Johanna kembali ke rumah utamanya. Dia menatap mobil di belakang sana yang sejak tadi mengikutinya. Sepertinya Leonard dapat mencium ketidaksenangan pada wajahnya. Itu yang membuat pria itu terus mengikuti mobilnya sampai ke depan gerbang rumahnya.
"Apa perlu turun, Nona?" Isaiah beryanya, bukan hanya Johanna yang tahu pria itu mengikutinya. Isaiah juga menyadarinya.
"Dia hanya akan menemukan aku tampak buruk Tidak perlu. Sebaiknya masuk saja. Lebih baik untuk tidak menunjukkan kelemahan saat ini."
Isaiah mengangguk dan akhirnya menekan tombol di mobilnya. Gerbang besar dengan warna hitam itu segera terbuka. Mobil masuk perlahan dan kemudian mengebut di jalanan berkelok yang memiliki jarak hampir satu kilometer dengan rumah besar itu. Isaiah memarkir mobil di depan rumah, keluar dengan cepat dan segera berdiri di sisi pintu Johanna. Dia membuka pintu dengan kepala menunduk dalam.
Johanna keluar dan menatap Isaiah. "Malam ini ke ruang kerjaku. Kita akan begadang."
"Mengerti, Nona."
Johanna melangkah kemudian dan masuk ke ruang utama rumahnya yang super besar. Dua tangga melingkar menyambutnya dengan karpet merah di setiap lantai tangga. Beberapa pelayan juga memberikan sapaan yang dibalas Johanna dengan agak lelah. Setelahnya seseorang turun dari anak tangga itu. Ayahnya.
Wajah pria tua itu ceria dengan senyuman lebar. Menyambut kedatangan putrinya dengan tangan terentang memintanya datang mendekat. Johanna tersenyum dengan lebar, berusaha menutupi kegelisahannya.
Dia bergerak, hampir setengah berlari saat masuk ke pelukan ayahnya. Mencium aroma ayahnya dengan penuh sayang. Tepukan di punggungnya memberikan kedamaian yang tidak akan bisa diberikan pria mana pun padanya. Ayahnya adalah rumah pribadinya dan satu-satunya rumah miliknya.
Kecupan dilayangkan ayahnya beberapa kali di kepalanya. Setelahnya kedua tangan ayahnya mendorongnya menjauh sedikit. "Biarkan ayah melihatmu sebentar, Anakku." Zilong menatap putrinya seksama. Memberikan desahan. "Kau tampak lelah. Ka mana saja kau? Dan kenapa memakai jaket pria?"
"Jaket Isa. Dia meminjamkannya karena aku kedinginan. Aku kena hujan saat pergi ke kebun karet milik Leonard. Aku dan Leonard basah kuyup. Untung Isa menjemput."
"Basah? Apa tidak sakit?" mata Zilong dipenuhi kekhawatiran.
"Leon menjagaku, Ayah. Kau tahu sendiri kalau dia tidak akan membuat aku menderita. Jangan khawatir."
"Ah, karena kau mengatakannya, ayah ingin memberitahumu kalau keluarga kita dan keluarga Leon akan bertemu besok malam. Kami akan membicarakan soal pernikahan kalian."
"Pernikahan? Apa tidak terlalu cepat ayah?"
Zilong meninggalkan putrinya, dia berjalan ke arah sofa dan duduk di sana sambil memeriksa tabletnya. "Apa yang kau katakan? Mana bisa disebut cepat? Kalian bertunangan sudah dua tahun lamanya. Kau mengenalnya bahkan saat masih kecil. Sejak awal dia akan menjadi suamimu. Ibumu sendiri yang memberikan perjodohan itu. Kau mau membuat ibumu kecewa di atas sana?"
Johanna mendekati ayahnya. Dia duduk di sisi ayahnya, menatap dengan agak khawatir. "Tapi, Ayah, aku belum siap. Leon juga pastinya. Masih banyak yang harus aku lakukan. Dan pernikahan hanya akan membuat rencana itu berantakan."
