xvii. seduce her for me

7.2K 560 204
                                    

"Cuacanya memburuk begitu saja, meski begitu kami telah mendapat pemenangnya." Kaisar berbicara di hadapan semua orang sambil menenteng kepala domba hutan.

"Selamat putra dari Count Louis Claudser, Arahan Claudser berhasil membawa buruan yang sesuai. Kemarilah, aku dan istriku ingin memberikan penghargaan secara langsung kepadamu."

Raha yang dipanggil nampak tersenyum sumringah. Dia menang dengan mudah selain itu Ribina juga ada dipihaknya untuk menghancurkan Amadeo, berniat mencoret pria itu dari jabatan Duke yang diturunkan dari mendiang kepala keluarga Luther sebelumnya.

"Leonor, kemarilah." Raha berbisik pada gadis yang selalu berada di sampingnya agar menemaninya menghadap sang Kaisar dan Permaisuri untuk mendapat penghargaan dari mereka berdua.

Dari jauh Amadeo memandang Raha dan Leonor yang tengah diberikan penghargaan. Pakaian Amadeo sudah diganti dengan yang baru. Begitu juga Ribina yang memakai gaun warna biru tua. Salah satu warna gelap kesukaannya selain ungu kehitaman.

"Merasa sakit hati?" tanyanya meledek Ribina.

Perempuan itu menaikan satu alis. "Sakit hati? Aku? Untuk apa?"

Amadeo mengulum bibir bawah seraya  merendahkan tubuhnya sedikit guna mendekatkan mulutnya ke telinga Ribina dan berbisik. "Dia yang mengambil kesucianmu kini menerima penghargaan bersama perempuan lain. Jangan tanya aku tahu dari mana."

Sontak Ribina menjauhkan kepalanya dari Amadeo. "Kau menguntitku!?" Tudingnya bertanya.

"Selalu." Bibir Amadeo menyeringai. "Masa tidak tahu?"

"Dasar gila!" Tanpa pikir panjang Ribina berbalik hendak melangkah pergi namun Amadeo menangkap lengannya dan menariknya.

"Ada lumpur di sana, sepatumu akan kotor dan kau... tidak suka noda di sepatu." Ucap Amadeo berbisik tepat di belakang telinganya.

Mereka ada di barisan paling belakang sehingga tak ada seorangpun yang memperhatikan. Mereka sibuk memberi tepuk tangan pada Raha dan Leonor.

Tetapi, tanpa diduga Raha melihat semua itu dari depan. Menyaksikan interaksi antara Amadeo dan Ribina yang terlihat dekat, lebih dekat dari biasanya bahkan Amadeo tersenyum pada perempuan itu. Satu hal yang dirasa mustahil terjadi.

"Apa ini? Hati batu Amadeo sudah meleleh?" Sekilas Raha tersenyum sinis selama kurang dari dua detik lalu mengubahnya kembali ke senyum biasa sebelum ada orang yang menyadari, namun matanya tak luput memperhatikan Amadeo dan Ribina di ujung sana.

"Kau melihat apa?" Sampai Leonor berbisik dan Raha terpaksa menaruh atensi penuh pada gadis itu. "Orang-orang melihat kita, bersikaplah dengan benar."

"Aku tahu." Raha balas berbisik, bicara tanpa menggerakkan bibir namun bisa didengar jelas oleh Leonor.

Namun tak lama Raha melirik lagi ke tempat dimana Amadeo dan Ribina tadi berada akan tetapi secara mendadak ia tak menemukan siapapun sehingga kepalanya reflek menoleh ke sana.

"Dimana mereka?" Batin Raha bertanya-tanya namun tidak mungkin ia meninggalkan acara begitu saja hanya untuk mencari keberadaan Ribina dan Amadeo karena merasa penasaran akan apa yang mereka berdua lakukan.

Sementara di tempat lain yang tak begitu jauh dari sana terlihat rombongan prajurit kediaman Luther datang lengkap dengan kereta kuda sesuai perintah Amadeo.

Semalam pria itu mengutus seseorang kembali ke kediamannya setelah badai reda dan meminta agar utusannya itu kembali datang dengan beberapa orang prajurit dan kereta kuda milik keluarga Luther secepatnya karena Ribina sudah rindu pada kamarnya.

"Tidak masalah pergi tanpa pamit?" Ribina bertanya sebelum masuk ke kereta kuda.

"Masalah." Sahutan Amadeo membuatnya merasa agak cemas. "Namun tidak perlu khawatir. Kau kembalilah ke kediaman tanpa memikirkan apapun disini."

The Tales Of RibinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang