20. Mulai Bergerak

3.4K 503 39
                                    




Flashback 2 hari lalu.

Rafan terdiam melihat ke arah lapangan dari kejauhan. Di sana benar-benar ramai pada jam istirahat begini. Namun diantara banyaknya anak yang berlalu lalang, fokus Rafan hanya satu.

Robi dan teman-temannya. Seperti juga kakaknya yang sudah menjalani rutinitasnya seperti biasa, Robi pun sama. Ada 8 anak di sana. Mengelilingi Robi seolah dia raja dan mereka semua abdinya.

Dia dengar, di sekolah ini Robi memang anak yang paling ditakuti. Dia paling banyak pengikutnya. Badboy paling bermasalah dalam artian negatif. Mereka orang-orang penindas.

Entah kenapa, dia selalu menemukan kawanan seperti ini di setiap sekolahnya. SD, SMP, bahkan sekarang saat SMA pun ada lagi. Mungkin nasibnya yang sial atau mungkin dalam takdirnya tertulis dia harus berurusan dengan mereka.

Yang manapun, dia tidak peduli. Kasus Fier kemarin membuat Fiandra benar-benar penasaran. Ujung-ujungnya Rafan yang kena getahnya. Bundanya sungguh tahu cara memaksa. Hanya dengan mengajak Diya berjalan sepanjang koridor saja, Fiandra sudah menyampaikan maksudnya dengan apik.

Dengan kasat mata Fiandra menunjukkan kepada Rafan bahwa dia bisa mendekati Diya kapanpun dia inginkan. Dan itu membuat Rafan was-was. Satu-satunya cara membuat bundanya diam di tempat hanyalah memberikan apa yang Bundanya mau.

Memberi tahunya apa yang sebenarnya terjadi pada Fier.

Mau tidak mau Rafan harus mulai bergerak. Dia sudah memikirkan banyak hal. Dan satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah bergerilya, diam-diam. Cara dimana dia bergerak leluasa. Melakukan aksi yang diperlukan, tanpa banyak resiko.

Dia tidak perlu berhenti satu langkah hanya karena seseorang mengawasinya lalu melarangnya ini itu. Semua hal merepotkan itu hanya akan mengganggunya.

"Fan!"

Rafan menoleh dan melihat Yusuf mendekat. "Dapet apa?" tanya Rafan segera.

Yusuf memberikan secarik kertas pada Rafan dan Rafan langsung membacanya. "Cuma ini kan?" tanya Yusuf.

Rafan mengangguk. Ya, memang cuma informasi ini yang dia perlukan. Ini adalah satu titik awalnya mencari tahu kebenaran. Selebihnya dia akan mencarinya sendiri. "Thanks," Rafan mengeluarkan satu lembar uang kertas dari sakunya. "Ke kantin sana, makan yang banyak." Dia tahu Yusuf belum makan dari tadi hanya untuk mencari informasi.

Yusuf menerimanya sambil nyengir lebar. "Makasih bos."

Rafan menepuk bahu Yusuf lalu pergi. Dilipatnya kertas itu menjadi lipatan kecil. Di depan kelas dia bertemu Diya yang sedang bersama Lala.

            "Dari mana aja sih dari tadi?" tanya Diya sewot. Rafan melesakkan kertas itu ke saku celana.

            "Tadi sama Ucup nongkrong di deket lapangan." balas Rafan. Dia jujur karena sedari tadi dia memang ada di dekat lapangan memperhatikan Robi. Tapi Diya tidak perlu tahu itu.

Ngomong-ngomong, dia sedari tadi juga belum makan. Rafan mengusap perutnya yang mulai keroncongan. "Di, ada makanan nggak? Laper gue."

Rafan pasang muka memelas saat Diya mendengus keras.

            "Makanya gue dari tadi nyariin lo. Istirahat pertama nggak ke kantin, kedua juga enggak. Ngilang mulu." dengus Diya kesal. Tapi dia mengeluarkan sebuah plastik sandwich dari saku roknya. Rafan menangkap sandwich yang dilemparkan Diya. Diya selalu jadi penyelamatnya dalam situasi seperti ini.

            Rafan duduk di kursinya lalu makan dengan lahap. Tepat setelah suapan terakhirnya habis, Yusuf datang dari arah pintu. Menenteng satu botol air mineral ukuran tanggung lalu memberikannya pada Rafan.

It (Rafan)Where stories live. Discover now