"Kau bisa melakukannya sambil menikah. Leon bukan orang yang akan mengekang. Ayah mengenalnya dan ayah pastikan, pilihan ayah tepat. Bukankah kau sendiri mencintainya? Jangan katakan, kau mencintai orang lain?"
"Mana mungkin. Hanya Leon."
"Bagus. Maka menikahlah. Ayah akan mengurus segalanya. Kau hanya perlu menikah dan menjadi istri yang baik bagi suamimu. Seperti ibumu dulu."
"...."
"Bukankah ayah pernah mengatakan kalau kisah ayah dan ibumu sama persis dengan kisahmu dan Leon? Kami berteman sejak kecil, ibumu selalu ada untuk ayah. Dan mengutamakan ayah. Apa pu yang menjadi kesukaan ayah, maka ibumu juga akan menyukainya. Dia mencintai ayah seperti kau mencintai Leon. Jadi ayah tidak mau kau berakhir buruk dengan Leon. Kau harus bersamnaya, kau mendengar ayah, Anna?"
"Aku mendengarkanmu, Ayah."
Ayahnya mengangguk dengan bahagia. Dia bahkan menepuk kepala putrinya dengan lembut. Lalu kemudian dia menatap ke leher Johanna. Tidak menemukan adanya kalung di sana. "Di mana kalungmu?"
Johanna memeriksa lehernya. Dia tidak menemukannya. Kalung itu peninggalan ibunya. Dia tahu kalau dia menghilangkan benda itu. Tapi mengatakan pada ayahnya hanya akan membuat ayahnya tidak senang. "Aku meninggalkannya di kamar, di rumah pribadiku. Aku takut menghilangkannya jadi tidak membawanya. Akan kukenakan besok."
"Jaga kalung itu dengan baik. Itu satu-satunya yang tersisa dari ibumu."
Bagaimana dengannya? Bukankah dia satu-satunya peninggalan ibunya juga? Kenapa ayahnya tidak bisa menyayanginya layaknya Johanna adalah putrinya sendiri, dan bukannya menyayanginya hanya untuk menjadikan dirinya bayang-bayang dari wanita yang sudah meninggal.
Bahkan Johanna tahu, kematian ibunya, ayahnya menyalahkannya. Bagaimana pun, wanita itu mati saat melahirkannya, itu membuat ayahnya tidak akan peduli pada Johanna seandainya Johanna tidak mirip dengannya. Membenci ibunya sendiri, Johanna tidak menginginkannya. Tapi ibunya sudah membuat Johanna berada dalam posisi yang sulit. Andai dia yang mati dan wanita itu hidup, dia tidak perlu menjadi pengganti orang lain.
"Aku akan ke kamar dan mandi, Ayah. Selamat malam." Johanna mencium pipi ayahnya dan meninggalkannya.
Saat akan ke arah anak tangga, dia berpapasan dengan wanita itu, ibu tirinya. Wanita itu tersenyum ramah padanya. Tapi Johanna hanya melengos dan meninggalkannya. Dia dan wanita itu tidak dekat tapi jelas tidak bermusuhan. Wanita itu sama sepertinya, berada dalam jeruji ayahnya. Menikmati saat mereka harus diatur dan diperlakukan sebagai pengganti orang lain.
Karena ayahnya jelas tidak menunjukkan cinta yang sama besar pada wanita itu, sebesar cintanya pada mendiang istrinya. Malah ayahnya sering mengabaikan wanita itu.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘

YOU ARE READING
Sleep With Fiance (RAB)
RomanceSelama dua tahun dalam pertunangan sah. Sepuluh tahun mencintai dalam diam dan akhirnya Johanna hilang kesabaran. Pria itu tidak akan pernah membalas perasaannya. Harga dirinya sudah lama diinjak dan egonya sudah lama runtuh berserakan. Johanna tahu...