[38] Is it over?

1.5K 66 0
                                    


Gita menghela napasnya.

Sudah dua hari ini Adrian tak menghubunginya. Sejak ia telat datang ke taman saat mereka janjian dua hari yang lalu, Adrian sama sekali tak menghubunginya. Bahkan telfonnya tak diangkat, chatnya pun tak dibalas.

Gita pun hanya bisa uring-uringan sendiri. Semarah itukah Adrian padanya? Bukannya itu terlalu kekanak-kanakkan? Hanya karena telat, ia bisa semarah ini padanya?

"Galau?" tanya Bunda tiba-tiba yang sudah berada di ambang pintu kamar Gita. Ia sedikit terlonjak kaget karena tak menyadari kehadiran sang Bunda.

"Eh, Bunda... enggak kok," ucap Gita yang saat ini tengah duduk di tepi kasurnya.

Bunda tersenyum. Ia kemudian masuk dan ikut duduk di dekat Gita.

"Lagi marahan?" tanya Bunda lagi. Gita mengutuk dirinya sendiri karena terlalu tak bisa menyembunyikan kegelisahan hatinya. Ia mengangguk.

"Adrian marah, Bun, udah dua hari. Dia nggak ngehubungi aku. Chat-ku nggak dibales. Talfonku nggak diangkat. Gimana coba?"

"Kenapa?" tanya Bunda sambil mengelus pelan punggung Gita yang sedikit menunduk.

"Jadi ceritanya dua hari yang lalu tu Gita sama Adrian janjian di taman. Tapi Gita lupa. Terus waktu Gita udah sampai sana, Adriannya marah,"

Bunda tersenyum. "Gita... semua udah nggak kayak dulu lagi,"

Gita menoleh menatap Bunda-nya dengan sedikit bingung. "Maksud Bunda?"

"Kamu tahu? Adrian udah nungguin kamu 3 jam di sana. Dia nelfon Dhita, nelfon Bunda, nelfon Ayah nanyain keadaan kamu. Dia panic ngira kamu kenapa-kenapa,"

Gita kembali menunduk. "HP Gita low bat,"

"Bukan itu masalah utamanya. Tapi Dika,"

Gita sedikit terkejut. "Kenapa Dika? Kan dia juga tahu gimana deketnya aku sama Dika. Kenapa harus marah sih?"

"Sekarang udah beda, Git. Kamu sama Dika udah bukan anak kecil lagi. Mungkin kamu bisa bilang 'aku nggak suka Dika, kita temen dari kecil' sekarang. Tapi kamu juga harus inget kalau orang yang kamu suka sekarang, Adrian, juga temen kamu dari kecil. Perasaan itu bisa tumbuh kapan aja,"

"Ya tetep aja, Bun. Kan bisa dibicarain baik-baik bukannya harus diem-dieman kayak gini,"

Bunda kembali tersenyum. "Iya, tapi kamu juga perlu memahami perasaan Adrian,"

"Kok Bunda jadi belain Adrian sih?"

"Kamu sama Dika," potong Bunda cepat. "Kalian perlu memahami perasaan pasangan masing-masing. Bunda tahu, Dika sayang sama kamu karena merasa bersalah dan ingin ngejaga kamu. Tapi cara itu salah karena pada akhirnya dia justru nggak bisa ngelepas kamu untuk dijaga oleh orang lain. Adrian misalnya,"

"Bunda bukannya menyalahkan kamu. Tapi apa kamu pernah berpikiran kenapa Dika selalu akhirnya menyudahi hubungannya dengan perempuan lain? Ya itu karena dia merasa nggak bisa membagi perhatiannya ke perempuan lain. Dia cuma mau jagain kamu aja. Nggak mau yang lain."

Gita menunduk mendengarkan ucapan Bunda. Ia merasa bodoh karena tidak pernah berpikir hingga sejauh itu.

Apa bener gara-gara gue Dika jadi nggak bisa deket sama cewek lain?

Tiba-tiba saja, HP Gita bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Mata Gita melotot kaget saat melihat id penelfon.

Ian

Ia menoleh ke arah Bunda sebelum menjawab panggilan itu. Bunda tersenyum tipis.

"Iya, Yan?"

"Gue jemput entar jam 8. Pakai baju yang rapi,"

TRUST LOVE [Completed] Where stories live. Discover now