2

3.2K 200 4
                                        

"Jika kau cukup punya hati dan otak, kau harusnya menjauhinya. Biarkan dia berduka cukup lama dengan kepergian wanita yang dicintainya. Jangan menjadi penyakit untuk perasaan dan matanya."

Johanna menatap dengan tulus. Dia mendekat dan dengan satu tangan yang tidak memegang wine, dia meraih tangan Hattie. Menggenggamnya.

"Lalu, jika kau menjauhinya, kau akan bersamanya? Menggantikan kakakmu yang mati menyedihkan?" bisik Johanna.

Hattie yang mendengar itu meradang. Pupilnya membesar. Dia dengan sepenuh tenaga mendorong Johanna sampai gadis itu jatuh ke lantai. Kini semua tatapan mengarah pada Johanna. Karena tidak hanya jatuh, Hattie juga mengambil satu gelas wine dan menumpahkannya di kepala Johanna. Memberikan pemandangan menarik bagi semua orang.

Johanna yang mendapatkan pelakuan seperti itu segera menangis terisak. Dia memeluk diri dengan satu tangan karena tangan lainnya terluka oleh pecahan gelas yang tadi dibawanya ikut jatuh.

"Wanita ular!" seru Hattie meradang. Dia sudah hendak maju dan hampir memberikan beberapa pukulan. Tapi orang lain datang menghadang serangannnya.

Johanna yang ada di lantai hanya menatap pria itu yang mendorong Hattie. Dorongan kuat tapi tidak sampai menjatuhkan. Itu membuat Johanna tampak tidak lega.

Pandangannya dan pria itu bertemu, menemukan pria itu tampak bingung dengan tatapan yang diberikan Johanna. Tapi kemudian saat Hattie kembali ingin maju, pria itu menampar Hattie tanpa peduli yang dipukul adalah seorang gadis.

"Sekali lagi anda membuat noda muda kami terluka, anda tahu sendiri bagaimana kami akan mengatasinya." Telunjuk pria itu mengarah pada Hattie. Tatapannya penuh dengan ancaman.

Hattie mundur dan segera menatap ke segala arah. Semua orang sudah berbisik-bisik ke arahnya. Tidak memberikan celah bagi Hattie membela diri. Itu membuat dia menatap Leonard juga, berharap mungkin mendapatkan perlindungan dari pria yang ada di jauh sana.

Tapi Leonard segera mengalihkan pandangannya.

Sementara pria yang ada di depannya sekarang seolah siap membelah tubuhnya menjadi dua bagian. Dengan kesal Hattie akhirnya pergi melarikan diri.

Itu membuat pria yang adalah pengawal Johanna segera berbalik dan membantu nona mudanya yang terisak untuk bangun.

Wajah Johanna sudah dipenuhi dengan airmata. Bahkan tubuhnya basah oleh wine. Dia menatap Isaiah, pria yang berdiri di depannya dengan wajah sendu. "Isa, apa salahku?" Johanna menjadi begitu pucat.

"Nona Muda, tenanglah, kita pergi dari sini, ya?"

Johanna yang masih berlinang airmata segera memeluk Isaiah yang membantunya melindungi diri. Gaunnya tampak begitu menyedihkan sekarang karena tertumpah wine. Isaiah bahkan melepaskan jas hitamnya dan menyampirkannya ke tubuh Johanna. Dia mendekap erat nona muda yang diperlakukan seperti tuan putri tersebut.

Johanna sempat bertemu pandang dengan Leonard, tapi pria itu segera memberikan dengusan dan melengos meninggalkan pandangannya. Itu membuat wajah Johanna berubah menjadi dingin.

Isaiah memapah Johanna meninggalkan tempat itu. Mereka bergerak ke arah parkiran di mana tempatnya agak tersudut. Setelah yakin tidak ada yang melihat, Isaiah segera melepaskan Johanna dan berdiri dengan kedua tangan ada di depan tubuh.

"Nona Muda, saya—" Isaiah mengaduh kesakitan. Johanna sudah menendang tulang keringnya.

Gadis itu menatap dengan kesal. "Apa yang kau perbuat? Hanya tamparan? Kau harusnya membuat kulit wajahnya terluka. Sedikit goresan tidak akan membuat kau masuk penjara. Apa kau menjadi pengecut, Isa?"

"Nona Muda, saya hanya tidak mau anda berada dalam masalah."

Johanna yang mendengar itu bukannya merasa tersanjung, dia malah menendang tulang kering pengawalnya sekali lagi. Bahkan dua kali dan itu membuat Isaiah akhirnya berlutut di depannya. Pria itu kehilangan pijakan kakinya karena sepatu Johanna yang memang keras dan membuat dia tidak dapat mempertahankan tegaknya.

Johanna merenggut bagian depan kemeja Isaiah. "Dengar, aku membawamu ke sisiku untuk menyakiti seribu kali lipat siapa pun yang menyakitiku. Karena aku tidak dapat melakukannya sendiri. Jadi ingat di mana kau seharusnya melakukan luka yang tepat. Bukannya malah hanya memberikan tamparan yang bahkan tidak meninggalkan jejak."

"Saya bersalah, Nona Muda. Lain kali, tidak lagi."

Johanna memejamkan matanya. Dia menekan tulang hidungnya, amarah menggelegak di sanubarinya. Dia sepertinya ingin menerkam seseorang saat ini. Karena dalam kehidupannya, Johanna tidak pernah membiarkan bahkan setitik goresan di tubuhnya akan terjadi tanpa pembalasan. Siapa pun yang melukainya, akan mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan orang tersebut padanya.

Hattie tidak akan dia biarkan lolos.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Suara itu mnegejutkan Johanna. Dia yang sedang memejamkan matanya segera meremas pahanya dengan tangan yang tersembunyi dibalik tubuhnya. Airmatanya segera berlinang. Wajahnya memelas menatap Leonard minta dikasihani. Pandangannya jatuh pada pria itu yang menatap Isaiah yang masih berlutut.

Isaiah segera bangun dengan deheman. Dia berdiri di sisi Johanna. "Maaf, Tuan. Saya tidak menjaga nona dengan baik. Saya bersalah dan pantas berlutut di hadapan nona. Itu murni kesalahan saya."

"Dia saja tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Lalu kau malah merasa bersalah di sini? Tidak berguna." Leonard menatap Johanna meremehkan.

Johanna dengan wajah sendunya mendekat. "Leon, Hattie sudah—"

"Cukup!" potong Leonard. "Aku tidak ingin mendengar keluhan. Sebaiknya hari ini kau pulang sendiri. Aku sedang enggan berpura-pura." Leonard memperbaiki dasinya dan bergegas pergi. Bahkan tidak menatap lagi ke belakang.

Johanna memandang marah pada keparat itu. Dia mengusap airmatanya dan menatap pada Isaiah kemudian. "Hancurkan toko yang baru dibangun oleh wanita itu. Malam ini, aku ingin mendengar kabar baik."

Sleep With Fiance (RAB)Where stories live. Discover now