37

2K 149 3
                                        

Johanna berlutut di lantai. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan mendesah perlahan. Berusaha menutupi seluruh perasaan saat dia ingin berteriak sekencang yang dia bisa,

Bergerak mendekat, Leonard duduk di sisi Johanna. Menyentuh bahunya dan membawa kepala gadis itu ke dadanya. Memberikan kedamaian pada sentuhan tubuh mereka satu sama lain.

"Aku minta maaf, kita tidak menemukannya," Leonard berkata. Sedikit serak ada di tenggorokannya. Rasa bersalah menyelimuti hatinya karena dia sendiri tahu seberharga apa kalung itu bagi Johanna.

Mendongak menatap pria itu, Johanna tersenyum dengan gelengan. "Kenapa malah kau yang meminta maaf? Bukankah seharusnya aku yang mengatakannya?"

"Hm?"

"Soal yang aku lakukan di restoran. Membuatmu malu dan membuatmu disalahkan. Apa kau tidak membenciku?"

"Tidak," Leonard menimpali tanpa menunggu detik. "Aku tahu kau memiliki alasanmu sendiri. Kau menyuruhku mengerti, aku mencobanya. Meski sulit aku sedang mencobanya."

Bibir Johanna bergetar, ingin mengungkapkan kebenaran tapi terlalu takut untuk mengatakannya.

"Aku akan menunggu sampai kau benar-benar siap mengatakannya," lanjut Leonard lagi. Tahu kalau Johanna ingin memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi, tapi gadis itu nampak meragu. Matanya menunjukkan demikian.

"Bagaimana kalau aku tidak pernah bisa mengatakannya?"

"Maka simpan itu. Aku tidak membutuhkannya."

"Terima kasih."

"Hanya katakan padaku." Leonard tidak tahan menyimpan rasa penasarannya. Dia tidak dapat bertahan sampai dia benar-benar tahu. "Kau memutuskan pertunangan bukan karena kau berhenti mencintaiku, kan? Bukankah karena kau tiba-tiba sadar kalau perasaanmu milik orang lain dan bukan aku?"

Johanna diam. Cukup lama. Tampak berpikir.

"Sungguh itu?" Leonard bertanya dengan tidak sabar. Jelas ketidakberdayaan dengan sifat mengenaskannya menjadi satu dalam permukaan hatinya. Jika benar seperti itu, dia benar-benar kalah total.

"Bukan," timpal Johanna akhirnya, tidak lagi ingin menggoda pria itu. Apalagi dengan kekalutan di wajahnya yang dia tampakkan. "Aku tidak bodoh sampai terlambat sadar bahwa aku tidak mencintaimu dan malah mencintai orang lain. Segalanya tidak berhubungan denganmu. Jadi berhenti berpikir yang macam-macam."

Leonard mendesah dengan lega. Dia mengelus dadanya.

Melihat itu, Johanna hanya menggeleng dan segera lepas dari rengkuhan pria itu. Dia berdiri. Dia harus mengikhlaskan kalungnya seperti dia mengikhlaskan hubungan baik dengan ayahnya yang sudah berubah menjadi berantakan.

Keluar dari saung Johanna menatap langit malam. Dia tidak ingin kembali ke rumah pribadinya. Dia tahu ayahnya pasti menunggunya di sana. Jadi apa yang harus dilakukannya?

"Aku akan membawamu kembali. Ayahmu pasti khawatir. Dia mengejarnya bersamaku, tapi terlambat menemukanmu."

"Apa yang dia katakan?"

"Hm?"

"Ayahku, apa yang dia katakan setelah aku mengatakan soal pemutusan pertunangan itu? Dia tidak menyalahkanmu, kan?"

"Dia tidak berkata banyak. Dan dia tidak menyalahkanku. Dia hanya menepuk pundakku dan memberikan aku anggukan pelan. Ah, ibu dan ayahku menyalahkanku. Bahkan ibumu menampatku."

"Menamparmu?"

Leonard menyorot diri dengan senter. "Kau tidak melihatnya, di sisi kanan. Dia menampar dengan sangat keras sampai rasanya telingaku berdengung."

