19

1.5K 347 45
                                    

Datang ke Bandung untuk menjenguk Killa, tapi Mia sendiri akhirnya mengalami gejala yang sama saat dia tiba di kos Killa sore itu--meriang dan mual.

Killa tertawa tak berhenti saat Mia datang-datang langsung ambruk dan tengkurap di kasur Killa, dibarengi ngomel-ngomel panjang pendek soal pengalamannya naik ojek mobil online barusan.

"Coba bentar aku telepon istrinya si Aa yang jaga kos, semalam aku minta pijit sama dia rada enakan," kata Killa, sembari menjauh dan mengambil ponselnya tang dia letakkan di meja belajar.

Mia mengerang, membenamkan kepala ke bantal. Perasaan mual masih terasa di ujung tenggorokannya. Tapi ngomong-ngomong, Mia kemudian ingat dia belum mengabari Harris. 

Mas, aku sudah di kos Killa...

Mia langsung menutup layar ponselnya setelah dia menekan tombol kirim dan kembali memejamkan mata... tidak menyadari pesannya pada Harris bersimbol centang satu.

***

Mia baru mengecek kembali ponselnya sepulang dia makan malam dengan Killa, hampir pukul setengah sepuluh malam. Tadinya Mia malah mengira dia akan mendapati ada panggilan tak terjawab—Harris kadang lebih suka menelepon untuk membalas pesan Mia—tapi Mia tak mendapatkan keduanya, tidak ada telepon tak terjawan, tak ada balasan dari Harris dan Mia baru mendapati kalau pesannya belum sampai ke Harris.

Mia seketika terduduk di tepi ranjang, dan insting pertamanya tentu saja menelepon Harris. Sepanjang yang Mia tahu, agenda Harris hari ini hanya pergi ke resepsi pernikahan anak teman almarhum ayahnya, yang biasa Mia panggil Tante Yayang.  

Mia menelepon Harris dua kali, tapi tak ada satu pun yang tembus, hanya suara mesin kaku soal nomer yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. 

Mia lalu mencari nomer ponsel Melki. Meski agak kaku dan pendiam, suaminya punya banyak teman, apalagi setelah usahanya makin maju. Tapi Mia selalu merasa hanya Melki yang bisa dia percaya, Mia juga tahu Melki ikut menghadiri resepsi anak tante Yayang hari ini dan pergi bersama Harris.

Malam Pak Melki maaf malam-malam mengganggu, masih sama Mas Harris nggak?

Pesan itu bersimbol centang satu.

Mia menatap layar ponselnya sembari tercenung. 

Apa ini sudah cukup sebagai jawaban? Apakah sepulang dari resepsi mereka pergi mencari restoran di antah berantah, di tempat yang tidak terjangkau sinyal ponsel?

"Kenapa, Kak?" Killa keluar dari kamar mandi sembari memijat-mijat wajahnya dengan ujung jari. Aroma wangi krim wajah tercium lembut saat gadis muda itu duduk di samping Mia.

"Mas Harris tidak bisa dihubungi, pesannya nggak terkirim," kata Mia pelan. "Aku coba hubungi temannya yang pergi bareng dia, tapi sama nggak terkirim juga."

Killa berdiri lalu mengambil laptopnya di meja, sebelum kembali duduk di samping Mia. "Tumben, biasanya kebalik, Mas Harris yang repot telepon aku nyariin Kakak soalnya Kak Mia nggak bisa dihubungi."

Mia yang sedang mengetuk-ngetukkan ponselnya ke lutut, seketika berhenti. 

Mia baru tak pernah tahu soal itu--bahwa Harris, sering mencarinya lewat Killa. 

Dulu ketika Sari masih ada, Mia selalu memastikan ponselnya menyala, selalu terhubung, berjaga-jaga kalau Sari membutuhkannya untuk alasan apa pun.

Tapi kemudian Sari tiada, dan Mia mulai sering mengaktikan mode Jangan Ganggu di ponselnya, atau malah, mematikan ponselnya. Dulu ada beberapa pekerjanya yang masih mencarinya. Lama kelamaan, makin sedikit yang bisa menjangkaunya, dan belakangan, Mia bisa berhari-hari mematikan ponsel dan tidak ada yang mencarinya.

Luka SegarWhere stories live. Discover now