Chapter 19

117 3 0
                                    

Happy reading 🤩
Jangan lupa di vote yaaa
.
.
.


.
.
.
.










sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika allah mencintai suatu kaum, maka dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia akan meraih ridho allah. Barang siapa yang tidak suka, maka allah pun akan murka.” (HR.Ibnu Majah no.4031, hasan kata syaikh al albani).

Di sebuah ruangan tepatnya ruang khusus untuk pimpinan Yayasan. Terdapat Gus Ryan yang tengah uring-uringan memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa menemui Vania. Belakangan ini juga sang Umma yaitu Umma Halimah seolah-oleh selalu mengawasi segala pergerakannya. Setiap hari dirinya akan ditanyai jika hendak keluar dari ndalem.

Dia lantas mengambil pecinya dan melangkah keluar dari ruangan itu. Matanya bergeliya mencari sosok yang sudah dua hari ini menghindarinya. Namun entah kenapa langkahnya membawanya menuju jalan ke kantin. Beberapa santri menyapanya, namun Gus Ryan tidak menanggapi sama sekali.

Sampai dimana ia tiba di ujung pintu kantin. Siluetnya menangkap Vania yang tengah makan bakso bersama dengan Mila. Perempuan itu nampak menikmati makanannya dengan hikmat. Gus Ryan tersenyum karena Vania terlihat lebih baik dari dua hari terakhir mereka bertemu.

“Assalamu’alaikum Gus.”

Gus Ryan tersentak kaget karena melihat Ustadzah Fatma yang berdiri sambil menatap bingung ke arahnya. Karena Gus Ryan yang memang notabenya sama sekali tidak pernah ke kantin pesantren.

“Wa’alaikumsalam.”

“Gus ngapain di sini?” tanya Ustadzah Fatma.

Gus Ryan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Saya.., saya mau beli es cendol.”

“Nggak ada yang jualan es cendol Gus. Yang ada teh Cuma es kuwut, es dawet, sama es serut.”

“M-maksud saya es dawet. Umma lagi pingin itu.”

Ustadzah Fatma mengangguk percaya. “Yowes ayo barengan, saya juga mau beli.”

Gus Ryan mengangguk kaku. Lalu keduanya pun memasuki area kantin yang nampak sedikit ramai. Terdengar bisik-bisik dari para santri yang tengah menghabiskan waktu istirahat mereka disana. Sekaligus Vania yang hanya menatap ke arah Gus Ryan dan kembali menundukkan pandangan.

“Loh tumbenan sekali Gus Ryan mampir kesini.” Ujar Mbok Sarah selaku wanita yang sudah lama menjadi penjual tetap di kantin Darul Jami’.

“Nggeh Mbok. Saya mau beli es dawet nya dua buat Umma.”

Mbok Sarah mengangguk dan menyiapkan pesanan milik Gus Ryan. Gus Ryan tak henti-hentinya menyudutkan pandangannya ke arah Vania yang duduk tak jauh dari tempat ia berdiri. Ustadzah Fatma yang berada di sebelah laki-laki itu terkekeh geli karena melihat Gus nya yang tengah memperhatikan santrinya yang tengah asik memakan bakso.

Ustadzah Fatma tahu bahwa Gus Ryan sebenarnya jatuh cinta dengan Vania. Santriwati yang dikenal dengan kenakalannya itu berhasil menyita perhatian sosok Gus Ryan. terlepas dari bagaimana dia memperlakukan Vania, Ustadzah Fatma semakin yakin bahwa Gus Ryan memang sudah menaruh hati pada perempuan itu.

“Ini pesanannya Gus.”

Gus Ryan lalu mengambil es dawet yang sudah dibuatkan, lalu memberikan uang sepuluh ribuan kepada Mbok Sarah dan berpamit duluan kepada Ustadzah Fatma. Sempat untuk mencoba mencuri perhatian Vania, namun perempuan itu enggan untuk melihat.

Dengan perasaan gelihahnya, Gus Ryan dengan tidak semangat memasuki area rumah ndalem. Laki-laki itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa, ia melepas pecinya lalu melemparnya ke seberang arah.

Mencintai Dalam Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang