03 Serangan Tak Mematikan

22 20 0
                                    

Sebulan telah berlalu semenjak Titania dan Miranda berada di Putri Salju sebagai prajurit Whitegard.

Hari telah menjelang sore saat Titania nampak berlatih dengan belajar cara menahan serangan yang benar.

"Cukup!" ucap Gavern, dan Titania menghentikan serangannya. "Bagus. Sekarang kau sudah menguasai dasar-nya. Dengan ini kau resmi menjadi seorang ksatria."

"Eh?" Titania cukup kaget mendengarnya. "Benarkah!?"

"Ya. Untuk selanjutnya kau bisa berlatih sendiri atau ikut yang lain. Tapi aku harap kau mengurangi latihan malammu itu. Kau harus istirahat yang cukup."

"Ah!" Titania agak terkejut Gavern mengetahui latihannya tiap malam. "Hehe. Tapi aku melakukannya untuk mengejar ketertinggalanku!"

Gavern menghela nafas. "Aku mengagumi antusiasmu. Tapi jangan lupa jika kita ini berada di perbatasan dengan Wulfgard. Mereka bisa menyerang kapan saja. Karena itulah aku tidak menyuruh para prajurit untuk berlatih terlalu keras, agar mereka masih sanggup untuk menahan para penyerang."

"A-Aku mengerti!" balas Titania, tapi Gavern meragukan itu. Dia yakin Titania akan kembali berlatih malam nanti.

"Tidak usah khawatirkan soal itu, pak tua," ucap Miranda yang sedari tadi memperhatikan. "Itu malah bagus. Semakin lelah Kaichou, semakin susah pula Kaichou akan dibangunkan. Aku lebih memilih Kaichou tertidur pulas dibanding ikut pertempuran."

"Hm.. aku rasa itu memang bagus."

"Ih, Mira-chan! Jangan anggap aku kayak beban dong!"

"Aku tidak menganggapmu beban, Kaichou. Aku dapat melindungimu dari setiap musuh yang datang untuk melukaimu, tapi aku tidak bisa melakukannya jika itu berasal dari pedangmu sendiri."

"Eh? Apa maksudnya itu!?" Titania tidak terlalu mengerti apa maksud Miranda itu.

"Maksudnya adalah kesalahan sering terjadi di saat seseorang tidak berada dalam kondisi optimalnya. Jadi istirahat itu penting." Gavern memberi nasehat.

"Aku akan mengingatnya!"

"Bagus. Kalau begitu, sampai jumpa esok pagi. Tergantung situasinya, kita mungkin akan bertempur dalam waktu singkat ini."

Titania dan Miranda lalu bersiap untuk pergi ke kamp perempuan. Para prajurit pria nampak jelas menghindari mereka. Tidak mengherankan mengingat Miranda mempermalukan mereka di hari pertamanya masuk ke unit Unicorn dengan membuat 100 prajurit pingsan dengan hanya menggunakan punggung katana.

Tiba di kamp perempuan, Titania yang telah kelaparan langsung pergi ke tempat makan. Walaupun tubuhnya tidak terlalu besar, porsi makan Titania tergolong mengerikan. Titania mungkin adalah ancaman terbesar tempat makan berjenis All You Can Eat, karena dia makan cepat, banyak, dan tidak akan pernah merasa kenyang. Tapi Titania juga tidak pernah memaksa seseorang untuk memberinya banyak makanan. Dia lebih seperti tipe pemakan yang akan menghabiskan setiap makanan yang ada di depannya, dan bersyukur setelah selesai menyantapnya.

"Titania! Miranda!" Terdengar suara seorang gadis muda memanggil. "Apa latihan kalian sudah selesai?"

Empat gadis muda berjalan ke meja Titania dan Miranda. Zaelicia sang Ksatria, Roselia sang Penyembuh, Faye sang Penyihir, dan Unilla sang Pemanah.

"Oh, hei! Ayo makan bareng!"

"Kami baru selesai," ucap Zaelicia. Dia adalah yang tertua dari keempatnya dan dianggap seperti kakak oleh gadis lainnya. Dia terkenal baik kepada teman-temannya, tetapi cukup sadis saat melawan musuhnya hingga dijuluki sang Malaikat Kematian Cantik.

Titania - Legenda Putri Matahari (END)Where stories live. Discover now