7

1.7K 402 66
                                    

Tidak ada berita artinya semua baik-baik saja.

Tapi mungkin karena terpengaruh obrolan dengan ibunya, Harris melewati sisa hari itu dengan perasaan terganggu yang makin lama makin membesar. Seperti ada perasaan gatal di bagian yang sulit dijangkau.

Harris sungguh-sungguh serius saat mengatakan urusannya dengan Mia sudah selesai saat aset terakhir almarhum Fajri sudah terjual. 

Harris belajar banyak mengenai karakter gadis itu selama beberapa bulan ini; Mia sangat pragmatis dan kapabel. Mia tidak pernah mengatakannya, tapi dari beberapa desas-desus yang beredar, banyak yang mendekati Mia saat dia mulai menjual usaha-usaha Fajri.

Bu Mia, daripada langsung dipakai buat bayar hutang, mending simpan saja dulu di koperasi kami, bunganya lumayan... cuma enam bulan nanti bisa balik lagi modal plus bunganya.

Mbak Mia, mending invest dulu di usaha kami, nanti bagi hasilnya 60:40...

Saat Harris mendengar soal itu, dia sempat khawatir, tapi tetap bertekad tidak akan mengatakan apa-apa. Bagaimanapun Mia memperlakukan uangnya bukan urusan Harris. 

Tapi nyatanya, kekhawatiran Harris tidak beralasan karena Mia menolak semua tawaran yang datang padanya dan menggunakan uang penjualan sesuai rencana semula; melunasi hutang ayahnya.kemudian terbukti, kekhawatiran Harris itu nya tidak beralasan karena Mia menolak semua tawaran. 

Pada akhirnya, keputusan demi keputusan Mia hampir seluruhnya dapat Harris dukung. 

Hampir.

Karena dalam hatinya, Harris tidak setuju Mia mengontrakkan rumah keluarganya dan pindah ke pinggiran kota.

Tapi dalam kasus itu, Harris menyadari dia-lah yang bersikap tak masuk akal. Tinggal di rumah sebesar itu membutuhkan ongkos yang besar, apalagi karena Mia akan tinggal sendirian di sana.

Mulanya Harris berusaha menjustifikasi perasaan berat hati yang dirasakannya dengan dengan alasan Mia sekarang jauh dari mana-mana, dan di sana dia tidak punya siapa-siapa. Padahal jelas ada beberapa rumah kerabat Mia di dekat sana, merekalah yang menunjukkan kompleks perumahan itu pada Mia.

Mungkin lebih tepatnya, Mia jadi jauh darinya. 

Karena rumah Mia yang dulu hanya lima belas menit dari rumah Harris, sementara rumah Mia yang sekarang harus ditempuh dengan satu jam naik mobil.  

Dalam keadaan yang berbeda... andai Mia bukan anak perempuan Fajri... Harris bisa melihat Mia menjadi seseorang dia bisa jadikan calon istri. Perempuan yang bisa dia banjiri dengan limpahan perhatian dan kasih sayangnya.

Semangat Sari untuk membuat Harris memperhatikan Mia mungkin berasal dari kecantikan dan kesopanan Mia di pertemuan mereka tempo hari, sesuatu yang dangkal dan seujung kulit karena sikap bisa diatur dan kecantikan bisa dibuat.

Perasaan Harris berasal dari sesuatu yang lebih dalam dan tersembunyi; karena Harris pernah melihat Mia menangis berurai air mata. Harris pernah melihat Mia berada dalam posisi yang sulit. Tapi karakter dan prinsip Mia, cara Mia menyelesaikan masalah, semuanya sungguh membuat Harris tenang. 

Pernikahan bukan sesuatu yang ada dalam rencana masa depan Harris, karena mengembangkan bisnisnya masih jadi prioritas utama hidup. Tapi mungkin, kalau perempuan seperti Mia yang jadi istrinya, mungkin Harris tidak perlu berpikir dua kali untuk menikah. 

Harris bisa membayangkan pernikahan yang penuh ketenangan dan ketentraman, penuh kepercayaan, penuh keyakinan.... 

Tapi tentu saja, Harris cuma berani membayangkan menikah perempuan seperti Mia.

Bukan menikahi Mia.

***

Jam di dasbor mobil menunjukkan pukul 17.23 ketika telepon dari Sari masuk. 

Hari ini hari Kamis, jadwal Sari berlatih line dance. Jadi mungkin Sari hanya meminta dijemput.

Begitu Harris mengangkat telepon, sebelum sempat menyapa, Sari langsung menembakkan pertanyaan, "Kamu sudah liat status Mia belum? Dua menit yang lalu."

Harris menahan diri untuk tidak menghela napas. "Aku sedang menyetir, Bu."

"Memangnya mau kemana?" tanya Sari lagi.

"Sudah sore begini ya pulang, memang mau ke mana?" balas Harris.

"Putar balik, putar balik... kamu ke rumah Mia sekarang."

"Memangnya ada apa?" tanya Harris.

"Kamu sudah lihat status Mia belum?"

Kini Harris mulai terganggu. "Langsung aja bilang ada apa Bu, apa susahnya sih? Mia jual basreng lagi? Ibu mau aku ke rumah Mia buat beli?" sindir Harris.

Terdengar suara Sari berdecak. "Enam hari terakhir ini Mia dirawat karena tifus dan demam berdarah. Tapi sekarang dia sudah di rumahnya. Putar balik, kamu langsung ke rumah Mia sekarang juga.... Atau jangan, jangan, mampir dulu ke toko kue dan toko roti, baru ke sana..."

Setelah berkata begitu, Sari menutup teleponnya.

Harris melirik spion belakang, memastikan lalu lintas cukup sepi agar dia bisa menepi. Setelah mobilnya berhenti, dia segera mengecek status WhatsApp Mia. 

Ada foto punggung tangan Mia yang diplester dengan sedikit darah merembes, sisa jarum infus. Tertulis: Halo, maaf baru sempat mengabari, enam hari ini aku dirawat, aku kena combo DB dan tifus 😅 Untuk chat aku balas pelan-pelan dan satu-satu, belum bisa pegang hape lama-lama karena masih suka pusing. 

Membaca itu, Harris langsung menaruh ponselnya di kursi penumpang samping, dan menjalankan mobilnya.

Di lampu merah pertama, Harris memutar balik arah mobilnya, menuju ke arah rumah Mia.

***




Luka SegarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang