Chapter 8

205 15 5
                                    

Enjoy Reading!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.





 Pagi ini adalah hari yang dinanti oleh para santri pesantren Darul Jami'. Hari ini akan diadakan bazar tahunan yang dilaksanakan enam bulan sekali dan tentu bertepatan dengan perayaan ulang tahun Gus kesayangan mereka yaitu Gus Ryan. Para santri akan berbondong-bondong untuk memberikan hadiah. Dan pesantren selalu memberikan para santri bonus dengan memberikan libur selama dua hari lamanya.

Sebagian dari santri akan memanfaatkan bonus itu untuk pulang ke kampung halaman mereka, bertemu sapa dan melepas rindu. Dan ada juga santri yang memilih menetap di pesantren untuk menyelesaikan tugas mereka agar segera wisuda.

"Perhatian, perhatian! Kepada semua santri dan santriwati pondok pesantren Darul Jami dimohon untuk segera ke lapangan."

Semua orang berbondong-bondong ke lapangan. Ribuan santriwan dan santriwati membuat shaf dan duduk dengan rapi, terlihat semua orang telah bergembira hari ini karena mereka tahu bahwa mulai besok mereka akan libur.

"Hari ini adalah hari yang paling dinanti oleh kita semua. Dimana kita akan mengadakan bazar selama seharian penuh, dan nanti tepat pada pukul sepuluh pagi kita akan memotong tumpeng sebagai perayaan ulang tahun ke dua puluh delapan Gus Ryan."

Seluruh santri bertepuk tangan mengucapkan selamat kepada Gus Ryan. Sementara laki-laki itu hanya tersenyum tampan dari kejauhan.

"Sekarang kalian pergi ke stand masing-masing untuk mempersiapkan keperluan kalian. Karena bazar kali ini dibuka juga untuk umum, diharapkan bagian keamanan untuk tetap memantau demi kenyamanan pengunjung. Baik itu saja dari saya, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh."

Atas perintah ustadzah Fatma, maka seluruh santri pun berbondong-bondong menuju ke stand mereka masing-masing. Vania yang sedang duduk di barisan paling belakang terlihat bodo amat dan malas bergerak. Ia sengaja memisahkan diri dari Zahra dan Mila agar memudahkan untuk kabur. Dengan cepat Vania berdiri dan memilih menuju ke kamarnya saja.

Dari kejauhan, laki-laki berpeci putih memperhatikan gerak-gerik Vania. Dia adalah Gus Ryan yang sejak awal acara tatapannya selalu mengarah ke Vania. Gus Ryan nampak khawatir melihat Vania yang sejak tadi terlihat lesu dan tidak semangat. Apakah perempuan itu belum sarapan?

Sesampainya di kamar, Vania berjalan menuju laci yang berada di sebelah tempat tidurnya. Tangannya bergerak mengambil sebuah buku kecil yang selalu ia jadikan tempat bercerita kala malam tiba. Tidak ada yang pernah melihatnya, karena Vania akan menulis saat semua orang sudah tertidur pulas.

Kakinya lalu kembali melangkah keluar kamar, tujuannya kali ini taman belakang yang berada tak jauh dari kamarnya. Di sana adalah tempat yang sekarang menjadi tempat favorit Vania. Perempuan itu mendudukkan bokongnya di bawah hamparan rumput yang halus ditambah redupnya suasana panas karena dilindungi oleh pohon cemara yang menjulang ke atas.

Vania menghembuskan nafasnya dan mulai menulis keluh kesah yang ia hadapi selama ini. Sejak dirinya masuk pesantren, Vania merasakan banyak perubahan dalam dirinya. Hatinya selalu merasa tenang, bahkan pikirannya bisa lebih terkendali dibandingkan sebelum ia masuk pesantren. Vania tersenyum kala mengingat dirinya yang baru pertama kali masuk pesantren dengan perlengkapan seadanya. Dirinya sungguh sangat berterima kasih karena dipertemukan dengan Gus Ryan.

Laki-laki itu memberikan banyak perubahan pada sikap Vania meskipun belum sepenuhnya. Laki-laki tampan itu sangat mengistimewakannya, dilihat dari perhatian Gus Ryan yang selalu memenuhi semua keperluan Vania. Apalagi masalah uang jajan, kadang Gus Ryan akan menitipkan uang belanjanya melalui umma Halimah. Vania terkadang merasa malu dan tidak enak, karena semua fasilitasnya ditanggung oleh laki-laki itu. Sungguh Vania sudah sangat jatuh pada sosok tampan dan baik hati seperti Gus Ryan.

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now