xiii. an event

5.1K 603 44
                                    

Amadeo : Yang tidak meninggalkan 🌟 atau komen apapun  tapi minta update tiap hari apakah sehat? *nyindir

💌🌷








Setelah membaca surat yang Raha kirim sebagai balasan saat sudah melarang lelaki itu mengiriminya surat, Ribina mulai tersenyum. Entah apa yang membuat hati bekunya mendadak mulai bahagia. Mungkin karena ia menyukai Raha? Oh, semua hati memang sama saja. Menjadi murahan saat sudah jatuh cinta.

Tidak, terlalu cepat.

Amadeo memahami perubahan Ribina. Perempuan itu semakin jauh darinya dan lebih dengan dengan seseorang yang hampir tiap dua hari sekali berkirim surat dengannya.

Hari ini pun sama. Ribina keluar kamar dengan semringah, menunggu kedatangan utusan keluarganya yang biasa membawakan surat dari Raha.

Amadeo bisa melihatnya. Dia duduk di sofa dengan secangkir teh di tangan kanan dan memperhatikan gerak-gerik Ribina di depan teras. Perempuan itu sungguh mengabaikannya bahkan mengabaikan peringatan darinya untuk tidak memilih satu diantara Kian dan Raha.

Saat seseorang, ah. Dua orang. Kali ini dua orang yang datang. Mereka berdua sama-sama membawa surat. Satu dari keluarga Claudser dan satunya dari Kekaisaran.

"Apa ini?" Tanya Ribina ketika menerima kertas berlapis emas yang digulung, surat dari Kekaisaran katanya.

"Undangan Event tahunan, Nona. Kekaisaran mengirimkannya untuk Tuan Duke." Jawab sang lelaki utusan memberi penjelasan.

Saat Ribina memandangi gulungan kertas itu tiba-tiba sebuah tangan meraih gulungan itu darinya. Tangan Amadeo. Selain mengambil gulungan, pria itu juga memberi beberapa keping emas sebagai hadiah kepada utusan Kekaisaran sedangkan utusan keluarga Claudser hanya diberi anginnya saja.

"Kau bisa pergi." Amadeo mengizinkan saat lelaki utusan itu membungkuk pamit.

Terlihat Amadeo membuka gulungan kertas itu dan membaca isi pesan yang tertera di dalamnya lalu memberitahukannya kepada Ribina. "Event tahunan. Dipercepat dua bulan lebih awal sebagai bentuk penyambutan Pangeran Mahkota. Diadakan di hutan perbatasan, cukup dekat dari sini."

Ribina menoleh. "Aku--"

"Kau harus ikut. Acaranya besok."

"Besok?"

"Kurasa undangannya terlambat dikirim karena kendala cuaca." Sahut Amadeo.

"Melelahkan."

"Apa menulis surat dua hari sekali tidak lebih melelahkan dari ini?" Sindir Amadeo.

"Berselingkuh tiap hari masih kurang?" Sungut Ribina tak mau kalah karena merasakan dirinya terus dipojokan.

Amadeo terkekeh sinis. "Kau juga berselingkuh kau tahu?"

"Aku tahu. Karena kau yang duluan." Ribina menyahut lagi. "Aku hanya mengikutimu."

"Berhenti mengikutiku!"

"Kalau tidak mau?"

"Ribina!" Amadeo melotot, buku-buku jarinya memutih. Mulutnya seperti akan terbuka lebar dan menelan kepala Ribina bulat-bulat, namun pada akhirnya dia menghela nafas dan bicara sedikit lebih lembut. "Mari akhiri ini."

"Aku setuju. Kita akhiri kau dan aku."

"Kau yang mengakhiri segala urusanmu dengan adikku dan dengan adik laki-lakimu itu." Perjelas Amadeo apabila Ribina pura-pura tak tahu.

"Dia adik laki-lakiku. Apa masalahnya berkirim surat dengannya?" Protes Ribina merasa larangan Amadeo tak masuk akal.

"Cari saja yang lain. Jangan salah satu dari mereka atau bahkan keduanya."

The Tales Of RibinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang