10 - Hari Pertama (2)

3.6K 538 36
                                    


Rafan mengegas motornya sampai melewati mobil Diya karena sekolah sudah dekat. cepat-cepat Rafan memarkirkan motornya lalu menunggu di depan gerbang menunggu mobil Diya datang.

Senyumnya tersungging lebar saat mobil Diya berhenti di depan gerbang dan jendela samping kemudi turun.

"Hati-hati di jalan ya Yah." kata Rafan tak tahu malu.

Muka ayah Diya sudah merah padam menahan kesal. Namun dia tahu tidak mungkin memperpanjangnya dilihat sekeliling mereka ramai. Ayah Diya memilih menaikkan kaca jendela dan pergi dari sana.

Setelah ayahnya pergi, Diya yang sudah berdiri di depan Rafan memukul lengan Rafan kesal.

"Lo mau bikin bokap gue hypertensi?!" kata Diya emosi.

Rafan mengusap perutnya yang kelaparan. "Temenin ke kantin yuk, laper!"

Cowok itu sama sekali tidak memedulikan Diya yang menggigiti bibirnya gemas. Diya memang baru pertama kali dekat dengan cowok. Tapi dia tidak tahu, pengalaman pertamanya bisa bersama cowok yang semenyebalkan ini.

Diya tidak punya pilihan lain selain berlari menyusul Rafan.

"Di rumah enggak sarapan emang?" tanya Diya.

"Nggak sempet."

Cemberut Diya mengendur. Dia masih berjalan di samping Rafan, memandang Rafan dengan pandangan bersalah. Bagaimana bisa dia marah-marah? Padahal Rafan sudah melewatkan sarapan hanya karena menjemputnya. Diam-diam Diya tersenyum tipis.

Langkah Rafan berhenti. Otomatis Diya juga ikut berhenti. Ada papan pengumuman di depan. Banyak yang berkerumun di sana.

"Di!!!"

Dya menoleh saat Lala memanggilnya. Cewek itu mendekat dan jejingkrakan heboh hingga Diya bingung sendiri. "Apaan?"

"Kita sekelas!!!"

Mendengar itu Rafan langsung tahu kalau papan pengumuman itu adalah pembagian kelas. Nanti saja dia lihat. Rafan memilih makan.

"Eh, mau ke mana?" Diya menarik lengan kemeja Rafan. Cowok itu berniat pergi menjauh. "Lihat ke sana dulu." ajak Diya.

"Liatin ya, gue laper."

Rafan seakan tidak peduli akan di tempatkan di mana. Seakan tidak peduli mau di tempatkan di kelas manapun. Sepertinya cowok itu juga tidak mempunyai keinginan untuk sekelas dengannya.

Diya menghela napas namun tetap mengangguk juga.

---

Rafan duduk di salah satu kursi di meja kantin yang kosong setelah memesan makanan. Tangannya langsung mengeluarkan ponsel dan menghela napas melihat banyaknya misscall di sana dan semuanya dari bunda.

Satu pesan masuk ke ponselnya dari nomor tidak di kenal.

Fan, kamu tadi ke mana?

Shiena. Rafan memang tidak pernah menyimpan kontak milik Shiena. Dulu pernah dia memblokirnya. Akibatnya, Shiena mengadu pada Fiandra. Dan ujung-ujungnya, bundanya itu memintanya untuk tidak memblokir nomor Shiena. Saat itu Rafan akhirnya melunak dengan syarat, suka-suka dia mau membalas pesannya atau tidak, juga mengangkat panggilannya atau tidak.

Seperti sekarang. Rafan menghapus pesan itu cepat. Tanpa membalasnya.

Tepat pada saat itu sebuah panggilan masuk. Saat melihat layar dia tahu dia akan di marahi. Meskipun begitu, dia tetap mengangkatnya.

"Iya, Bun ..."

Fiandra mendengus sebal di seberang sana. "Sampai kapan kamu mau kabur-kaburan begitu?" tanya Fiandra kesal.

It (Rafan)Where stories live. Discover now