25

2K 139 3
                                    

Leonard mengangkat pandangannya. "Tidak akan ada. Ini jauh dari kebun dan tempatnya seperti terbengkalai. Malam hampir tiba jadi akan enggan orang datang ke sini."

"Bagaimana kalau tetap ada? Mereka akan melihat tubuhku," ucap Johanna menggigil.

Tangan Leonard semakin mengusap kulit tubuh yang begitu lembut itu. Sepertinya kelembutan Johanna benar-benar mengalahkan porselen. Tidak ada bagian di tubuh itu yang tidak membuat Leonard berteriak gila. "Akan kucongkel mata mereka dan kubunuh. Melihat tubuhmu berarti menandatangani kematian."

Sudut bibir Johanna terangkat. Tampak itu dilakukan dengan setengah sadar. "Kau masih bisa bercanda."

Leonard menyibak rambut panjang gadis itu, meletakkannya di belakang tubuh agar tidak mengganggu pandangan Leonard pada wajah cantik itu. Dia tidak bercanda, jika benar-benar ada yang melihat tubuh tunangannya sekarang maka Leonard benar-benar akan membunuhnya.

"Leon, peluk lagi. Ini masih dingin."

Leonard mengambil kain berdebu yang tergantung di dinding, sepertinya untuk menutupi jendela agar sinar matahari tidak masuk. Karena setelah kain itu ditarik, Leonard menemukan lubang kecil persegi empat yang bisa disebut dengan jendela mini. Di sana terlihat hujan deras yang masih mengguyur bumi.

Dibentangkannya kain itu ke lantai dan merebahkan tubuh Johanna di atasnya. Johanna memandang apa yang dilakukan Loenard. Dia memeluk dirinya, beringsut dan menjadikan dirinya melengkung seperti bola. Berusaha mencari kehangatan pada kain bau itu. Tapi sepertinya itu sama sekali tidak membantunya. Lebih hangat saat Leonard yang memeluknya.

Pandangan Johanna jatuh pada gerak Leonard yang segera menyalakan lampu di ruangan. Pria itu menjadikan saung bambu ini seperti rumah pribadinya. Dia bahkan tahu di mana lampu di senyumbikan. Lampu yang terbuat dari minyak tanah itu memancarkan warna putih terang yang membuat saung itu tampak lebih hidup.

Kemudian Johanna harus menelan pahit air liurnya saat dia melihat tangan Leonard yang sudah melepaskan kancing celananya. Dia tadinya mau bertanya tapi pertanyaan itu tertelan di tenggorokannya saat Leonard begitu saja menurunkan celana itu dari tubuhnya.

Bahkan pria itu langsung menelanjangi diri. Boxernya juga sudah ditanggalkan. Dan kini Leonard bergerak ke belakang Johanna yang meringkuk, memeluk gadis itu dengan kaki dan tangannya melingkar di tubuh Johanna. Leonard menjadikan dirinya sebagai mantel Johanna. Itu membuat Johanna mendesah dengan lega.

Dia merasa seperti ini lebih baik. Mari lupakan saat mereka sama-sama telanjang. Keselamatan lebih utama.

Leonard menarik kepala Johanna dan menaruhnya di lengannya yang terbentang. Mendekap kepala itu dan memberikan kecupan di puncaknya. Kemudian dia mengelus kepala itu dengan lembut. Pandangan Leonard jatuh ke atas jendela kecil itu, berusaha menenangkan diri dan menenangkan sesuatu yang menggeliat panas di bawah sana. Dia bisa saja mengabaikan kenyataan kalau Johanna adalah perempuan yang kini telanjang dan mudah diserang. Tapi kejantanannya jelas tidak dapat melakukannya.

Itu membuat Leonard hampir itu mengatakan pada Johanna, bisakah gadis itu memberikannya izin melakukan lebih jauh. Tapi Leonard bukan bajingan gila yang akan melakukan sesuatu pada gadis tidak berdaya seperti ini. Dia di sini untuk menyelamatkan Johanna. Bukan untuk membuat gadis itu trauma pada keberingasannya.

"Leon," Johanna memanggil.

Leonard tidak menjawab, dia terlalu khawatir akan memperdengarkan suara seraknya karena sekarang gairah menyelimutinya sepenuhnya. Leonard bukan biksu, mana mungkin dia tidak tergoda, saat belahan pantat ranum itu ada di antara kejantanannya dan payudara Johanan yang ditekan lengannya. Puting gadis itu juga tampak membelai lengannya saat Johanna bernapas. Itu membuat Leonard benar-benar ingin mengalahkan iblis di dalam dirinya. Tapi semakin dia melawan, semakin dia merasakan tekanan dan terseret ke dalam arus gairahnya sendiri.

"Bukankah dia bangun?" tanya Johanna memastikan.

"Hm?"

"Di bawah sana. Milikmu. Rasanya begitu keras dan panas."

"Diam, Anna. Kau membuat segalanya lebih memburuk. Sebaiknya simpan kata-katamu dan pejamkan matamu. Tertidur akan membuatmu lebih aman sekarang."

Johanna membuka mata. Dia menatap tangan Leonard yang terkepal. Itu membuat Johanna menggerakkan tangannya ke tangan itu. "Jika kau tidak bisa ...."

"Anna!" seru Leonard, hampir seperti memekik. "Jangan katakan apa pun yang ada di kepalamu. Hentikan."

"Tapi kau tidak dapat menahannya. Aku tidak mau kau menderita."

"Aku mau. Dan aku tidak akan menyentuhmu di tempat seburuk ini. Aku tahu kau tidak pernah melakukannya dengan siapa pun. Kau menjaga dirimu dengan baik dan aku berterima kasih untuk itu. Jadi aku akan menahannya dan kau harus tidur. Dengan kau tidur, itu akan membuat segalanya lebih mudah."

"Leon, jika kau melakukannya, ini tidak akan menjadi yang pertama untukku."

Wajah Leonard mengeras. Bingung melandanya. "Apa?"

"Aku sudah pernah melakukannya, dengan seseorang."

"Apa? Kau tidak bercanda?"

"Lakukan dan kau akan tahu."

Leonard awalnya berpikir kalau Johanna sengaja mengatakannya agar pria itu tidak terus menahan diri. Dia tadinya berpikir positif dan tidak memberikan penghakiman pada gadis itu. Tapi kemudian segalanya menjadi buruk saat pikiran jelek dan prasangka memenuhi dirinya. Tubuh hangat di depannya seolah menjadi sasaran anak panah baginya saat ini. Apalagi saat Johanna tidak bergeming dari pernyataannya seolah dia benar-benar mengatakan yang sebenarnya.

"Anna, katakan padaku—"

"Aku tidak berbohong. Jika kau melakukannya, itu tidak akan menjadi yang pertama. Aku tidak perawan lagi, Leon."

Dan Johanna memutar tubuh Johanna. Dia mencium leher gadis itu, memberikan isapan keras pada leher Johanna. Memberikan pemanasan pada tubuh gadis itu membuat Johanna akhirya bisa terbiasa, dia melakukannya dengan bertahap sampai mereka tiba pada penyatuan.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Fiance (RAB)Where stories live. Discover now