Johanna menyentuh segera pipi Leonard. Dia yang membuat Leonard kena tampar. Harusnya dia menunggu dan menjelaskan pada paman dan bibinya itu bahwa Leonard sama sekali tidak salah. Bagaimana mereka bisa memukul anak mereka sendiri? Elusan Johanna lembut di pipi pria itu yang tampak menikmatinya.

"Ayahmu pasti menunggu di rumahmu. Aku akan membawamu ke sana dan aku akan bersamamu. Akan kujelaskan pada ayahmu kalau aku yang salah. Bukan kau."

"Tidak takut kena tampar lagi?"

"Bukan masalah besar. Satu dua tamparan, aku bisa menerimanya."

Johanna menepuk pipi Leonard lembut. "Aku tidak akan membiarkannya. Mereka tidak berhak menamparmu. Dan saat ini, aku belum ingin pulang. Belum ingin bertemu dengan ayah. Aku belum siap menghadapinya."

Leonard mengangguk dengan mengerti. Dia tidak akan memaksa. Dia akan selalu berada di sisi Johanna, kapan pun gadis itu siap, Leonard akan ada untuknya.

"Leon, kau tahu penginapan di dekat sini? Malam ini aku benar-benar tidak mau kembali ke kota."

"Aku memiliki penginapan pribadi tidak jauh dari kebun karet ini."

"Penginapan pribadi?"

"Ya. Kubeli satu tahun yang lalu karena aku pikir proyeknya akan langsung berjalan dan aku ingin fokus pada penghancuran kebunnya. Jadi aku membeli penginapan agar tidak perlu menyewa. Tapi sampai sekarang aku masih bimbang."

"Soal menghancurkan apa mempertahankan kebun karet ini?"

Leonard mengangguk. Dia menatap Johanna. "Kau memiliki pendapat?"

"Tidak secara keseluruhan. Aku belum lama tinggal di sini, tidak tahu situasinya. Jadi aku tidak bisa memberikan pendapat hanya berdasarkan sesuatu yang sentimentil. Karena baik buruknya, kau yang tahu. Aku percaya padamu. Tapi jika kau membutuhkan pendapatku. Aku akan dengan senang hati berkeliling tempat ini besok dan melihat sekitarnya. Untuk tahu apa yang sebaiknya dilakukan pada kebun karet ini."

"Baik. Akan kutemani."

"Kau tidak bekerja?" Johanna menatap dengan aneh.

Leonard menyembunyikan salah tingkahnya. Tidak mau menunjukkannya. Dia saat ini hanya ingin bersama dengan Johanna. Dia bisa mengerjakan hal lainnya sambil bersama dengan gadis itu. Tapi Leonard tidak mau Johanna tahu, bahwa Leonard sudah jatuh gila pada gadis tersebut. Dia akan memaafkan segala kesalahan Johanna, akan menerima segala baik dan buruknya. Selama Johanna di sisinya, tidak ada masalah yang perlu dia takutkan atau khawatirkan. Leonard tidak yakin sejak kapan perasaannya berubah. Tapi saat dia tahu, segalanya terlambat. Johanna mengambil seluruh apa yang ada d dalam diri Leonard, membawanya menjadi miliknya dn Leonard tidak memiliki kuasa untuk mengubah itu semua. Dia menyerahkan dirinya tanpa terpaksa dan malah secara sukarela.

"Jika tidak ada hal penting yang kau lakukan, kau bisa menemaniku di sini. Tapi kalau ada hal penting, aku tidak mau kau melewatinya hanya untuk menghiburku. Kau lebih baik melakukan pekerjaanmu dan aku aka berada di sini. Ada Isaiah yang menemaniku, aku tidak sendiri. Ah, kau bisa meninggalkan Clive untukku jika kau khawatir."

Dua pria dalam bayangan Leonard membawa sakit hati di dadanya yang jelas tidak sedikit. Pria-pria itu berani menggantikannya? Mereka harus diberikan pelajaran. Bonus mereka sepertinya harus ditarik, ungkap hati licik Leonard.

"Tidak ada hal penting. Aku bisa menemani." Aku lebih baik dari dua pria itu.

" Aku lebih baik dari dua pria itu

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Sleep With Fiance (RAB)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora