5. Pertengkaran Pertama

17.4K 1.8K 184
                                    

kemaren-kemaren aku salah nulis nama Diya. aku nulisnya Dya. padahal aku sebelum-sebelumnya nulisnya Diya. sory2. yang bener Diya ya, Rediya.

oh ya, semalem aku bikin video. nggak bagus-bagus amat sih. tapi ini gambaranku tentang Rafan deh. ada di multimedia yaa. kalo nggak bisa di buka, bisa dilihat di youtube. judulnya It (Rafan).

oke, happy reading nd happy watching.

---

Rafan menatap dinding sekretariat OSIS, benteng kakaknya itu dengan dingin. Jujur saja, dia memang tak akan mangkir dari hukuman. Namun, berada di daerah kekuasaan kakaknya dengan dirinya sebagi orang yang harus diadili membuatnya tidak senang.

Harga drinya menolak menerima. Bayangan kakaknya yang berkuasa dan dirinya harus tunduk semua kata-katanya membuat kepalanya pusing.

"Ooh, jadi ini yang namanya Rafan ..." satu cewek bicara. Menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Penampilan Rafan tak rapi, terkesan berantakan. Papan biodatanya sudah terbuang entah kemana, ujung baju keluar semua, dan beberapa noda tanah mengotori seragam putihnya.

Tapi justru itu membuat cewek yang menatapnya mulas. Terlalu maskulin. Tatapan tak sukanya kini berubah menjadi tatapan memuja. Giginya menggigiti bibir menahan desakan perasaan. Namun saat Rafan menoleh dengan tatapan dinginnya, geleyar itu hilang dan dia seratus persen membatu.

Untuk menyelamatkan harga dirinya yang diujung tanduk itu, dia berdehem pelan. Lalu menoleh ke segala arah.

Rafan tak memperhatikan cewek itu lagi. Dia memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan diam. Menunggu vonis hukuman. Matanya masih setia menatap dinding. Tak ada pemandnagan bagus untuk dilihat. Selain orang-orang yang sibuk berdiskusi hukuman apa yang pantas dia dapatkan. Dan jelas itu bukan hal yang menarik perhatiannya.

"Mending lo aja deh yang mutusin." Seorang cowok datang menghampiri Fier. Lalu menepuk bahunya. Mereka sudah rapat dan ujung-ujungnya melemparkannya pada Fier. Dan akhirnya keputusan ada di tangan Fier. Rafan melengos. Ini yang paling dia benci! Hidup matinya ada di tangan kakaknya.

"Oke." Fier menyanggupi dengan senang hati. Nada senang itu tak luput dari pendengaran Rafan. Rafan menyipit curiga. Dia yakin Fier merencanakan sesuatu. Terlebih Fier kini tak sungkan-sungkan menyembunyikan senyumnya. Fier menggerakkan alis menantang. Membuat Rafan mengepalkan tangan geram.

"Lari keliling lapngan." ucapnya mantap.

Ruangan tiba-tiba hening. Semua yang ada di ruangan melongo. Mereka menyerahkan keputusan ke ketos karena Fier selalu memilih hukuman paling jenius. Tapi ... lari keliling lapangan? Mereka mengira-ngira. Dimana jeniusnya? Bahkan hukuman ini sudah ada sejak hukuman jaman kolonial. Kenapa memilih ini?

Rafan menggeram kesal. Apa kakaknya mau meringankan hukumannya? apa ini belas kasihan?!

"Fier ... kok nggak ada berat-beratnya?" tanya Rosie. Yang lain mengangguk-angguk. "Kalau ringan begitu dia nggak akan kapok mukul orang lagi!"

"Justru ini biar dia nggak mukul orang lgi." kata Fier. Dia menatap mata Rafan tenang dengan kedalaman yang jauh menusuk ke dasar. Rafan mengerjap kaget melihat tatapan penuh kemenangan itu. Dia mempuyai firasat tidak akan menyukai kalimat selanjutnya "Karena ... dia akan lari sejak keluar dari rung sekre ini sampai pulang!" putusnya.

It (Rafan)Where stories live. Discover now