Johanna sudah masuk ke dalam mobil. Isaiah tidak langsung menjalankan mobilnya. Dia menatap Johanna yang tampaknya sedang sibuk memeriksa ponsel yang selama ini tidak pernah dia nyalakan. Beberapa pesan ada di sana dan Johanna mengecek satu per satu. Tidak ada yang penting, selain cacian Leonard yang mengiriminya pesan hampir ratusan. Sepertinya setiap dia mengingat kejadian itu, dia akan langsung mengirim pesan.
"Nona, kita akan kembali ke mana? Rumah utama atau rumah pribadi anda?" tanya Isaiah.
Johanna bergumam. "Ayah tidak ada di rumah. Lebih baik ke rumahku saja. Di sana lebih tenang. Sekalian aku harus mengecek masalah plagiat yang membuat sakit kepala ini."
"Baik, Nona." Isaiah menyetir dengan pelan.
Johanna mengambil beberapa berkas yang tadi ada di sampingnya. Dia mulai memilah pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Beberapa memang perlu perhatian lebih darinya.
Dalam perjalanan pendek itu, Johanna hanya menatap keras dan tulisan dengan wajah dingin tidak senang. Setelah mobil berhenti, dia mendesah dan kemudian turun. Membawa beberapa dokumen, gadis itu masuk ke rumahnya. Malam sudah menyapa dan rumah yang biasanya hanya memiliki pelayan di pagi sampai siang hari itu jelas memberikan malam dingin nan sepi saat ini.
Johanna yang masuk lebih dulu berbalik karena tidak menemukan Isaiah. Dia menatap ke arah jendela. Rumah itu dipenuhi dengan kaca di setiap sisinya, membuat bisa dengan mudah menemukan apa yang ada di luar. Dan Johanna membuka jendelanya, kemudian menatap Isaiah yang sedang berjalan ke arah hutan.
"Isa! Apa yang kau lakukan di sana?" Johanna berteriak memanggilnya.
Isaiah berbalik dan menatap nonanya. "Saya rasa ada orang di sini. Saya harus memeriksanya nona. Kunci pintunya."
Wajah Johanna berkerut. "Mungkin hanya perasaanmu saja. Rumah ini memiliki keamanan tinggi. Tidak akan ada yang menyelinap kalau tidak tahu kode aksesnya—" Johanna terdiam oleh suaranya sendiri. Dia memejamkan matanya dengan kesal. "Sialan, aku lupa dia tahu kode aksesnya. Isa!" teriak Johanna. "Jebakan!' seru gadis itu memberitahu.
Dan terlambat, Isaiah sudah bertarung dengan seseorang. Johanna menatap di kejauhan dan mengenali penyerang itu sebagai asisten Leonard, Clive.
Johanna sudah berbalik dan melangkah hendak melerai mereka. Karena Clive bisa sangat kejam pada siapa pun yang melawannya. Johanna tidak mau Isaiah harus terluka untuk urusan yang tidak penting seperti ini.
Tapi sebelum dia berhasil membuka pintu, seseorang sudah menghadang pintu itu. Tangan yang tampak menunjukkan urat-uratnya itu membuat Johanna mendesah pelan.
Dia menunduk dan kemudian melemparkan kertas yang dibawanya ke belakang, mengenai wajah Leonard dan saat pria itu sibuk dengan kertas yang melayang ke wajahnya, Johanna melarikan diri. Tidak keluar melainkan masuk lebih dalam ke lorong rumahnya.
Dia tahu seluk-beluk rumah itu, jadi meski gelap, Johanna dapat tahu ke mana harus melangkah. Dia berlari sekuat tenaga hanya untuk menemukan kakinya dicekal dan membawanya jatuh ke sofa. Dia terlentang di sofa dan coba berdiri saat seseorang sudah berada di atasnya dan mulai meraih tangannya yang melawan. Kedua tangan Johanna ada di atas kepalanya, pandangan mereka bertemu dalam kegelapan. Tapi keduanya tahu tatapan mereka liar pada kebencian satu sama lain.
"Selamat malam, Tunangan," seringai Leonard.
"Suruh asistenmu melepaskan pengawalku. Ini antara kau dan aku, tidak ada hubungannya dengan Isaiah."
"Aku tidak tahu kalau tuan putri begitu peduli pada penjaganya."
"Dengar, Leon, kalau kau sampai—"
"Sss, sss, sss, berhenti." Leonard menempelkan telunjuknya ke belahan bibir Johanna. Hanya satu tangannya yang menahan kedua tangan gadis itu. Jelas kekuatan mereka benar-benar tidak dapat disandingkan. "Kau mengancam, aku semakin ingin menghancurkannya. Bagaimana kalau kubuat dia kehilangan satu tangannya. Masihkah dia bisa menjagamu dengan satu tangan yang tersisa?"
"Beraninya kau." Johanna menggemertakkan giginya. Dia hampir bisa menelan Leonard saat ini.
"Kenapa aku tidak berani, itu hal mudah bagiku. Kalau kau tidak mengatakan di mana wanita itu berada, maka malam ini akan ada kejadian penuh darah. Mau mencobanya?"
"Wanita?" tanya Johanna tidak yakin.
Leonard meraih leher jenjang gadis itu, menekannya dengan marah. "Masih mau mengelaknya? Wanita penyakitan yang kau berikan padaku. Wanita yang membuat aku jijik pada diriku, di mana dia?"
Mata Johanna mengerjap. Butuh beberapa saat untuk meyakinkan dirinya dan itu membuat dia hampir bisa tersenyum dengan lebar. Karena dia baru saja tahu kalau Leonard tidak tahu, wanita yang disentuhnya malam itu adalah dirinya. Percuma dia melarikan diri karena berpikir Leonard akan marah sebab dimanfaatkan, ternyata Leonard benar-benar tidak sadar. "Oh, wanita itu. Aku akan mengatakan di mana dia berada. Isaiah tahu di mana wanita itu berada. Dia mengirimnya."
"Kau tidak mengatakan itu karena ingin aku melepaskan pengawalmu, kan?"
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku bersumpah, Isaiah benar-benar mengirimnya. Aku bahkan tidak tahu di mana dia meninggalkannya. Dia hanya mengatakan kalau wanita itu tidak akan pernah kembali ke kota ini. Selebihnya, aku tidak tahu."
Leonard menatap coba meyakinkan dirinya. Dia kemudian melepaskan Johanna yang segera bangun dan menyentuh pergelangannya. Kedua pergelangannya sakit.
Johanna menatap Leonard yang sudah duduk di ujung sofa. "Bisa kau nyalakan lampunya?"
"Kau memerintahkan aku? Lakukan sendiri."
Johanna mendengus. Dia segera bangun dan melewati meja. Kemudian menyalakan lampunya. Ruangan itu menjadi terang-benderang. Johanna bergerak ke atah sofa dan duduk di ujung sofa lain. Wajahnya beralih menatap pada Leonard yang sekarang menatapnya dengan aneh.
"Kenapa? Ada yang aneh dengan wajahku?" Johanna menyentuh wajahnya.
"Kau memakai pewarna bibir merah?"
"Kenapa? Tidak bagus?" Johanna menatap jengkel.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep

YOU ARE READING
Sleep With Fiance (RAB)
RomanceSelama dua tahun dalam pertunangan sah. Sepuluh tahun mencintai dalam diam dan akhirnya Johanna hilang kesabaran. Pria itu tidak akan pernah membalas perasaannya. Harga dirinya sudah lama diinjak dan egonya sudah lama runtuh berserakan. Johanna tahu...