Chapter 21

118 8 0
                                    

Happy Reading 🌹
.
.
.
.
.
.

.
.












katakanlah, wahai para hambaku yang telah menzalimi dirinya sendiri, janganlah kalian berputus asa dari Rahmat allah. Sesungguhnya allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya allah maha pengampun dan maha penyayang.” (Az-Zumar:53)

Mentari pagi telah bersinar dengan terangnya. Hujan tadi malam membuat pagi begitu segar. Ya….cuaca hari ini sangatlah cerah. Terlihat awan putih yang menggantung indah diatas langit dengan kicauan burung yang terdengar ramai bersamaan dengan ributnya kelakson mobil yang kini parkir dihalaman ndalem, tamu dari probolinggo datang untuk silaturahmi.

Sosok lelaki yang sama tampannya dengan Gus Ryan. Namanya Muhammad Wildan Widjaya, putra pertama dari keluarga Kyai Wija. Wildan dulu adalah sahabat karib dari Gus Ryan, ia juga sering di panggil sebagai Gus. Pondok pesantren milik Abi nya pun tak kalah sama dengan pesantren Darul Jami'. Keduanya dibilang sangat akrab, sebab Gus Ryan maupun Wildan sama-sama pernah menempuh pendidikan di Kairo, Mesir.

Kini keduanya sudah sama-sama sukses. Berbeda dengan Gus Ryan yang menjadi CEO perusahaan terkenal, Wildan memilih untuk menjadi guru saja di pondok pesantren milik Abi nya. Dia pernah ditawari untuk bekerja di kantor Gus Ryan, namun laki-laki itu dengan sopan menolak tawaran itu. Alasannya simpel, Wildan tidak mau mengurus pekerjaan yang akan membuatnya pusing tujuh keliling. Itu sebab nya ia lebih memilih menjadi guru tetap saja.

“Hai apa kabar?” Gus Ryan menyapa dengan senyum tipis nya.

“Alhamdulillah baik, ente gimana?," Wildan bertanya balik.

“Alhamdulillah."

Wildan mengangguk, ia mengambil cangkir kopi yang disediakan Umma Halimah tadi. "Gimana kerjaan ente di kantor?, lancar?."

"Ya gitu, tapi belakangan ini lagi sibuk karena minggu depan ada proyek dari luar negri yang harus saya urus."

"Sesekali healing lah Ryan, selama pulang dari Mesir ente kayak sibuk terus."

"Ya mau gimana toh Wil, udah tanggung jawab saya sebagai pemimpin."

Wildan mencibir, "Iya deh si paling pemimpin."  Gus Ryan menggeleng kepala terkekeh melihat raut wajah Wildan. "Oh iya, kapan nih ente nikah?"

"Tinggal sebentar."

Seketika raut wajah Wildan menjadi serius. "Ente yang bener?, emang udah ada calon?. Sejak kapan?, kok ente gak cerita?" pertanyaan bertubi-tubi dari Wildan membuat Gus Ryan menatap jengah.

"Satu-satu nanya nya, saya bingung mau jawab yang mana."

Wildan menampilkan cengirannya, "Yowes lah, jawab yang ini dulu deh. Ente emang udah ada calon?."

Gus Ryan mengangguk. "Udah"

"Dari mana dia?."

"Santri disini."

Lagi, Wildan menampilkan wajah kagetnya. Tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini. Bisa-bisa nya menggebet santri sendiri.

"Ente beneran cinta sama tuh cewek?." tanya Wildan memastikan.

"Cinta mati."

Wildan sedikit tergelak. Mendengar Gus Ryan mengatakan bahwa dirinya cinta mati dengan perempuan yang beruntung itu. "Ah!, ente bisa aja. Sejak kapan kenal Namanya kasmaran?. Secantik dan sesolehah apa sih  perempuan itu sampai bisa menaklukan hati seorang gus ryan, yang sudah menolak perempuan yang pernah ane tawarin."

Mencintai Dalam Bayangan Where stories live. Discover now