17 Monster

8 6 0
                                    

Titania, Miranda, Fransisca telah tiba di depan sebuah gerbang raksasa yang akan membawa mereka menuju Asgard. Mereka tidak melihat satupun penjaga yang menjaga gerbang, seolah gerbang itu memang tidak perlu dijaga.

"Halo! Apa ada orang di dalam!" Titania berteriak. "Bolehkah kami masuk ke Asgard?"

Setelah beberapa saat tidak ada jawaban. Sesuatu menyahut dari balik gerbang.

"Dari mana asal kalian?" tanya suara seperti seorang pria.

"Uh.." Titania tidak tahu harus menjawab apa.

Fransisca sang guru-pun maju untuk menjawab. "Kami tidak berasal dari manapun. Tapi kami datang kesini bukan untuk mencari masalah. Kami datang ke Asgard untuk mencari teman kami yang mungkin saja berada di dalam."

Tidak ada balasan. Nampaknya mereka tidak mengharapkan jawaban itu.

Miranda maju dan menyentuh gerbang itu. Dia seperti mencari tahu terbuat dari apakah gerbang itu.

"Kaichou, apa kau ingin aku memotong gerbang ini?"

"Jangan tergesa-gesa, Mira-chan!"

Titania lalu kembali mencoba bicara dengan orang di balik gerbang. "Apa yang dikatakan sensei benar! Kami tidak datang membuat masalah! Namaku adalah Titania Afilha Sol, Kelas Ksatria Bunga, lalu ada Miranda, juga guru kami, Fransisca."

"Hm? Apa kau tadi bilang Ksatria Bunga? Maksudmu si Putri Matahari itu?"

"Eh? Julukan itu juga sudah sampai sini!?"

Tidak lama setelah itu, gerbang terbuka. Beberapa pria dan perempuan dengan baju minim nampak menyambut mereka dengan senyum lebar.

"Putri Matahari! Kami telah menunggu kedatanganmu! Ayo masuk, Dewa sudah menantikan kemunculanmu di tanah suci ini! Ayo segera temui dia!"

Ketiga perempuan itu akhirnya bisa memasuki Asgard. Walau bayangan mereka tentang wilayah yang disebut dengan tanah suci itu sangat berbeda.

Hampir semua penduduknya menggunakan pakaian seperti sedang berpesta. Mereka juga nampak tidak malu melakukan hal yang harusnya dianggap tidak bermoral di depan publik. Juga tidak terlihatnya orang-orang tua.

"Dibanding tanah suci, aku lebih suka menyebutnya tanah maksiat." Miranda memberi pendapat.

"Yah. Aku juga tidak menyangka dengan ini," balas Fransisca.

Mereka lalu tiba di sebuah kuil raksasa yang berdiri di puncak sebuah bukit. Dan di dalam-pun, orang-orang masih nampak melakukan apapun yang mereka mau.

Mereka akhirnya tiba di depan sebuah tangga yang cukup tinggi, dengan sebuah singgasana yang sedang diduduki seseorang.

Orang tersebut memiliki rambut putih. Dengan bola mata berwarna ungu, dan mengenakan pakaian mewah.

"Selamat datang ke duniaku, Putri Matahari dan teman-temannya."

"Eh? Caliban!?" Titania cukup kaget karena sadar jika sosok yang sedang duduk dengan angkuh itu adalah Caliban, salah satu teman kelasnya.

"Keburuntungan yang buruk," ucap Miranda. "Kita menemukan salah satu dari si pembuat masalah."

"Hm. Titania. Aku paham betapa bahagianya dirimu melihatku. Tapi tolong jangan lupakan untuk menambahkan -sama di belakang namaku. Atau kau bisa memanggilku Dewa."

"Syukurlah kau baik-baik saja, Caliban!"

"Apa kau tidak mendengarku? Panggil aku Dewa."

"Hm? Ah! Apa kau menemukan yang lain selagi menjadi Dewa di sini!?"

Titania - Legenda Putri Matahari (END)Where stories live. Discover now