xi. i don't like her

6.4K 689 26
                                    

"Ayah," Raha memecah keheningan di meja makan bersama Louis. "Kapan aku menempati posisi kepala keluarga?"

Tatapan Louis menajam. "Aku sudah mati?" tanyanya sarkas.

Tangan Raha mengepal di bawah meja, tetapi sejauh ini ia berusaha tetap mengulas senyum meski terpaksa. "Aku menanyakannya secara baik-baik. Aku tidak tahu kau akan sesarkas ini pada putramu sendiri."

"Kau terus menanyakan hal yang sama dalam enam bulan terakhir padahal kakakmu yang menjadi kandidat saja tidak pernah menanyakan kapan aku berhenti menjadi kepala keluarga. Mengapa kau sangat berambisi, Raha? Kau ingin mengeksploitasi lebih banyak tanpa ketahuan?"

Raha menggeleng pelan. "Aku tak mengerti maksudmu, ayah. Kurasa suasana hatimu memburuk. Makanku selesai, aku akan mencari angin di halaman belakang."

Diluar dugaan, Raha memanjat dari sisi tembok yang paling ujung. Dia melompat keluar dari halaman belakang rumahnya dan tidak ada yang mengetahui hal itu.

Berjalan menuju gudang yang berada cukup jauh di depan sana, diantara rimbunnya pepohonan dan gelapnya malam tetapi masih masuk ke dalam kawasan milik keluarga Claudser.

Raha mengulurkan tangannya ke arah depan, meraih gembok besar yang mengunci rantai terikat pada bagian pintu bangunan yang lebih cocok disebut gudang itu. Lalu tangannya yang satu lagi mengulurkan sebuah kunci yang ia masukan pada lubang gembok lalu memutarnya hingga berbunyi 'klek' menandakan kalau gembok terbuka.

Mendengar suara itu, seorang wanita diantara kegelapan yang ada di dalam gudang tersebut kaget. Dia langsung menarik kakinya berusaha membebaskan diri, tetapi pada bagian pergelangannya terdapat rantai yang melingkar dan terkait pada dinding sehingga tak ada ruang baginya untuk kabur bahkan di dalam mimpi sekalipun.

Wanita itu meneguk ludah dengan tatapan menyiratkan rasa ngeri yang teramat luar biasa. "Mmmm!" Dia mencoba mengeluarkan suara, tetapi tak mampu karena mulutnya di jahit menggunakan kawat. Yang dilakukannya hanya membuat diri sendiri semakin merasa kesakitan.

"Mmm!"

Saat langkah kaki terdengar semakin jelas dan dekat, wanita itu semakin panik dan berusaha melepaskan rantai  dari kedua tangannya dengan cara ditarik. Yang lagi-lagi sialnya malah membuat bagian tajam seperti jarum menusuk permukaan kulitnya sendiri, membuat pergelangan tangannya kini jadi berdarah-darah.

Saat lampu dinyalakan terlihatlah penampakan ruangan di dalam bangunan tersebut. Dindingnya yang dahulu serba putih sudah berubah warna menjadi merah, nyaris keseluruhan. Wanita itu mulai menangis karena sadar tak bisa melakukan apa-apa dan berharap ajalnya datang hari ini ketika melihat tumpukan potongan tubuh dari orang-orang di ujung ruangan itu. Bahkan ada bagian yang sudah menjadi tengkorak.

"Lama tidak bertemu, Lady Monica. Bagaimana harimu?" Raha bertanya sambil tersenyum lalu berjongkok di hadapan wanita itu dan meraih dagunya. "Tebak permainan apa yang kumiliki malam ini untukmu."

Melihat wanita itu hanya diam, Raha menghela nafas kasar. "Tidak mau menebak?"

Wanita itu menggeleng. "Mmm!"

Kesabaran singkat Raha habis dalam sekejap. Dia mengambil tongkat besi lalu memukul kepala si wanita dengan keras hingga menciptakan luka parah berlumur darah di sana. Si wanita terkapar, menangis tanpa suara terlebih saat kepalanya mulai diinjak beberapa kali sesaat sebelum kesadarannya berakhir.

"Ini membosankan." Gumam Raha melempar tongkat besinya menjauh.

"Aku butuh yang masih segar." Setelah mengatakan itu, ia berjalan menuju bagian lain dari gudang yang masih ada di dalam bangunan itu. Membuka sebuah pintu kecil yang ada disana dan menunjukkan wajahnya kepada tiga orang wanita yang tertahan disana sejak dua minggu lalu.

The Tales Of RibinaWhere stories live. Discover now