"Apa hanya itu pilihannya?" Johanna bertanya dengan enggan. Saat ini bukan waktunya menjadi tidak masuk akal. Apalagi mereka benar-benar harus melakukan segalanya hari ini.
Earl mengangguk, seperti kucing yang diberikan ikan. Kesenangan tergambar di wajahnya, karena saat Johanna mempertimbangkan, dia sendiri sudah tahu jawabannya.
Johanna mendesah. "Lakukan kalau begitu. Aku akan menjadi modelnya."
"Kau bahkan bisa menjadi model?" tanya Leonard agak ragu. "Kau tidak akan kaku di sana, kan?"
Johanna menatap Leonard dengan dengusan. "Bukankah hanya berpose di depan kamera? Apa masalahnya?"
Dan Johanna harus menelan pil pahit pada suaranya sendiri. Karena beberapa saat setelahnya, saat sedang melakukan percobaan, fotografer yang bertanggung jawab sampai harus menekan lehernya karena sibuk berteriak mencoba membuat Johanna melakukan pose yang benar. Beberapa gerakannya sama sekali tidak memberikan keindahan. Dia kaku dan jelas terlalu menyadari ada kamera yang membuatnya tidak nyaman.
Oh, Johanna harusnya tahu, ada beberapa hal yang memang tidak bisa dilakukannya. Meski dia memaksakannya, dia masih tidak bisa melakukannya. Apalagi saat dia menatap ke arah Leonard yang tampak menikmati pertunjukkan lucu tersebut. Membuat Johanna meradang menatapnya.
Leonard berusaha mengalihkan pandangannya, tidak ingin menunjukkan pengolokan. Tapi itu malah semakin membuat Johanna kesal. Dengan penuh kekesalan, gadis itu bergerak pergi, menghentakkan kakinya ke lantai.
Dia melangkah dengan dibantu salah satu staf yang membawa gaun hijau tua yang memiliki ekor di belakangnya.
Johanna masuk ke ruang ganti dan segera menatap gaun hitam indah yang mirip dengan lukisan itu. Dia menatap seksama dan menemukan kesukaannya pada gaun yang baru pertama dia lihat ini. "Kapan gaunnya datang?" tanya Johanna pada staf perempuan itu.
"Baru saja datang, Nona."
"Kau boleh keluar."
Wanita itu bergegas pergi dan melakukan pekerjaannya. Sementara Johanna sibuk memandang gaun yang membuatnya terhipnotis tersebut.
"Kau suka gaunnya?" tanya Earl yang baru masuk.
Johanna berbalik dan memberikan anggukan. Lalu dia menatap Earl dengan penyesalan. "Maaf, aku mengacaukannya."
Mendengar itu Earl tersenyum, dia duduk di sofa. "Sebenarnya aku tahu akan seperti ini, karena kau membaca berkasnya jadi kau terikat pada apa yang harus kau lakukan. Kau tidak menjadi dirimu sendiri. Itu salahnya."
"Menjadi diriku sendiri?"
"Bukankah lukisan itu adalah dirimu?"
Johanna menatap tidak yakin. Kenapa semua orang bepikir bahwa lukisan itu adalah dirinya? Saat dia melukisnya, apa sebenarnya yang dia pikirkan saat itu? Johanna lupa apa yang dia pikirkan. Itu lukisan dua tahun yang lalu. Mana mungkin dia akan ingat apa yang terjadi saat itu sampai dia melukisnya.
"Dalam satu pandanganku saat melihat lukisan itu, aku tahu kaulah lukisan itu."
"Aku bahkan tidak menemukan kemiripannya."
"Karena itu kau, sebelum menyembah Leonard mungkin."
Johanna mendengus. "Menyembah?"
Earl terkekeh kecil. "Maaf, aku mengatakannya dengan agak keterlaluan. Tapi siapa pun yang melihat lukisan itu akan tahu kalau kaulah lukisan tersebut. Kau bisa bertanya pada siapa pun. Keindahan gelap yang dipancarkan dalam lukisan itu, sangat mirip denganmu. Keindahannya begitu nyata tapi mematikan. Seolah lilin yang tidak dapat disentuh ngengat tapi mereka masih sibuk mengelilingi lilin itu."
"Kau mengatakannya dengan agak berlebihan."
"Buktikan padaku. Pakai gaunnya dan lakukan sesuai dengan dirimu. Jangan terikat pada berkasnya. Hanya katakan pada dirimu, kaulah aturannya maka aturan itu tidak akan mengekangmu."
"Kau yakin aku masih boleh melakukannya?"
"Aku selalu percaya pada penilaianku. Buktikan kalau aku tidak salah."
Johanan mendesah. Dengan lemah dia bergerak. "Baiklah."
"Aku akan menunggumu di luar. Kami semua menunggumu."
Johanna mengangguk dan setelah Earl keluar, dua wanita masuk untuk membantunya mengenakan gaun hitam inda tersebut. Dengan hanya satu bahu gaun dan bagian bawahnya yang lebar, dia benar-benar mirip seperti seorang ratu. Permata indah pada mahkotanya juga melambangkan kekuasaan.
Make upnya dibuat setipis mungkin seolah dia tidak mengenakan apa pun di wajahnya. Kemudian rambutnya dibiarkan tergerai menutup punggung gaun yang memang terbuka.
Setelah beberapa saat, dua wanita itu terpana menatap padanya. Pada pancaran jiwa gelap yang begitu cantik itu. Pada indah kegelapan tersebut. Dua wanita itu saling menatap dan memberikan anggukan. Mereka kemudian membawa Johanna turun.
Belum ada yang boleh melihatnya. Atas perintah Earl, Johanna ditutupi menggukan kain putih, membiarkan empat orang memegang kain itu. Earl ingin konsepnya tiba-tiba jadi seluruh orang sudah bersiap di bawah menunggunya.
Semua orang sudah skeptis, entah apa yang membuat Earl masih mau menggunakan Johanna, karena mereka jelas-jelas melihat bagaimana Johanna mencobanya tadi dan gagal total. Tapi Earl tidak mendengarkan siapa pun, dia hanya mendengarkan dirinya dan dia percaya dengan apa pun yang menjadi keputusannya. Dia tidak pernah menyesali apa pun yang dia putuskan, dan ini tidak akan menjadi yang pertama dia menyesalinya.
Kain putih yang terbentang itu sudah ada di depan mereka semua. Fotografer sudah siap dan Earl duduk nyaman dengan senyuman tanpa kegelisahan sama sekali. Tidak seperti semua orang yang sudah gelisah karena malam hampir datang dan mereka tidak menemukan titik terang sama sekali.
Leonard sendiri yang duduk di sudut memperhatikan kain itu dengan seksama. Ada aura gelap yang ditunjukkan dibalik gaun itu. Sebuah rahasia yang seolah tidak boleh diketahui dunia. Leonard menantikan dengan tidak sabar, sesuatu mengatakan padanya kalau segalanya tidak akan menjadi mudah baginya.
Seolah alarm peringatan itu mengatakan, Leonard harus menjauh, karena dia akan kalah beberapa detik lagi.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘

YOU ARE READING
Sleep With Fiance (RAB)
RomanceSelama dua tahun dalam pertunangan sah. Sepuluh tahun mencintai dalam diam dan akhirnya Johanna hilang kesabaran. Pria itu tidak akan pernah membalas perasaannya. Harga dirinya sudah lama diinjak dan egonya sudah lama runtuh berserakan. Johanna tahu...