24

2.2K 160 4
                                        

Johanna pikir dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan diberikan pandangan khawatir oleh Leonard. Tapi sekarang tatapan itu hanya miliknya, itu membuat dia merasa bahagia. Meski dingin mendekapnya, tapi dengan tatapan Leonard, segalanya terasa sebanding.

Apalagi Leonard juga menggosok-gosok tangannya dan menempelkan tangan hangat itu di pipinya. Dia melakukannya beberapa kali dengan frustasi.

"Leon, aku tidak apa-apa."

"Apanya yang tidak apa-apa. Wajahmu pucat sekali." Leonard mengejutkan Johanna dengan membawa Johanna ke dalam pelukannya. "Aku harusnya membawa kau kembali dengan cepat."

Johanna merasakan tubuhnya menggigil. Dia memang tidak tahan dengan dingin. Tubuhnya tidak tahan. Sedikit dingin akan membuatnya sakit. Dulu saat dia bermain dengan Leonard, Kenneth dan Tristan, saat mereka kecil, Johanna juga kena hujan, dia tidak sadarkan diri sampai tiga hari lamanya. Masih lekat di ingatannya bagaimana perasaan bersalah ketiga orang itu karena tidak melindunginya.

Tapi Leonard yang sepertinya paling menyalahkan dirinya. Karena sejak saat itu, jika musim hujan, Leonard tidak pernah membiarkannya bermain di luar. Atau kalau dia keluar, harus ada pakaian super hangat yang dikenakan. Itulah satu-satunya kelemahan Johanna.

Pelukan Leonard lebih erat.

"Leon, kau membuat aku tidak bisa bernapas."

"Salahku. Semua salahku."

"Leon, aku sungguh tidak apa-apa. Aku tidak akan kenapa-kenapa. Tapi aku akan mati jika kau terus mengetatkan pelukanmu di tubuhku seperti ini."

"Tidak akan kubiarkan. Kau tidak boleh mati."

Johanna hanya bisa melemaskan kedua tangannya di sisi tubuh Leonard. Sepertinya Leonard sedang bermimpi. Itu membuat dia mengigau. Tapi dingin tubuh Johanna juga membuatnya tidak dapat berbuat banyak. Hangat tubuh Leonard membantunya tapi tidak banyak.

Leonard sendiri melepaskan kain yang menutup bagian depan saung. Dia mendudukan Johanna di lantai yang terbuat dari kayu itu. Membawa dirinya sendiri berada di depan gadis itu. Pandangannya jatuh pada tubuh Johanna yang menggigil dalam pelukannya. Dia berusaha menghangatkan Johanna dengan pelukannya tapi sepertinya itu tidak membantu banyak.

Akhirnya dengan sepenuhnya sadar, Leonard meraih jaket yang tadi dia pakaikan ke tubuh Johanna, melepaskan jaket itu dan kemudian mencampakkan jaket itu ke sisi tubuhnya.

Leonard juga meraih ujung pakaian johanna, itu membuat Johanna mulai mengambil kesadarannya saat sesaat tadi dia sempat kehilangannya karena terlalu fokus dengan dingin tubuhnya.

Johanna memegang tangan Leonard. "Apa yang kau lakukan?"

"Melepaskan pakaianmu. Kau akan mati beku jika pakaian itu terus melekat di tubuhmu."

"Tidak. Kau gila."

"Ya. Aku gila! Aku tidak mau kau sakit di depanku dan aku tidak melakukan apa pun. Terserah kau suak atau tidak, tapi aku tidak akan membiarkan kain itu ada di tubuhmu."

"Leon, kau bajingan!" seru Johanna di antara desah dinginnya. Karena Leonard benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Tidak peduli seberapa banyak Johanna memberontak, Leonard tetap menanggalkan pakaian gadis itu.

Johanna hanya takut pakaiannya akan rusak, itu yang membuat dia berhenti melawan. Membiarkan Leoanrd membawa perasaan malu di dalam dirinya. Apalagi saat pria itu benar-benar menarik lepas pakaian itu dan menyisakan hanya bra hitam yang melekat di tubuh putih itu.

Johanna mendekat ke arah Leonard, melindungi diri dari perasaan malu yang saat ini memenuhi dirinya. Dia menyodok leher Leonard. "Aku sungguh akan membunuhmu jika kita sudah keluar dari sini."

"Aku akan mempersiapkan pisau untukmu." Leonard mengatakan sembari melepaskan kemeja hitamnya. Dia melepaskan satu per satu kancingnya hingga sampai pada kancing di atas perutnya, Johanna menghentikannya, memegang tangannya.

"Sungguh, apa yang sedang coba kau perbuat?" Johanan protes sepenuh hati.

"Menghangatkanmu."

"Kita tidak pernah sejauh ini, kau mau aku menerimanya begitu saja?" Lupakan soal dia dan Leonard yang sudah pernah berhubungan badan. Saat itu pria itu tidak sadar, jadi itu tidak dihitung.

"Saat ini yang paling penting bagiku adalah menghangatkanmu. Aku tidak memikirkan hal lainnya. Jika kau memikirkannya, maka itu salahmu. Bukan salahku."

"Kau ... aku kehabisan kata. Terserah padamu." Johanna akhirnya mengangkat tangannya dari atas tangan Leonard. Membiarkan pria itu melepaskan kemejanya dan kemeja itu kemudian dicampakkan ke atas jaketnya.

Kini keduanya berpelukan dalam keadaan tanpa berpakaian. Johanna merasa nyaman, tubuh bertemu dengan tubuh membuat dia lebih baik.

"Kau harus melepas yang lainnya," bisik Loenard.

Johanna membuka mata sayu, pandangannya kusut karena rasa dingin yang memberikan sensasi seperti melayang padanya. Dia benar-benar benci karena memilih tubuh yang begitu lemah pada dingin ini. Apalagi sekarang Leonard sungguh menarik turun roknya, membawa kain itu lepas dari tubuh Johanna. Membuat dia hanya mengenakan bra dan celana dalam.

Tidak ada lagi pikiran buruk dalam kepala Johanna. Dia hanya ingin Leonard tidak melepaskan pelukan dari tubuhnya, Karena sepertinya kalau Leonard sampai melepaskannya, dia akan jatuh beku dan meninggalkan dunia ini. Itu yang membuat Johanna tidak lagi peduli ke mana tangan Leonard mengarah, bahkan saat kait branya dilepaskan oleh pria itu, Johanna malah hanya bergerak memberikan bantuan. Memberikan ruang bagi Leonard untuk menarik turun bra itu.

Johanna hanya mengkhawatirkan satu hal. "Leon?"

"Hm?" Leonard menimpali panggilan itu sambil membawa Johanna ke pangkuannya. Melepaskan celana dalam gadis itu dan benar-benar menelanjangi tubuh putih nan lembut itu. Tangan Leonard mengusap paha Johanna lembut, menyalurkan kehangatan ke tubuh dingin itu.

"Bagaimana kalau ada yang datang?" bisik Johanna pelan mengusik.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Fiance (RAB)Where stories live. Discover now