarkan apa yang menjadi isi hatinya.

“Ustadz Agam mengerti siapa perempuan yang dimaksud, temannya pun tersenyum. Sementara Kyai Salim dan Umma Halimah masih terdiam. Kyai Salim lantas menatap dalam indera putra sulungnya itu. Dapat ia lihat jelas ada ketulusan yang sangat besar disana.

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now