8

1.9K 391 28
                                    

Malam sudah sepenuhnya pekat saat posisi Harris mendekati kompleks perumahan Mia. Selama ini, Harris tidak pernah masuk ke dalam dan hanya menunggu di gerbang kompleks. Jadi kali ini, Harris melakukan hal yang sama. Dia memarkirkan mobilnya di salah satu ruko kosong, dekat perumahan Mia, lalu memasuki kompleks perumahan Mia dengan berjalan kaki.

Lampu jalanan yang menerangi jalan kompleks terlihat sedikit redup, dan baru beberapa langkah, Harris memahami kenapa Mia lebih memilih agar Harris berhenti di gerbang kompleks. Jalanan di kompleks ini lumayan kecil, dan kemungkinan sulit kalau berpapasan dengan mobil lain, belum lagi urusan parkir memarkirnya nanti.

Dengan satu tangan memegang bungkusan roti dan buah-buahan, lalu tangan lain memegangi payung yang terkembang, Harris berjalan pelan. Sepatunya kadang menginjak genangan air karena aspal jalan terkelupas di beberapa tempat. Musuh aspal adalah air, dan biasanya kalau jalanan yang aspalnya gompal-gompal begini disebabkan buruknya drainase jalanan.

Selama berjalan, aneka suara anak-anak dan televisi terdengar dari masing-masing rumah yang pintunya dibuka. Gerimis masih turun dengan tipis, dan akhirnya, langkah Harris berhenti di depan rumah mungil dengan mobil Agya warna merah di carport-nya. Harris mengingat mobil itu sebagai mobil Mia.

Harris memperhatikan rumah di depannya ini beberapa saat, sebelum akhirnya berjalan lewat batu-batu setapak di taman, menuju ke pintu depan.

Tak lama, terdengar suara pintu terbuka. Seketika, Harris berhenti berjalan. Lalu seorang gadis muda keluar dari pintu samping rumah Mia, mengenakan celana basket selutut dan hoodie kebesaran warna merah muda. 

Gadis itu, Syakilla, membawa plastik sampah di tangannya dan seketika berhenti berjalan saat melihat Harris berdiri dengan canggung di tengah halaman mungil depan rumah.

Harris yang menyapa lebih dulu. "Syakilla? Halo, masih ingat saya? Saya Harris."

***

Harris menunggu Killa membuang sampah, sebelum mengikuti Killa masuk ke rumah melewati pintu samping. Mereka menyusuri dapur sempit memanjang berbentuk lorong. Ketika Syakilla mencuci tangannya di wastafel, otomatis Harris juga berhenti berjalan.

Killa lalu mematikan kran dan sembari mengibaskan tangannya ke wastafel, Killa berkata dengan suara rendah, "Terima kasih sudah membantu Kak Mia selama ini."

Harris tertegun sejenak, sebelum menggeleng. "Bukan apa-apa," katanya.

"Pasti apa-apa," kata Killa. "Kalau tidak, tak mungkin Kak Mia selalu cerita soal Mas Harris tiap kali kami saling berteleponan."

Harris hanya diam. Mungkin reaksi yang tepat adalah tersenyum tersipu sambil bertanya, memang Mia cerita apa saja tentang aku?

Tapi kemudian Harris menyadari kalau dia masih belum menemui Mia dan masih gelisah, ingin tahu soal keadaan gadis itu.

"Jadi, Mia keadaannya gimana?"

Killa kembali berjalan dan Harris mengikuti di belakang. "Yah, begitulah... kegawatannya sudah berlalu, sekarang tinggal pemulihannya."

"Kegawatannya?" tanya Harris.

Kini mereka sudah sampai di ruang tengah, atau ruang tamu. Tapi ruangan itu kosong tanpa furnitur jadi Harris tidak bisa memastikan.

Killa berhenti berjalan secara mendadak, dan untungnya Harris berhenti dengan sigap. Ketika Killa menoleh ke belakang, dia menatap Harris sejenak, "Rumah ini memang tidak besar, tapi entah kenapa ada Mas Harris jadi kerasanya makin sempit. Jangkung banget sih," kata Killa.

"Maaf," kata Harris, hampir secara otomatis.

Killa menatap Harris, matanya melebar heran mendengar jawaban itu, tapi kemudian Killa mengedikkan bahu dan mengembalikan pembicaraan ke topik semula. "Ya, kegawatannya sudah selesai, karena waktu Kak Mia ditemukan oleh tetangganya dia sangat lemah sekali. Trombositnya rendah dan saat dibawa ke RS langsung ditransfusi. Nggak tahu deh apa jadinya kalau nggak ada tetangganya yang datang ke rumah. Kebetulan sore itu jadwalnya arisan dan karena Kak Mia nggak datang-datang mereka menyusulnya ke rumah," jelas Killa panjang lebar.

Luka SegarWhere stories live. Discover now