15

5.5K 678 70
                                    

Meski kebanyakan usahanya berkutat di hiburan malam, Melki tidak bisa bergadang dan seperti biasa, mulai menguap saat waktu menunjukkan pukul sepuluh malam.

Melki juga hidup dengan sangat bersih, tak kenal minuman keras dan obat-obatan terlarang. Melki sering berkelakar dia bisa hidup selurus ini karena dulu ayahnya sangat brengsek dan begajulan. 

Tiap kali tidak punya uang, ayah Melki selalu tidur di rumah.

Tiap ladang karet mereka mendapatkan sedikit uang, ayah Melki akan didapati tidur di selokan, karena uang yang sedikit itu dipakai mabuk.

Harris pernah bertemu ayahnya, seorang insinyur teknik sipil, konon dulu bekerja di proyek jalan tol yang sama dengan ibunya. Nama ayahnya Harman, wajahnya tampan, perawakannya tinggi besar namun terlihat pemalu dan tidak terlalu suka bicara.

Harman dan Sari memang sepakat tidak menikah, dan meskipun Sari sangat berani dan berprinsip dengan pilihannya, tapi kala itu Sari sudah dewasa, sementara Harris kecil tidak pernah memilih untuk lahir dari ibu tunggal.

Di masa kecil hingga remaja, Harris selalu terombang-ambing dengan identitasnya sebagai anak yang tidak memiliki ayah. Mungkin kalau bukan karena kepribadian Sari yang kuat, Harris mungkin akan jadi anak yang lebih pemalu dan minderan. 

Tiap kali Harris merenungi betapa berbedanya dia dengan ibunya, sekelebat tanya selalu merongrongnya, apakah ini karena dia separuh ayahnya? Tidak seratus persen anak ibunya?

Mungkin akan mudah kalau dia tumbuh sembari melihat ayahnya juga, entah setahun sekali atau setahun dua kali.

Mungkin dia akan bisa seperti Melki, yang melihat kebrengsekan ayahnya dan memutuskan untuk menjadi pribadi yang 180 derajat berbeda. 

Sari selalu mengatakan soal 'kesepakatan' tiap kali ditanya kenapa dia tidak pernah menikah dengan ayah Harris. 

Kini, memasuki usia yang sudah lumayan matang, mendapati dia cukup untuk menikah namun selalu maju mundur, menolak terlibat dengan hubungan asmara, terus-menerus menggunakan pekerjaannya sebagai alasan untuk melarikan diri, menggunakan posisi sosialnya sebagai alasan keengganannya untuk mendekati gadis pujaan, Harris mendapati dirinya merenung.

Apakah inilah mengapa dulu ayahnya tidak pernah menikah dengan ibunya?

Karena dia tidak berani melangkah lebih jauh lagi?

***

"Jadi selama ini kamu begini-begini aja, sewa kamar karaoke buat dipakai tidur-tiduran?" tanya Melki, sembari menguap lagi.

Harris sedang berbaring di sofa di ruangan temaram itu, lalu mengangkat kepalanya dan menatap Melki.

"Kataku kalau kamu ngantuk mendingan juga pulang," jawab Harris, sebelum kembali berbaring dengan berbantalkan tangan.

"Lelaki-lelaki yang takut pulang biasanya males ketemu sama istri mereka, kalau kamu bukannya istri aja nggak punya, males pulang karena apa? Males ketemu emak? Takut disuruh kawin?"

"Nggak salah, tapi nggak bener juga," jawab Harris.

"Yang bener apa?" tanya Melki, sambil menutupi kuapnya dengan tinju.

"Nggak usah khawatir, besok aku nggak bakal mampir sini lagi, jadi kamu nggak usah pusing-pusing mikirin kenapa aku nggak pulang-pulang ke rumah...."

Melki terkekeh. "Wah, jangan bilang kamu mau ke kafe atau ke karaoke punya orang sebelah, biar nggak ditanya-tanya lagi..."

Besok dia ada janji makan malam dengan Mia, tentu saja. Tapi Melki kenal Mia sebagai anak mendiang Pak Fajri, jadi Harris menolak menceritakan yang sebenarnya, malas ditanya-tanya lagi. Harris juga tidak cerita kalau sekarang Mia tinggal di rumahnya selama hampir setengah bulan ini.

Luka SegarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang