18

1.9K 365 56
                                    

"Mia nggak ikut?" tanya Gusti, salah satu teman Harris yang berdiri di belakangnya. 

Harris dan teman-temannya sedang mengantre untuk menyalami calon pengantin. Empat antrean ke depan dan tiga antrean kebelakang datang bermobil ke sini bersama Harris. Resepsi pernikahan ini berkonsep pesta outdoor. Pelaminan ditaruh di pendopo luas dengan dekorasi bunga segar. Mesin AC standing mengembuskan udara dingin di untuk menghalau cuaca yang agak gerah di siang itu.

Yang menikah merupakan anak bungsu walikota, jadi antrean untuk menemui kedua mempelai dan orang tua mereka lumayan panjang. Di ujung lain pelaminan, tamu undangan yang sudah selesai bersalaman diarahkan untuk menikmati hidangan di lapangan rumput luas di hadapan pendopo. 

Harris menoleh dari balik bahunya. "Sedang ke Bandung, menengok adiknya." 

Teman di depannya maju dua langkah dan Harris ikut maju juga, lalu antrean di belakangnya juga ikut maju.

Wahyu yang berdiri di depan Harris ikut nimbrung. "Terus kamu bolehin?"

Harris mengedikkan bahu. "Kenapa nggak boleh?"

"Ini kan resepsinya anak Walikota... apa nggak aneh kamu malah datang sendirian?"

"Mia sudah diundang pas akad nikahnya minggu lalu.... soalnya istri Pak Walkot dulu adik kelas almarhum ayahnya pas SMA. Aku juga sudah datang pas akad nikah, nemenin Mia."

Teman-teman Harris yang mendengarnya bersiul. 

"Luar biasa."

"Mantap."

"Istimewa."

Melki menambahkan. "Enak dong ya kalau di akad nikah pasti nggak pakai antre pas mau salaman. Nggak takut kehabisan dimsum dan kambing guling."

Harris menatap Melki. "Takut juga buat apa? Kamu langsung beli kambing gulingnya nggak usah nunggu datang kondangan..."

Antrean berjalan maju dan barisan mereka ikut maju mengikuti.

Gusti nyeletuk. "Nggak heran usahanya si Harris ini moncer ya, istrinya lumayan juga relasinya. Kenalan walkot ga tuh..."

Riana, istri Gusti lalu menabok pelan tangan suaminya.

Sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan keras, Riana menukas, "Salah. Usaha Pak Harris moncer karena dia sayang banget istrinya, nggak pernah marah, nggak pernah ribetin urusan istrinya, apalagi maksa-maksa istrinya dateng ke resepsi nikahan yang jumlah undangannya 5 ribu orang dan cuma buat salaman aja hampir empat puluh menit sendiri."

Gusti berdecak, "Nyindir karena tadi aku paksa kamu ikut?"

Setelah itu mereka bicara sendiri-sendiri, dan Harris tidak lagi ikut memperhatikan. Dia mengeluarkan ponselnya dari celananya, mengecek barangkali ada pesan masuk dari Mia.

Antrean berjalan maju dan  Harris ikut berjalan maju  menatap ke arah ponselnya, mengecek barangkali Mia mengirimkannya pesan.

Tidak ada pesan baru dari Mia, terakhir hanya ada kiriman foto interior mobil travel yang dikirim Mia menjelang jam keberangkatannya disusul balasan Harris. 

Harris melirik ke jam di sudut kanan atas layar ponselnya. Masih ada waktu satu jam sebelum jadwal kedatangan Mia jadi ada kemungkinan Mia sedang tidur karena tadi dia bangun dini hari, katanya susah tidur lagi.

Kalau ditanya soal keinginan, Harris ingin Mia ada di sisinya siang ini. Berdiri berjam-jam pun tidak akan membosankan kalau Mia ada di sisinya--meski pun tentu saja, Harris lebih suka Mia tidak perlu berdiri begitu lama.

Mia belakangan memang sedang tidak terlalu suka berada di tengah keramaian, walaupun tidak benar-benar bilang, tapi ekpresi Mia yang murung dan merajuk sudah cukup jadi petunjuk Harris.   

Luka SegarOnde histórias criam vida. Descubra agora