26

2K 404 56
                                    

Ketika baru pindah ke rumah ini, ada pohon ketapang kencana di taman kering di dekat ruang tengah. Pohonnya masih pendek, tak sampai dua meter, tapi tajuk pohonnya yang lebar dan bertingkat seperti atap pagoda membuat suasana selalu asri dan teduh.

Lalu suatu malam, saat mereka sedang beristirahat di kamar menjelang waktu tidur, Mia membacakan artikel berita soal ketapang kencana; akarnya invasif dan merusak bangunan. 

Sambil membaca, Mia tiduran, kepalanya terkulai di pangkuan Harris. Sementara itu Harris hanya termenung mendengar suara Mia, tangannya mengelus rambut Mia hampir seperti setengah sadar.

"Tapi," kata Mia setelah selesai membaca artikel itu, "katanya asal kita rajin memangkasnya, tidak membiarkannya tumbuh terlalu tinggi, harusnya akarnya juga nggak bakal mengganggu bangunan kok."

"Mmhmm," gumam Harris, dia menunduk dan mengecup kening Mia, lalu Mia memejamkan mata dan Harris mengecup kelopak mata Mia.

Malam itu, seperti banyak malam lain selama pernikahan mereka; membicarakan hal-hal sepele, lalu ditutup dengan ciuman ringan dan diakhiri dengan Mia mendapati dirinya dalam cumbuan dan dekapan erat Harris.

Obrolan soal ketapang kencana tidak diungkit lagi, sampai beberapa pekan kemudian, ketika Mia baru selesai mengantar Sari kemoterapi di rumah sakit, dia pulang ke rumah dan mendapati pohon ketapang kencana di taman sudah ditebang, dan dikeruk sampai akar-akarnya, menimbulkan lubang yang cukup.

Mia tidak tahu kenapa dia merasa kecewa--tapi dia hampir tidak bisa mengendalikan kekesalanya ketika dia menelepon Harris yang saat masih bekerja dan bertanya, "Kenapa pohonnya ditebang? Kan kemarin di artikelnya ditulis, asal kita rajin pangkas juga nggak bakal kenapa-kenapa..."

Harris hanya menjawab dengan nada tenang, "Aku tidak suka menunggu calon masalah sampai jadi masalah... lebih baik kita bereskan sejak awal." 

***

Ketika Mia membuka matanya, dia mengerjapkan mata dan menoleh ke arah jendela di satu sisi dinding kamar. Bercak-bercak sinar matahari sudah menembus vitrase yang sesekali menggelembung terkena angin.

Mia berusaha duduk. Seluruh badannya terasa pegal, satu sisi wajahnya masih berdenyut menyakitkan tapisetidaknya badannya wangi dan dia mengenakan setelan piama katun.

Semalam, Harris membantunya mandi dan membersihkan sisa muntahan dari tubuhnya, mencuci rambutnya dan melumuri seluruh tubuh Mia dengan minyak herbal yang wangi dan hangat.

Aroma lemon dan sereh tercium samar-samar, segar dan menenangkan.

Meski kepalanya agak pusing, Mia memaksakan turun dari tempat tidurnya, memakai sandal busany dan keluar kamar. Dia melewati lorong panjang yang menyambungkan kamarnya ke kamar tengah dan mendapati setidaknya ada delapan orang tersebar di semua sudut ruangan tengah, hampir semuanya membawa lap dan menggosok lantai dan furnitur. Sementara itu, sofa di ruang tengah--hilang.

Karpet yang semalam masih terhampar--hilang.

Gorden yang biasanya menutupi jendela juga sudah dilucuti.

Orang-orang yang sedang bekerja menggosok ruangan menyadari kehadiran Mia dan menggangguk. Tiga orang adalah ART yang memang seharinya bekerja di sini, lima lainnya Mia kenali sebagai pegawai-pegawai Harris. 

Mia berjalan ke yang paling dekat darinya, Ulfa, yang sedang menggosok tiang lampu berdiri.

Ulfa segera menghentikan pekerjaannya saat Mia berada di sampingnya. "Ya, Bu?" tanya Ulfa. Seketika, wajah Ulfa terlihat terkejut, mungkin karena melihat memar parah di wajah Mia. Tapi Ulfa terlalu sopan untuk bertanya dan Mia juga tidak mau menjelaskan asal muasalnya.

Luka SegarWhere stories live. Discover now