6

2.8K 165 2
                                        

Leonard hendak menggapai Johanna. Tapi sebelum dia berhasil meraih perempuan itu, Johanna sudah bangun dan mulai mendendangkan lagu yang begitu merdu keluar dari bibirnya. Suaranya halus dan lembut, juga dengan tarian gemulai yang indah. Seolah seluruh tubuhnya terbuat dari keindahan nyata.

Leonard memandang itu dengan tenggorokan kering. Dia sudah duduk di lantai dan bersandar pada sofa. Pandangannya tidak dapat lepas dari tubuh meliuk indah tersebut. Juga dengan gerakan halus yang seolah memanjakan matanya. Leonard merasa tersesat. Mata pekatnya menampakkan keresahan dan kegelisahan. Dia menginginkan tapi terlalu takut mengatakannya. Dia berharap tapi enggan membayangkannya.

Saat Johanna akhirnya mengalihkan pandangan dan menatap padanya, perasaan Leonard menjadi seribu kali lebih menyakitkan. Apalagi tubuhnya yang berkeringat dengan tidak mengerti. Napasnya juga memburu seolah dia menginginkan sesuatu yang begitu berdosa untuk dia inginkan.

Johanna menghentikan dendangannya. Dia memandang ke arah pria itu yang menatapnya. Senyuman menawan gadis itu tampak nyata dalam pandangan si pria yang kini mengulurkan tangan padanya.

Mendekat, Johanna berjongkok di depan pria itu. Dia menatap dengan kepala miring. "Kau menginginkan sesuatu, Leon?" tanya Johanna merdu. Manis suaranya menyisakan keengganan untuk tidak didengarkan. Bujuk rayu dalam suara itu menghilangkan gersang perasaan. Apalagi saat Johanna menyentuh kening Leonard. Mengusapnya dengan pelan. "Kau berkeringat sangat banyak, Leon. Aku tidak membawa tisu. Tempat ini juga tidak memilikinya."

Leonard menelan pahit suaranya. Dia memandang seksama ke arah Johanna. Seolah tahu kini pelaku yang menyebabkan dia berakhir tragis seperti ini. "Apa yang kau lakukan, Anna?" suara Leonard serak. Seolah ada lembah neraka di tenggorokannya yang membuatnya membutuhkan lebih banyak napas untuk bersuara.

Johanna mendesah, pelan dan terus memelan. "Aku hanya memasukan obat ke dalam minumanmu. Aku tidak melakukan hal lain. Aku bersumpah."

"Anna—"

"Sssttt," jangan bersuara seperti itu. Kau seperti mendesahkan namaku. Kau tidak mendengarnya? Sepertinya kau bahkan menginginkan aku sekarang."

"Tidak, ini obatnya."

Johanna terkekeh. Dia seolah mendapatkan hiburan yang begitu menyenangkan. "Sungguh, kau sekarang menyalahkan obat. Kau hanya tidak mau mengakui, bahwa selama ini kau menginginkan aku, Leon."

"Jalang."

"Ckck," Johanna berdecak. "Ah, sungguh menggoda. Jalang ini perlu mendapatkan pengakuan darimu sepertimu."

Johanna melemparkan diri ke pangkuan Leonard. Dia duduk di atas paha pria itu, mengalungkan lengannya di leher Leonard dan mendekatkan dadanya ke wajah pria itu yang tampak kesakitan. "Bagaimana? Kau menyukai aromaku? Seperti lilin di musim semi. Tidakkah kau menciumnya?"

Leonard menahan perut Johanna, tidak menginginkan gadis itu mendekat. Dia mendorong tapi jelas hanya setengah tenaga. Karena setengahnya lagi begitu menginginkan Johanna. Dia membayangkan gadis itu telanjang di bawahnya. Membayangkan tubuh lembutnya yang diciumnya buas. Dan terlalu banyak bayangan erotis pada bayangan Leonard yang bahkan membuat dia ketakutan pada dirinya sendiri.

Seolah sesuatu yang selama ini dia tahan akhirnya mengeluarkan diri. Binatang buas yang selama ini mengintai di balik sikap dingin dan jahatnya tidak lagi dapat dikekang. Dia seperti siap melibas habis tubuh Johanna. Dan itu membuat Leonard merana sendiri. Apakah dia benar-benar akan menunjukkan dirinya?

Johanna terus menggerakkan bokongnya di atas pangkuan Leonard, sampai dia merasakan benda mengeras itu yang terasa tegak. Itu membuat Johanna cekikan bahagia. "Lihat, dia saja sudah bangun."

Leonard memandangnya dengan tajam. Tidak mau menderita sendiri, Leonard akhirnya meraih belakang leher Johanna dan mulai menekan bibir gadis itu ke bibirnya. Dia menciumnya dengan membabi-buta bahkan tidak peduli napas Johanna yang dicurinya. Selama dia puas, dia akan membuat Johanna masuk ke neraka yang sama dengannya.

Beberapa saat dalam perlawanan, Johanna akhirnya bisa membebaskan diri. Tapi tidak sebelum bibirnya terluka karena Leonard menggigitnya dengan keras.

Dan yang membuat Johanna bisa membebaskan diri dari Isaiah yang datang. Dia membantu menarik Johanna hingga berdiri. Gadis itu kemudian mengusap bibirnya yang terluka dan menendang kaki Leonard dengan kesal.

Leonard terkekeh dengan desahan panas. Dia bahkan sudah menarik kemejanya menjadi berantakan. Tuksedo dan dasinya sudah lama lenyap entah ke mana. Pandangannya redup menatap gadis itu dengan penuh kebencian dan dendam. Seolah jika dia sadar saat ini, Leonard akan bisa membunuh Johanna.

Tapi kejutannya jelas belum berakhir. Isaiah mendatangkan seorang perempuan yang seksi dengan rambut pirangnya. Perempuan itu duduk di sofa dan menatap ke arah pria tampan yang sedang kepanasan itu.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Leonard terengah.

"Malam ini bukan antara kau dan aku, Leon. Tapi antara kau dan dia." Johanna menunjuk ke arah wanita itu. "Oh, aku juga mau mengatakan padamu, dia memiliki penyakit kelamin. Jadi nikmati malammu, Mantan Tunanganku Tersayang." Johanna mencium kening Leonard dan segera bergerak pergi meninggalkan.

Isaiah mengikuti di belakangnya. Melihat keenggaanan nonanya untuk pergi. Tapi Johanna terus memaksa kakinya melangkah keluar dari ruangan itu. Bahkan Isaiah menemukan airmata Johanna menetes dengan deras. Kali ini bukan sandiwara, gadis itu menangis. Benar-benar menangis.

Sampai mereka berada di luar, Johanna menjatuhkan diri. Duduk dengan memeluk lututnya sendiri. Menyatakan diri seolah menjadi pihak paling menderita saat dia sendiri yang merancang segalanya. Dia harusnya bahagia, dia sudah membalaskan dendamnya. Tapi yang ada di dalam dadanya hanya perasaan sesak tidak tertahankan. Seolah dia bisa merasaka lubang besar di sana.

"Nona Muda?"

Johanna menatap Isaiah yang berlutut di depannya.

"Sudah saatnya pergi."

***

Ready di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep

Sleep With Fiance (RAB)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora