[2] Berdampingan (?)

4.3K 112 0
                                    

Hari itu cuaca terlihat lebih bersahabat. Terdengar sayup-sayup suara burung yang menjadikan hari ini lebih cerah. Dengan malas, Gita membawa tasnya ke meja makan. Di sana, sudah terlihat ayahnya yang tengah sarapan dan bundanya yang masih sibuk menyiapkan bekal.

"Pagi Bun Yah," katanya sembari meletakan tasnya di samping kursi yang tengah ia duduki. Orang tuanya hanya menatap anaknya ini dengan penuh tanda tanya.

Saralee Anggita. Anak sulung dari 2 bersaudara ini sekarang duduk di kelas X. Tepatnya di SMAN Nusantara Jakarta. Jarak sekolahnya cukup jauh dari rumahnya. Setidaknya ia harus menempuh perjalanan 30 menit dengan motor. Lalu kenapa dia memilih sekolah itu? Gita selalu berpikir bahwa itu adalah takdirnya untuk bertemu sang 'pangeran hatinya', Adrian.

"Nggak usah kaget lihat wajah anak Bunda sama Ayah yang satu itu. Nanti Bunda sama Ayah pasti bakal liat wajah dia kayak gitu terus," suara itu mendekat ke kursi Gita dan menyingkirkan tas yang ada di kursi di dekatnya. Gita hanya melirik ke arahnya seperti seekor singa yang melihat mangsa di depannya, dengan tatapan akan segera memangsanya.

"Dhita, jangan gitu sama kakakmu," tegur Bunda seraya memberikan segelas susu ke kedua putrinya. Ayah hanya tertawa melihat tingkah anak-anaknya.

Ya, keluarganya sudah tahu soal masalah asmaranya dengan Adrian. Dari siapa? Siapa lagi kalau bukan Dhita. Saralee Andhita adalah adik kandung Gita. Nama mereka memang sama, tapi mereka bukan kembar. Dhita masih duduk di kelas IX. Walau begitu, ia sangat suka mengganggu mood kakaknya itu. Apalagi kalau masalah Adrian.

Dhita tahu masalah Gita dengan Adrian karena tangannya yang jail. Dhita suka 'menggeledah' barang pribadi Gita saat kakaknya itu tengah tidak berada di rumah. Dan sepertinya Tuhan merestui niat jahat Dhita. Dhita menemukan foto Adrian di meja belajar Gita. Di balik foto itu, ada identitas Adrian yang Gita cari dengan susah payah.

"Kamu kenapa, Git?" tanya Ayah sembari membuka koran yang ada di sampingnya. Itu artinya ayah sudah selesai sarapan.

"Biasa Yah masih dicuekin sama Kak Adrian," lagi-lagi ulah Dhita itu sukses membuat bibir kakaknya manyun. Dhita terkekeh kecil sembari menikmati sarapannya. Sedangkan Gita hanya bermain sendok dan garpu yang ada di depannya tanpa mengisi makan di piringnya.

Bukan karena diet, Gita memang terbiasa dengan tidak sarapan. Ada masalah pada perutnya sehingga dia memilih tidak sarapan dari pada harus bolak balik ke kamar mandi. Bundanya memilih untuk membawakan bekal untuk anak sulungnya itu.

"Dhita buruan habisin sarapannya. Ayah udah selesai makan tuh," Bunda mengelus rambut Dhita yang terurai sembari meletakkan bekal di tas Gita. Dhita mengangguk. Sedangkan Gita masih diam dengan wajah manyunnya.

Setiap harinya Gita memilih untuk berangkat sekolah dengan motornya. Tetapi untuk hari ini, dia harus berangkat bersama ayah dan adiknya karena motornya yang sedang rusak. Kenapa harus pakai motor? Taulah ya Jakarta macetnya kayak apa.

Setelah menyium punggung telapak tangan ayahnya, Gita segera keluar dari mobil. Tidak lupa dia 'balang' adiknya yang sedari tadi tidak berhenti mengoceh dengan kotak tissue yang ada di depannya.

Pada saat yang bersamaan, mata Gita langsung tertuju pada seseorang yang baru saja memasuki gerbang sekolah dengan motor hitamnya. Senyum Gita langsung mengembang. Ia pun berlari ke arah motor itu.

"Pagi Ian," sapanya saat sang pemilik motor sudah menghentikan motornya di parkiran.

"Elo sekarang jadi jasa para jomblo ya?" jawab Adrian tanpa menoleh ke arah Gita yang masih senyam senyum. Adrian melangkahkan kakinya keluar dari parkiran.

TRUST LOVE [Completed] Where stories live. Discover now