11

1.7K 345 23
                                    

Killa tak butuh waktu lama untuk mengemas barang-barangnya sendiri, semua barangnya cukup dibawa dalam satu ransel, satu tas kain dan satu totebag.

Killa lalu mengecek kulkas, mengosongkan isi wadah magic com, mencuci semua piring dan gelas kotor, dan menutup rak piring kecil di konter dapur dengan lap makan, seperti yang selalu diajarkan Mia.

Ketika Killa kembali ke kamar, Mia sudah duduk di tepi ranjang, sementara Harris sedang menutup ritsleting koper yang masih rebah di lantai.

"Kamu punya jaket yang agak tebal?" tanya Harris, sambil berdiri dan berjalan ke arah lemari plastik dan laci plastik di sudut kamar.

"Nggak punya," kata Mia.

Killa cepat berkata, "Kan Kakak punya winter coat yang--" tapi tanpa sempat menyelesaikan ucapannya, Killa seketika bungkam.

Dia ingin mengingatkan kakaknya soal winter coat yang dipakai Mia saat liburan ke Kyoto bulan Februari yang lalu. Tapi Killa ingat, Februari ayah mereka masih ada, dan dunia saat ayah mereka masih ada rasanya berbeda dengan dunia yang mereka tinggali sekarang.

Mia yang bisa liburan ke Kyoto dan punya winter coat sudah tidak ada lagi.

Killa menggenggam tangannya kuat-kuat, berusaha menahan kepedihan di dadanya. Killa tidak tahu kenapa kakaknya bisa sanggup selalu bersikap santai tanpa ingin menangis tiap lima belas menit sekali.

Meski Killa tidak meneruskan ucapannya, tapi Mia sepertinya menyadari arah pembicaraan Killa. Jadi Mia menjawab, "Oh, ya itu sudah aku preloved-in pas mau pindahan dulu. Nggak mungkin isi lemariku di rumah lama kubawa ke sini semua. Nggak bakal dipakai juga..."

Harris yang dari tadi hanya mendengar pembicaraan kakak beradik itu kini ikut bicara. "Aku ada jaket parasut di mobil, kayaknya mending kita semua masuk ke mobil Mia sekarang, lalu mampir ke mobilku untuk ambil jaket, lalu kita konvoi pakai dua mobil ke rumahku."

***

Setelah Harris berkata begitu, mereka keluar dari kamar dengan Harris bolak balik mengeluarkan barang bawaan mereka sementara Killa memapah Mia keluar kamar. Hujan sudah berhenti sejak tadi dan malam sudah cukup larut.

Killa memastikan Mia duduk di bangku depan dengan nyaman, sebelum mematikan semua lampu rumah, menyalakan lampu teras serta memastikan semua jendela dan pintu terkunci. Killa bahkan mengecek angka token di meteran listrik, memastikan angkanya cukup untuk waktu yang lama sebelum berbunyi dan mengganggu tetangga.

Ini jadi proyek kecil Killa. Dia akan memastikan Mia tidak punya alasan untuk buru-buru kembali ke sini. Kalau pun Mia harus kembali, sebisa mungkin penyebabnya bukan karena 'lampu rumah belum nyalain' atau 'ada jendela yang belum ditutup' atau 'mau isi pulsa listrik'. Killa masih tidak tahu seberapa jauh hubungan kakaknya dengan Harris, tapi pada akhirnya Killa harus mengakui dia tidak terlalu peduli.

Yang Killa pedulikan hanyalah kakaknya tidak sendirian lagi di pinggir kota seperti ini.

Selama Killa mengunci pintu dan jendela, Harris memundurkan mobil Mia, mengeluarkannya dari carport. Jadi setelah Killa selesai, dia langsung duduk di bangku belakang dan Harris langsung mengendarai mobil itu keluar kompleks.

Setelah itu, Harris mengemudikan mobil Mia hingga berhenti di parkiran ruko, tempatnya memarkirkan mobilnya sendiri.

Tanpa mematikan mesin mobil, Harris menoleh ke arah Killa di bangku belakang. "Killa, mau setir mobilku atau mobil ini?" tanya Harris.

Luka SegarDove le storie prendono vita. Scoprilo ora