Mereka sampai di rumah Harris sebelum tengah malam, disambut Sari yang sudah tahu akan kedatangan mereka, beserta dua ART-nya yang memang bekerja menginap.
Mereka duduk-duduk di ruang tengah, tapi Sari tidak mengajak Mia banyak ngobrol, mungkin bisa melihat betapa lemahnya kondisi fisik Mia dan betapa pucatnya wajah gadis itu. Tapi Sari dengan semangat berkenalan dengan Killa--menanyakan nama Killa, jurusan kuliahnya. Dari pembicaraan mereka, Sari tahu Killa hanya menginap malam ini saja karena besok Killa harus kembali ke Bandung.
Harris tak sampai sepuluh menit mereka mengobrol, Harris lalu berdiri, mengisyaratkan pembicaraan mereka sebaiknya disudahi.
"Kamar tamu sudah Ibu siapkan," kata Sari, ikut berdiri.
Harris menggeleng, "Kamar tamu isinya single bed semua. Mia dan Killa biar tidur di kamarku saja, biar Killa bisa menemani Mia tidur." Sambil berkata begitu Harris menatap Killa dan Mia, "Ayo, aku tunjukkan tempatnya."
Killa dan Mia berpamitan pada Sari sebelum mengikuti langkah Harris.
Sementara itu, Sari sempat-sempatnya nyeletuk pada Harris yang sudah berjalan menjauh, "Tapi besok Killa kan balik Bandung, terus nanti Mia tidur ditemani siapa dong?"
***
Tidur Mia tidak tenang, dia berkali-kali terbangun dengan tenggorokan kering dan kehausan, tapi dia bisa mengambil minum dari nakas samping ranjang tanpa membangunkan Killa yang tertidur pulas.
Mia akhirnya minum obat pereda nyeri pukul empat pagi dan baru bisa tertidur agak tenang setelahnya.
Pukul setengah lima, tidurnya kembali terganggu oleh suara air dari kamar mandi, dan Killa yang pamit pergi.
Mia sama sekali tidak bisa mengangkat kepalanya dari bantal, dia membiarkan Killa menciumnya sembari berpamitan. "Kak, nanti kalau aku sudah sampai Bandung, aku kabari ya..."
"Iya, hati-hati ya, jangan ngebut...." kata Mia, dengan suara yang sedikit meracau karena sangat mengantuk. Matanya setengah terpejam.
"Jangan bilang ke aku kan bukan aku yang nyetir. Atau ya udah deh, nanti aku bilangin ke supir busnya..." canda Killa.
Terdengar suara tawa kecil lelaki, tapi Mia mengira itu hanya halusinasinya belaka. Dalam pikiran Mia, ini adalah rumahnya yang lama, rumah ayahnya... AC-nya dingin, kasurnya tebal dan empuk, selimut amat halus, hanya di rumah lama ada hal-hal yang nyaman seperti ini.
Jadi Mia kembali tertidur lagi setelah Killa pamitan.
Kesadarannya naik turun, tapi di antara tidurnya, Mia merasa ada yang mendatangi sisi ranjangnya dan mengecek temperatur dahinya. Ada langkah kaki yang berjalan menjauhi ranjangnya. Ada suara-suara dari luar ruangan juga, lalu suara mengobrol di ambang pintu.
Suara lelaki. Suara perempuan-perempuan.
"....saya mau berangkat dulu.... biarkan saja, jangan dibangunkan... tanya mau makan apa, tapi usahakan hari ini masak sop atau soto bening biar ada stok makanan di rumah, nanti saya pulang pas jam makan siang..."
Setelah itu, Mia tidak mendengar apa-apa lagi karena dia tidur terlelap.
Tapi Mia bermimpi aneh.
Dalam mimpinya, Mia merasa sudah menikah.
Tapi suaminya selalu bangun duluan, dan selalu membiarkan Mia tidur lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Segar
RomanceSelepas kematian ayahnya yang mendadak, Artemia Mudita memilih menerima pinangan Harris Teguh Prawira. Menjadi istri Harris membuat Mia bisa memastikan Killa, adiknya, tetap berkuliah karena harta keluarga sudah dia rencanakan untuk membayar hu...