xii. please go away

6K 627 63
                                    

"KELUAR!!!" Satu kata yang Ribina teriakan pada Amadeo begitu menyaksikan bagaimana pria itu melompat ke dalam balkonnya.

"Hei, aku baru sampai." Mata pria itu menyipit tak senang. "Kau langsung mengusir begitu saja?"

"Ya!"

Ribina menunjuk ke arah luar dengan wajah marah. "Aku tidak pernah mengizinkanmu masuk ke kamar."

"Aku tidak masuk, aku menyelinap." Sahut Amadeo mengesalkan.

Kepala Ribina langsung berdenyut-denyut pusing, perutnya juga bergejolak mual. Itu kebiasaannya di kehidupan sebelumnya apabila dihadapkan pada situasi terutama pada orang yang tak lagi ia sukai atau lebih cocok disebut sebagai orang yang ia benci setengah mati.

"Tuan Duke, aku mohon." Kedua tangan Ribina terangkat, menyatu di depan dada. "Pergilah dari hadapanku sekarang juga. Aku mohon."

Gadis itu meminta secara tegas, Amadeo tertawa sinis. "Apa? Itu sebuah permohonan?"

"Ini perintah dalam bentuk permohonan." Jawab Ribina.

Amadeo menghela nafas seraya menyugar rambutnya ke arah belakang. "Aku datang dengan damai, aku sama sekali tidak membuat keributan seharusnya kau tidak... mengusirku, Ribina."

"Ingat perjanjian kita!" seru Ribina sambil melangkah mundur saat Amadeo berusaha meraih bahunya.

Pria itu menghela nafas kasar saat  menggenggam udara kosong di tangan. "Ribina, kau sangat kasar. Kau tahu?"

"Aku tidak mau tahu."

"Ribina, tidak bisakah kita bicara?"

"Aku tidak mau." Tolak gadis itu seraya melengos.

"Ribina..." Amadeo berusaha membujuk, meraih tangan Ribina lagi walau ditepis kasar. "Kau berubah. Kau bilang kau sangat mencintaiku sampai ingin mati rasanya melihatku bersama perempuan lain. Kemana itu?"

Ribina tersenyum getir. "Aku membunuhnya." Jawabnya pada Amadeo kemudian bergegas menuju pintu dan membuka berbagai kunci yang ia pasang sebagai jaga-jaga.

"Oh, wow. Kau menambahkan gembok ekstra?"

Ribina menoleh dan menatap Amadeo tajam. "Ada penjahat sinting yang selalu berusaha masuk ke kamarku."

Mendengarnya sukses membuat Amadeo terkekeh. "Sudah pasti bukan aku. Aku mengenalmu, kau akan sangat senang saat aku--"

Ucapan Amadeo terhenti karena wajahnya di lempar bantal sofa oleh Ribina. Sejenak ruangan itu menjadi hening dan hanya terdengar upaya Ribina memutar kunci dalam lubang gembok.

Pria itu jadi tak habis pikir akan kelakuan sang tunangan yang mendadak lebih mirip setan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Amadeo menghela nafas kasar untuk kesekian kali dan melempar bantal yang dipegangnya secara acak.

Bersiap untuk menangkap Ribina bertepatan dengan terbukanya pintu di hadapan perempuan itu.

Namun, gagal. Seseorang yang berdiri di balik pintu membuat Amadeo mengurungkan niatnya.

"Nona Ribina, ada seseorang yang ingin menyampaikan surat untuk anda. Saya tahu kalau anda pasti tidak mau keluar di jam tengah malam begini. Jadi, orangnya saya bawa kemari."

"Siapa?" Ribina melongo keluar dari balik pintu.

"Salam dari saya untuk anda, Nona Ribina." Ucap lelaki itu.

"Oh... kau?" Ribina mengenalnya sebagai utusan keluarga Claudser dan beberapa kali ia sempat menggunakan jasa pria itu juga dahulu.

"Saya membawa surat dari Tuan Muda." Lanjutnya sembari mengulurkan surat yang dibawanya pada Ribina.

The Tales Of RibinaWhere stories live. Discover now