Selama dua tahun dalam pertunangan sah. Sepuluh tahun mencintai dalam diam dan akhirnya Johanna hilang kesabaran. Pria itu tidak akan pernah membalas perasaannya. Harga dirinya sudah lama diinjak dan egonya sudah lama runtuh berserakan. Johanna tahu...
"Bos, maaf saya mengganggu ...." Clive menatap ke belakang tubuh Leonard. Kali ini dia benar-benar tahu kalau dia lebih dari mengganggu. Dia membuat gangguannya memurkakan bosnya.
Johanna berdiri melewati Leonard. Dia menatap ke belakang Clive. "Di mana Isaiah?" tanya gadis itu khawatir pada pengawalnya.
"Dia memeriksa ke kamar anda."
"Kamarku?" Johanna menatap tidak yakin.
Clive menunjuk ke pintu yang ada di ujung lain lorong itu. "Bukankah kamar anda di sana? Saya pikir anda tidur terpisah dengan bos." Clive jelas tahu soal Johanna memutuskan pertunangan. Jadi dalam bayangannya, tidak mungkin dua orang yang sudah tidak bertunangan itu akan ada di kamar yang sama. Saat mereka tidak bertunangan saja, mereka tidak pernah berbagi kamar. Apalagi setelah segalanya usai.
Wajah Johanna berubah menjadi kesal. Dia menatap Leonard yang ada di belakangnya. Pria itu mengalihkan pandangan dari tatapan Johanna, dia sengaja menatap ke segala arah. Ke mana pun asal tidak pada Johanna. Dia berpura-pura seolah tidak ada yang dia lakukan.
"Kau menyebalkan!" seru Johanna yang segera meninggalkan Leonard.
"Tunggu ...." Leonard tidak lagi mengejar saat mendapatkan tatapan membunuh dari Johanna. Itu membuat dia menatap Clive dan segera mencengkram bagian depan kemeja Clive. "Bisakah kau menjaga mulutmu sedikit?"
Clive yang bisa menebak garis besarnya hanya dapat meringis tertahan. Dia tidak akan membela dirinya. Dialah yang tidak peka dan mengacaukan rencana bosnya. Dan sudah terlanjur, mau dipersalahkan seperti apa juga Johanna sudah pergi dan sudah masuk ke kamar lain itu.
Johanna melihat Isaiah sudah ada di dekat jendela. Dia berbalik menatap Johanna dengan terkejut. "Nona? Saya hampir menghubungi anda karena tidak menemukan anda di sini. Saya pikir anda pergi ke tempat lain."
"Mana mungkin."
"Anda di kamar tuan Acosta?"
Johanna mengangguk. Dia segera duduk dan merapikan pakaiannya. Dia sudah akan menarik selimut untuk menutup dadanya, bagaimana pun dia tidak memakai apa pun dibalik kemeja itu.
Tapi Johanna belum melakukannya saat Isaiah sudah menyerahkan tas belanjaan di dekat Johanna. "Saya membawa beberapa pakaian untuk anda. Tertinggal di mobil, saya lupa memberikannya."
Johanna meraih tas warna cokelat berukuran besar itu. Melihat isinya dan terpana dengan semua barang yang dimasukkan ke dalamnya. Isaiah jelas mempersiapkan segalanya. Dia seperti mesin pendeteksi yang selalu tahu apa yang harus dilakukan dan dibawa.
Johanna menatap kotak kecil di dalamnya, mengeluarkan dan membukanya. Menemukan pakaian dalamnya di sana.
"Jangan salah paham, Nona. Mara menyiapkan bagian yang tidak bisa saya siapkan."
"Apa yang kau katakan? Aku tidak akan salah paham. Aku tahu batasanmu dan kau lebih dari tahu. Jangan menganggap aku tidak mengenalmu, Isa. Tenang saja, jangan berwajah seperti aku akan menamparmu."
Isaiah mengangguk dan tersenyum samar. "Ah, soal keenam orang itu, kami sudah mengatasinya. Mereka tidak akan mengganggu lagi. Clive membuatnya dipenjara di tempat yang jauh. Dia pandai dalam hal itu."
"Lihat siapa bosnya? Mana mungkin dia akan tetap tinggal di sisi Leon kalau dia tidak memiliki otak."
Isaiah mengangguk, setuju. "Dan, Nona, soal tuntutan plagiat itu, minggu depan adalah sidangnya Anda masih tidak akan memberitahu tuan Acosta soal semuanya? Kalau sampai tuan besar benar-benar melihat anda melukis, dia akan murka. Sekarang saja anda sudahberada pada tali bahaya. Menambahkannya hanya akan membuat anda semakin menderita."
Johanna berdiri dan membawa tas belanja itu ke arah kamar mandi. Beberapa saat dia di dalam dan sudah keluar dengan gaun tidurnya. Dia kembali duduk di ranjang menatap Isaiah yang diam menunggu di tempatnya. "Tidak perlu mengatakan apa pun pada Leon. Aku akan mengatasinya. Ayahku harus diberikan pukulan telak hingga tidak ada jalan baginya mengelak untuk berhenti membuat aku sama seperti ibuku. Dia harus tahu kalau aku bukan ibuku, dan tidak akan pernah menjadi seperti itu. Dia harusnya menghargai aku sebagai putrinya, bukan terus membuat putrinya berada dalam bayang-bayang istrinya."
"Saya mendengarkan anda. Apa pun keputusan anda, saya akan selalu di sisi anda."
Johanna mengangguk dengan pelan.
"Saya akan pergi kalau begitu, Nona. Saya tidak akan mengganggu waktu istirahat anda."
"Kau akan tidur di mana?" Johanna bertanya dengan agak khawatir. Meski terbiasa bahkan tidak tidur sama sekali. Tapi tetap saja, Isaiah manusia biasa. Akan lebih bagus dilayani oleh seseorang yang bisa tidur dengan layak dan bangun dengan sehat.
"Di lantai bawah ada dua kamar lagi. Saya dan Clive akan tidur di kamar bawah. Anda tenang saja."
"Jadi benar-benar banyak kamar di tempat ini?"
Isaiah mengangguk dengan heran. "Di lantai atas dua. Di lantai bawah dua. Bahkan katanya ada di belakang tiga kamar yang tidak pernah digunakan. Jadi agak kotor."
Johanna benar-benar memarahi dirinya sendiri karena mau-mau saja dibodohi oleh Leonard. Dia percaya begitu saja, padahal dia sendiri tahu betapa besar tempat ini. Mana mungkin hanya memiliki satu kamar. Oh, sejak kapan otaknya menjadi begitu tidak berbobot.
"Nona? Nona!?"
Johanna mengerjap. Dia menatap Isaiah. "Pergilah. Aku akan tidur. Mari bicarakan soal segalanya besok pagi."
"Mengerti, Nona." Isaiah pamit undur diri. Segera bergerak ke pintu dan keluar. Dia menutup pintu pelan di belakangnya dan bergerak pergi.
Johanna kemudian mematikan lampu kamar itu dan masuk ke dalam selimut hangat. Dia merasa hampir bisa langsung terlelap tapi tiba-tiba tidur sendiri membuatnya gelisah. Dia merasa ada sesuatu yang kurang dan itu membuatnya tidak nyaman.
Saat dia hendak bangun, seseorang memeluknya dari belakangnya. Mengejutkannya dan hampir membuatnya memekik.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.