ix. don't look for green

6.6K 718 34
                                    

"Souvernir dari Permaisuri, dia memberikannya padamu melalui aku." Ucap Amadeo sembari mengulurkan kotak berwarna biru kepada Ribina setelah perempuan itu berdiri.

"Terimakasih." Ribina menerima kotak tersebut ke tangannya lalu mengusap tengkuknya yang terasa dingin, masih merasa tak tenang.

Amadeo sedikit mengintip ke belakang Ribina, ingin tahu apa yang tunangannya itu perbuat karena mengira dia mungkin menyelundupkan seseorang ke dalam kamarnya secara diam-diam.

"Kau tahu dimana Hans?" tanyanya pada Ribina.

"Dia sudah kembali mengurus kereta kuda di halaman depan." Jawab Ribina seadanya, kelihatannya begitu karena tadi Hans langsung berbalik pergi setelah menunjukan pintu belakang padanya.

"Mengapa kau bisa tahu soal itu?"

Dahi Ribina mengernyit bingung. "Karena kau bertanya?"

"Apa kalian sering bertukar kabar di belakangku?" Lama-kelamaan pertanyaan Amadeo berubah jadi tudingan yang tak masuk akal.

Satu alis Ribina terangkat tinggi. "Kau ini kenapa? Gila?" tanyanya balik pada pria itu akan tetapi malah dihadiahi cengkraman kuat di kedua bahu sampai kotak dalam genggamannya hampir jatuh ke lantai.

"Tuan Duke sakit! Lepaskan aku!" Ribina mencoba mengincar kaki pria itu untuk diinjak namun gagal karena ia di dorong ke dalam hingga punggungnya menyentak dinding terdekat.

Dalam usaha memberontaknya, Ribina terang-terangan menyasar kaki atau bagian apa saja yang bisa di pukulnya dengan kaki juga meski gagal karena Amadeo dapat menghindari semua tendangannya.

"Kau ini tidak masuk akal!" pekik Ribina.

"Aku tidak masuk akal? Kau yang tidak masuk akal. Sejak kapan kau mulai akrab dengan kusir kediaman? Jawab aku, Ribina!"

"Apa?" Tak ada respon lain yang bisa Ribina berikan selain satu kata itu. Dia speechless.

"Mengapa sikapmu mendadak jadi sangat aneh, Tuan Duke?"

"Kau tak berhak mengomentari sikapku, Ribina." Desis Amadeo memandang penuh amarah seperti akan mencabik Ribina menjadi potongan kecil-kecil.

"Kau bertanya tentang Hans. Saat kujawab kau mulai menuduhku aneh-aneh. Tuan Duke--"

"Stop calling me with that shit!" bentak Amadeo kencang sampai kedua bahu Ribina tersentak ke atas dan tangan perempuan itu reflek menamparnya.

Plak!

"KAU TIDAK WARAS!" Maki Ribina tak habis pikir, kedua matanya melotot seram seperti akan melompat keluar. "PERGI DARI KAMARKU!"

Mendapat tamparan di pipi kirinya dengan keras, Amadeo mengusap dagu sembari meluruskan wajahnya sejajar kembali dengan Ribina sesaat sebelum meletakkan tangan kanannya mencengkram leher jenjang perempuan itu.

Dalam rekam jejak matanya, ia pernah mendapati Ribina dalam situasi serupa dimana saat itu dengan kesadaran penuh Ribina menangis tersedu-sedu sembari mengutarakan rasa cemburu sebab dirinya lebih sering menghabiskan waktu bersama Odeliah.

"Amadeo, aku tunanganmu... bagaimana bisa kau lebih sering menyentuhnya dibanding aku? Bagaimana bisa? Kau jahat sekali! Aku... aku ada disini Amadeo, aku disini merasa cemburu sepanjang hari... aku... tidak bisa hidup tanpamu..."

Entah kerasukan atau bagaimana, secara tak sadar Amadeo sedikit merindukan sisi Ribina yang itu. Yang memohon dan mengeluh hampir setiap hari karena merasa cemburu, bukan Ribina yang acu dan menatapnya dengan penuh kebencian seperti sekarang.

"Menyingkir dariku!" pada kenyataannya saat ini, Ribina meronta mati-matian sembari membawa tubuhnya bergeser mendekat ke meja tanpa Amadeo sadari.

"Menyingkir kubilang!" Ribina berteriak, tangan kanannya berhasil meraih sebuah candle holder, mengangkatnya tinggi-tinggi, lalu menghantamnya ke kepala Amadeo.

The Tales Of RibinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang